Mohon tunggu...
Zulfan Ajhari Siregar
Zulfan Ajhari Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Buku

Penulis beberapa buku sastra kontemporer, sejarah dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Golkar adalah Oase yang Tersisa dari Pengembaraan Politik di Masa Lampau

1 Agustus 2023   19:52 Diperbarui: 1 Agustus 2023   20:08 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Yakinlah, ketika para Ketua-ketua DPD Golkar Provinsi se Indonesia  ber ikrar baru-baru ini dihadapan Air Langga Hartanto, tidak ada munaslub. Para sesepuh Golkar yang masih tersisa, akan berlinang air mata. Jauh dari relung hatinya pasti akan bersyukur dan berterimakasih, kepada adik-adik yang mempertahankan Lambang Pohon Beringin itu, termasuk penulis yang cemas untuk Golkar. Yang selama ini, dibalut prasangka yang tidak baik. Dan saat ini kembali menjadi harapan, yang dipengaruhi keyakinan adanya kepiawaian pemain Politik di Golkar. 

Baik yang sedang berperan, maupun yang mengawal Golkar, mereka-mereka yang berdarah kuning. Yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Dan ketika ada goncangan, langsung muncul signal dengan isyarat  dengan memunculkan kata " Tidak Semudah itu " mengobok-obok  Golkar dari dalam.

         Banyak Partai dan banyak organisasi di negeri, dalam setiap event pembukaan acaranya melagukan lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Tapi Lagu Indonesia Raya yang dilagukan oleh orang-orang dari bawah Pohon Beringin ini, akan melantun dengan sahdu menggema ke seantero nusantara, sebagai lambang kecintanaan terhadap tanah air. Bukan pencemaran prinsip pribadi, yang berbau ambisi liar. Apalagi ketika ada warna yang bernuansa penghianatan untuk negeri ini. Pohon Beringin itu, akan bergoyang keras, dan meronta meminta diselamatkan, untuk menaungi anak bangsa yang cinta tanah airnya.

       Saya, Kompasioner yang menulis artikel ini. Di batas waktu dimasa lalu, pernah menorehkan tanda tangan pertanda mengundurkan diri dari Golkar Walaupun hanya sebatas ketua Bidang DPD II Kabupaten  di Era Orde Baru. Memang tidak semudah itu melupakan Golkar, ada kesedihan yang terselip. Ada darah berwarna kuning, yang tidak bisa diabaikan dari perasaan emosional. Dan Pengakuan bahwasnya Ormas yang saat ini jadi Partai Berlambang Beringin itu, adalah salah satu  Kelompok Politik yang dibentuk dirancang, dan dilaksanakan roda Perpolitikannya, dengan Mantra " Mantap dan Terarah ". 

Tidak seperti yang diangap banyak orang melalui sikap sentimentil. Golkar itu, dibentuk dengan penyesuaian warna Kebangsaan dan Kemajemukan Agama di Negeri ini. Di Golkar itu, silahkan anda menghayati ajaran Agama anda, tanpa ke munafikan. Golkar tidak membelah harkat kemanusiaan, dengan system kemunafikan. Golkar dimasa lalu, mudah-mudahan masih bertahan hingga saat ini. Adalah Kelompok Politik yang menghargai nilai Intlektual seseorang. Sebelum sampai di Golkar, dimasa orde baru. Kompasioner bergabung  dengan PPP bersama, H.Bakhtiar Khamsyah di Medan, dalam Nuansa Politik yang kental dengan intrik. 

Sehingga ada gerakan yang terpaksa dilakukan, dibawah Komando Bakhtiar Khamsyah di Medan. Merudal rumah sendiri, yah itulah yang Kompasioner ingat, semoga Bang Bakhitiar Khamsyah juga masih ingat itu, Wartawan yang dia puji dalam kepemimpinannya, ketika menulis cerpen " Peledoi ".   Jadi munculnya Kompasioner ke Golkar, selaku pemain politik yang dibekali pemikiran " Pengembara Politik " terhenyak di Golkar, setelah tahu. Dan mengakui " Oh....ini rupanya nya Golkar yang dipandang dari luar begitu penuh dengan penafsiran-penafsiran yang keliru " Kompasioner merasa tertaut berada di Golkar untuk waktu yang terbilang cukup lama.

Suatu ketika menjelang ajal orde baru beberapa tahun lagi. Kompasioner pernah memberi ceramah untuk para guru-guru diKecamatan. Kompasioner sampaikan ketika itu, sebagai kader Golkar kita harus menyadari. Kalau kita sedang memikul Kuali yang berisi minyak panas. Miring sedikit Minyak Panas itu, akan menyiram tubuh kita sendiri. Karena posisi orde baru saat itu juga sedang terhenyak dalam pusaran arus perubahan, dari apa yang diinginkan warga bangsa ini, yaitu " Reformasi " Perjuangan yang saat inipun, bagaikan tersaput mendung. Kelirulah kita, bila terlalu alergi dengan bahasa " Perubahan " karena pada dasarnya, setiap kehidupan ini terpaksa harus melintasi perubahan itu. 

Dari Bayi Berubah menjadi Remaja, Dewasa dan kemudian Berubah Tua, dan Mati. Itu semua tidak lepas dari hukum alam yang senantiasa berubah, tidak  terpaku mati. Jangan berharap dalam dunia Politik, meskipun berlandaskan Demokrasi, tidak akan terjadi Perubahan itu. Satu hari, dua hari Perubahan bisa saja terjadi.

Soeharto, sosok Jendral yang merancang suatu keinginan berkuasa dalam waktu yang lama, dan bisa langgeng Toh, pada akhirnya terhenyak dalam kawah perubahan itu. Tidak secara serta merta, akan menerima akhiran secara alamiah, dia menjadi tua dan jenuh. Walaupun ketika gejolak masa meneriakkan slogan reformasi, seyogyanya bisa ditahan oleh Soeharto melalui sisa=sisa kewibawaannya. Namun dia segera menyadari, bila dia tetap melawan kodrat alam itu, justru akan terjadi malapetaka yang lebih besar.

         Kata-kata saat-saat terakhir yang bisa dia ungkapkan dia, salah satunya adalah " Aku akan Mendito Setelah Tidak Lagi Jadi Presiden "  ' dalam kata lain. Soeharto akan hidup dan menjalani hidupnya, sebagai penghayat Agama, dalam keyakinannya " Berketuhanan Yang Maha Esa ". 

         Kembali kepada Golkar, walaupun disaat-saat kekuasaan Soeherto. Sebenarnya trik yang dilakukan Golkar itu, pada dasarnya tidak menekankan, melainkan mengarahkan. Golkar melaksanakan system kaderisasi, yang memang menyusup keberbagai seantero kekuasaan. Namun yang pasti di Golkar tidak ada ideologi khusus, yang dijejalkan dan bertentangan dengan prinsip kehidupan Bangsa Negeri ini. Soeharto memang secara praktis mengarahkan tingkat kehidupan insan negeri ini, sejak remaja untuk menghayati Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun