[caption id="attachment_316469" align="aligncenter" width="300" caption="Foto Taman Buku Kecil Buengcala"][/caption] Bangunan kecil yang berukuran lebih kurang 5 x 8 meter menjadi persinggahan anak-anak selepas sekolah. Bangunan yang terlalu sulit jika dikatakan mewah ini berisikan buku-buku yang disusun rapi dalam rak dan lemari kaca. Koleksi buku yang beragam judul dan warna sampul seumpama taman bunga pengetahuan yang sejuk dipandang mata. Ditambah pemandangan anak-anak dengan wajah ceria duduk beralaskan tikar plastik sambil memegang buku. Sesekali mereka bercengkrama sambil menunjukkan gambar-gambar menarik yang ditemukan dalam buku. Sebut saja gambar ular python yang sedang menelan seekor babi hutan. Maklum saja, ada diantara mereka yang sedang membaca buku Ensiklopedia Bocah Muslim edisi reptil.
Buengcala, bukanlah kota besar dan bukan juga gampong pedalaman. Buengcala sebuah gampong yang bertetangga dengan Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar. Memang tidak banyak yang mengenal Buengcala. Karena nama Buengcala tersamar dengan nama Blang Bintang yang mudah diingat dan langsung berasosiasi dengan nama bandara di Aceh. Tapi yang pasti, Buengcala menjadi salah satu lokasi pengungsian para korban tsunami pada akhir 2004 silam.
Awal saya mendengar kata Buengcala adalah saat rapat Yayasan Rumoh Atjeh di bilangan Dipatiukur Bandung sekitar Januari 2005. Saya bukanlah pengurus yayasan, tapi hanya simpatisan yang diajak bertukar pikiran, mungkin karena waktu itu saya masih aktif di Sekolah Alam Bandung. Barang kali ada hal-hal menarik dari konsep Sekolah Alam yang bisa diterapkan dalam proses recovery Aceh setelah tsunami. Kelihatannya itu yang menjadi alasan saya diajak ikut rapat oleh teman-teman yayasan.
Sekilas tentang Yayasan Rumoh Atjeh. Yayasan yang tercatat dinotaris pada tanggal 25 Desember 2004 dan dimotori oleh anak-anak muda Aceh yang merantau kuliah di Bandung. Mereka memiliki semangat dan emosi yang sangat membara untuk berbuat sesuatu. Maklum saja, kala itu Aceh baru saja ditimpa musibah besar. Beberapa ide bermunculan untuk membantu Aceh lebih baik setelah tsunami. Mulai dari rencana membangun rumah yatim, sekolah, dan taman bacaan. Hitung punya hitung akhirnya berujung pada sebuah taman bacaan yang realistis dibangun di atas tanah wakaf gampong Buengcala. Dan nama Taman Buku Kecil (TABUCIL) pun disematkan bangunan itu.
Di awal berdirinya, mereka meningggalkan jejak pengelolaan taman buku kepada kakak-kakak di gampong Buengcala. Pengelolaan yang unik dan dinamis sehingga bisa menarik ketertarikan anak-anak untuk hadir di taman buku kecil itu. Seperti wisata baca, edu cinema, gemar menulis dan bercerita. Banyak anak yang datang membaca, menulis dan bercerita. Dan tidak berhenti disitu, ada diantara mereka yang memenangkan sayembara menulis untuk tingkat Kabupaten Aceh Besar.
Sekarang lebih kurang 8 tahun Taman Buku Kecil sudah ada di Buengcala. Delapan tahun bukanlah waktu yang singkat. Terlihat jelas pada cat dinding yang sudah usang dan kayu plafon yang rapuh dimakan rayap. Juga terlihat pada buku-buku yang usang dan ada beberapa buku yang tidak lagi memiliki sampul bahkan lusuh. Belum lagi para pemuda yang dulu bersemangat lambat laun rontok dan hilang satu persatu.
Hanya tinggal beberapa pemuda saja yang tinggal dan memiliki semangat luar biasa. Seakan energi untuk membangkitkan semangat Budaya Baca Baca Membudaya pada anak-anak Aceh tidak pernah padam. Terbukti kontribusi mereka untuk taman buku kecil itu terus berjalan walau ada diantara mereka yang berpencar karena alasa mengejar impian.
Tidak bisa dipungkiri beberapa pemuda itu harus berpencar dan tersebar di beberapa tempat. Mereka sedang menapakkan kaki untuk memenuhi impiannya masing-masing. Ada yang mengejar impian untuk menjadi saudagar garmen, saudagar minyak, motivator, peneliti, serta profesional di bidang jasa, tambang dan arsitek. Tapi dalam kesibukan mengejar impian, masih ada komitmen untuk menyisihkan setiap bulan sebagian rizkinya untuk untuk keberlansungan Taman Buku Kecil. Memang dana yang terkumpul belum dalam jumlah yang besar. Tapi setidaknya bisa menopang operasional bulanan taman buku kecil dan peremajaan buku-buku dengan judul baru dan tampilan baru.
Tidak berhenti disitu, semangat filantropi dalam pendidikan juga ditularkan kepada rekan-rekan muda Aceh yang dulu pernah kuliah di ITB. Tidak bertepuk sebelah tangan, buku-buku baru dan dukungan dana pun berdatangan. Buku baru bermutu membuat anak-anak TABUCIL tersenyum dalam lembar-lembar pengetahuan.
Mulai dari sini Kami Sedang Belajar Berbagi. Semoga suatu saat Taman Buku Kecil tidak hanya di Buengcala, tapi bisa tersebar seantero Aceh.
Canberra, 17-01-2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H