Mohon tunggu...
Zulfakriza Z.
Zulfakriza Z. Mohon Tunggu... Dosen - Dosen yang senang ngopi tanpa gula dan tanpa rokok

Belajar berbagi lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pertamina Bak Buah Simalakama

7 Januari 2014   05:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:04 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir semua kita mengenal istilah buah simalakama. Buah yang saya sendiri belum pernah melihat wujudnya seperti apa tapi sering dijadikan tamsil jika kita berada pada posisi serba salah. Maju kena mundur kena begitulah si buah simalakama.

Naiknya harga jual gas elpiji tabung 12 kg ibarat kata hadiah tahun baru yang diberikan Pertamina di awal 2014. Pertamina kelihatannya haqul yakin jika menaikkan harga elpiji akan “jual rugi” dan ada harapan bisa menutupi kerugian yang selama 6 tahun terakhir mencapai 22 triliun rupiah. Angka yang sangat fantastis untuk sebuah perusahaan yang harus menanggunga rugi sebesar itu, dan untuk tahun 2013 Pertamina meraup kerugian sampai 5.7 triliun rupiah menurut info dari Ali Mudakir yang menjabat sebagai Wakil Persiden Komunikasi Pertamina.

Ramai media memperbincangkan keputusan Pertamina yang manaikkan harga elpiji. Ada yang mendukung tapi banyak juga yang protes. Diantara sekian banyak yang protes, ada suara dukungan dari sang mantan Wapres. Beliau berpendapat bahwa Pertamina adalah badan usahan milik negara yang dituntut mencari keuntungan dalam pengololaan MIGAS negeri ini. Ini yang menjadi alasan JK mendukung kenaikan harga elpiji untuk mengurangi beban kerugian yang dialami Pertamina.

Disisi lain, riak protes dari berbagai lapisan masyarakat terus berdatangan, setidaknya dalam blog kompasiana. Dan ternyata protes itu tidak hanya datang dari masyakarakat yang langsung terkena dampak kenaikan gas elpiji ini. Tapi beberapa pejabat negara termasuk Presiden juga ikut-ikutan memberi kritikan pada Pertamina lewat akun kicauannya. Ditambah lagi dengan kritikan tegas dari Menteri ESDM yang menuding Pertamina tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan Pemerintah. Seolah-olah apa yang dilakukan Pertamina adalah kebablasan tanpa koordinasi dan perencanaan yang belum matang. Sampai akhirnya keluar permintaan maaf Menteri BUMN yang kelihatannya ujung dari keramaian ini dan berbuah keputusan harga gas elpiji turun per tanggal 7 Januari 2014 pukul 00.00.

Badaipun berbalik arah. Ada anggapan yang muncul ke permukaan, Pertamina dikambinghitamkan dan korban panasnya dinamika politik 2014. Sikap beberapa pejabat negeri ini yang mengecam kenaikan harga elpiji dianggap sebuah pencitraan. Hampir semua orang Indonesia memahami 2014 adalah tahun perhelatan akbar bagi para polotikus. Tahun mereka mencari dukungan yang sebanyak-banyaknya dari masyarakat. Juga tahun perubahan posisi kawan jadi lawan dan lawan jadi kawan.

Mungkin akan beda cerita, jika harga gas elpiji naik di awal 2015 nanti. Jeritan rakyat akibat kenaikan harga dininabobokkan dengan BALSEM 100 ribu rupiah perbulan. Tidak kicauan kriikan, tidak ada permintaan maaf, tidak ada kepentingan lagi, semua posisi telah terisi dan sang jawara politik pun sudah ketahuan.

Pertamina bak buah simalakama, dimakan mati ibu dibuang mati ayah.

Artikel tekait:

Tahun Baru, Harga Baru

Pahlawan Dalam Tabung Elpiji

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun