Sehingga Pancasila itu, tidak hanya menjadi semboyan kosong, untuk menjadi Wartawan yang diakui saja ketika itu. Harus memiliki Sertifikat Tanda pernah Mengikuti Pembelajaran dan Penghayatan Pancasila itu. Dengan tujuan tetap membentuk manusia Pancasila seutuhnya. Karena di Pancasila itu, ada letak berbagai aspek, sejak dari Ketuhanan sampai kepada Kemanusiaan Sosial, yang harus dipertahankan. Pembatasan progesi Pers untuk melaksnakan fungsinya memang ada.Â
Akan tetapi hanya terbatas pada ruang lingkup tertentu. Pemerintah tidak keberatan untuk kontrol sosial, yang dilakukan. Manakala disana ada nilai kerugian negara. Dan corak-corak seperti itu, memang merupakan prinsip pencegahan korupsi. Pemerintah yang didominasi nuansa kuning, keberatan apabila Wartawan sengaja disusupkan, untuk berperan dalam nuansa politis yang berpihak kepada kekuatan politik diluar Golkar. Bedanya disatu sisi keberadaan  Golkar yang dipungsikan untuk suksesi. Dipihak lain, yang melaksanakan fungsi kontra. Melakukan fungsi kontra yang berwujud pembusukan. Inilah yang selalu diantisipasi Pemerintah Rezim Orde Baru itu.
     Orang Pers ikut berkecimpung secara politik praktis, itu terjadi dan biasa dimasa itu.Walaupun dilain sisi, masih banyak orang pers, yang bertahan dalam prinsip idealisma Jurnalis. Walaupun berada dalam poros kekuasaan. Kompasioner yang pernah selama enam tahun direkrut magang di LKBN Antara Sumut di Medan, dibawah kepemimpinan abanganda M.Yazid, Kompasioner sempat menganalisa ungkapan tokoh Pers Sumut tersebut. Yang intinya dia tidak mendukung,  Wartawan  terjebak dalam Politik Praktis.Â
Dan Kompasioner yang berbasis sebagai Jurnalis, Â sudah terlanjur masuk kedalam ring politik itu. Faktanya untuk bang M.Yazid, Â kompasioner tidak melihat aktifitasnya muncul dalam politik praktis. Begitupun walau berada di Golkar, Kompasioner masih bertahan dalam prinsip-prinsip Pers Nasional, yang tidak mengabaikan fungsi sosial kontrole itu. Disinilah Kompasioner melihat, adanya kemakluman profesi yang harus dimaklumi oleh orang-orang sesama pengurus Golkar. Walaupun terkadang ada benturan prinsip itu, ketika Kompasioner muncul dalam tulisan-tulisan yang pekat dan tajam, mengkritik pejabat Pemerintah, termasuk Bupati
    Kompasioner hadir di Golkar, tidaklah menjadi seorang yang " Manut-manut Wae " tapi itupun bisa dimaklumi oleh para Kader lain. Itulah tingkat kedewasaan Golkar itu. Nah ketika Kompasioner melihat ada arus lain yang menyaput kebersatuan para Kader Golkar, tentu saja sebagai orang yang pernah berkecimpung walaupun bukan di Partai Golkar, namun tetap merasa dibawah Pohon Beringin Kuning itu.Â
Naluri dan Nurani Kompasioner begitu terenyuh. Nasiblah para Kader setia Golkar, masih terbilang tangguh, untuk hanya sekedar terpaan biasa. Nah tentu saja Kompasioner akan berucap, Selamat menyadari saudara-saudaraku, jangan biarkan Beringin sakti itu ditumbuhi Benalu, masih banyak Lidi yang bisa dijadikan Sapu guna membersihkan Batang dan Dahan Beringin tersebut, Trims.** Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H