Terhitung mulai malam ini, Jumat, 22 September 2017 pukul 20.30 WITA, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) - Badan Geologi menetapkan status Gunung Agung di Pulau Dewata Bali menjadi awas (level IV). Sebelumnya, pada 18 September 2017 status aktivitas Gunung Agung dinaikkan dari status waspada (level II) menjadi siaga (level III). Kenaikan status ini berdasarkan peningkatan kejadian gempa di tubuh Gunung Agung, baik gempa vulkanik dalam (VA) maupun gempa vulkanik dangkal (VB).
Pos Pengamatan Gunung Agung yang terdapat di Desa Rendang mencatat sebanyak 791 kejadian gempa terdiri dari gempa vulkanik dalam, gempa vulkanik dangkal dan gempa tektonik dekat dan jauh. Frekuensi kejadian gempa terus meningkat semenjak penetapan status Gunung Agung menjadi siaga (level III) pada 18 September 2017 lalu. Selama berstatus siaga, petugas jaga di Pos Pengamatan Gunung Agung terus melaporkan kondisi perkembangan Gunung Agung setiap 6 jam kepada PVMBG-Badan Geologi dan Pemerintah Daerah.
Kepala PVMBG - Badan Geologi menjelaskan bahwa jumlah kejadian gempa di sekitar Gunung Agung tidak menunjukkan penurunan dan terus meningkat dibandingkan hari-hari sebelumnya. Peningkatan jumlah kejadian gempa ini memberikan kondisi Gunung Agung yang semakin kritis dan harus dipantau secara intensif. Peningkatan intesitas gempa di tubuh Gunung Agung memberikan tanda bahwa adanya pergerakan magma dan dorongan fluida ke permukaan. Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan, Gunung Agung memiliki kantong magma pada kedalaman 5 km. Pada kondisi krisis seperti saat ini, posisi kantong magma dapat saja mengalami perubahan karena adanya tekanan fluida dari bagian yang lebih dalam.
Selain itu, krisis Gunung Agung ditandai dengan munculnya binatang-binatang liar ke perkampungan warga seperti ular dan babi hutan. Turunnya binatang-binatang tersebut dikarenakan mereka sangat peka pada peningkatan suhu di tubuh Gunung Agung. Kondisi ini menjadi penguat tanda-tanda sebuah gunung akan erupsi.
Berdasarkan kondisi di atas, pihak PVMBG-Badan Geologi menaikkan status aktivitas Gunung Agung dari siaga (level III) menjadi awas (level IV) pada Jumat malam 22 September 2017 pukul 20.30 WITA. Untuk itu, pihak PVMBG-Badan Geologi menghimbau kepada masyarakat dan wisatawan di sekitar Gunung Agung tidak melakukan aktivitas pada radius 9 km ditambah perluasan sektoral ke arah Utara, Tenggara dan Selatan-Baratdaya sejauh 12 km. Kondisi ini akan sangat berbahaya jika ada aktivitas masyarakat berada pada radius kurang dari 12 km.
PVMBG-Badan Geologi belum bisa mamastikan secara tepat erupsi Gunung Agung terjadi. Akan tetapi berdasarkan peningkatan kejadian gempa yang terekam pada alat seismograf menandakan Gunung Agung memasuki kondisi krisis. Untuk upaya pengurangan risiko akibat erupsi Gunung Agung adalah hal mutlak yang harus dilakukan. Salah satunya adalah mengungsikan warga ke area yang lebih aman dari dampak erupsi Gunung Agung. Â
Dalam catatan sejarah yang dirilis oleh PVMBG-Badan Geologi, Gunung Agung pernah erupsi pada 1808, 1821, 1843 dan yang terakhir adalah 1963. Erupsi yang terjadi pada tahun 1963 bersifat magmatis. Krisis Gunung Agung pada tahun 1963 terjadi dalam kurun waktu hampir satu tahun hari yaitu mulai 10 Februari 1963 dan berakhir pada 27 Februari 1964. Kejadian erupsi ini mengakibatkan korban jiwa sebanyak 1.148 orang meninggal dan 296 orang luka-luka. Â
Artikel Terkait: Status Gunung Agung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H