Mohon tunggu...
Zulfaisal Putera
Zulfaisal Putera Mohon Tunggu... Administrasi - Budayawan, Kolumnis, dan ASN

Berbagi dengan Hati

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Musyawarah Burung

30 Juni 2014   06:01 Diperbarui: 6 Juni 2016   05:17 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : http://4.bp.blogspot.com/-XGwaT3mKDgM/UT6H-o4RRJI/AAAAAAAACdU/XmfjGlmLamY/s1600/tumblr_mj99nh9vjw1r5mmhlo1_1280.jpg

Pada suatu hari berkumpullah para burung di suatu negeri, baik yang dikenal, maupun tidak di antara mereka. Burung-burung itu sepakat menyelenggarakan musyawarah. Makhluk yang punya kemampuan terbang ini baru menyadari bahwa mereka takmemiliki raja. Dalam keyakinan mereka takmungkin suatu negeri tanpa raja. Mereka beranggapan hal ini takbisa dibiarkan. Para burung itu bertanya-tanya ke mana bisa mencari raja.

Tampillah Hudhud, burung kesayangan Nabi Sulaiman, yang dianggap memiliki penetahuan tentang Tuhan dan rahasia ciptaan-Nya, memimpin mereka. Hudhud menyatakan bahwa mereka mempunyai raja sejati, namanya Simurgh, yang tinggal di pegunungan Kaukasus. Dialah raja segala burung yang dekat dengan mereka. Namun, Tempat persemayamannya tak dapat dicapai, dan tiada lidah yang dapat mengucapkan namanya.

Simurgh raja berkekuasaan mutlak di semesta. Dia sempurna, agung, dan suci. Di depannya tergantung seratus ribu tabir cahaya dan kegelapan. Uraian Hudhud itu memikat paraburung itu. Musyawarah memutuskan untuk segera berangkat bersama-sama mencarinya. Ketika menyadari betapa jauh dan pedihnya perjalanan nanti, mereka jadi ragu-ragu. Beberapa di antara mereka keberatan untuk berangkat dengan dalihnya masing-masing.

Hudhud mampu meyakinkan mereka hingga untuk berangkat. Meskipun amat sukar ditempuh, perjalanan menuju Simurgh tetap dilakukan. Hanya dengan cinta segala kesukaran perjalanan melewati tujuh lembah pengujian dapat diatasi. Hingga akhirnya tinggal 30 ekor saja yang sampai di balairung Simurgh. Dan ketika mereka bertatap muka dengan Raja-Nya, ternyata mereka tak berbeda dengannya. Tiga puluh (si-murgh) burung adalah Simurgh, dan Simurgh adalah tiga puluh burung itu sendiri.

Demikianlah intisari cerita buku “Musyawarah Burung” (1954) karya penyair besar Sufi kelahiran Persia Barat Laut, Faridu’d-Din Attar (1120-1230). Cerita dengan gaya puisi alegoris ini sarat akan istilah atau metafor-metafor yang biasa digunakan oleh para sufi dalam karya sastra. Apa yang digambarkan dalam buku ini mengingatkan kita, bukan hanya persoalan akan kerinduan terhadap pemimpin, tetapi hakihat mencari makna kehidupan yang sebenarnya.

Hidup bersuku-suku, berkelompok-kelompok, berbangsa dan bernegara, tentu memerlukan satu kesepahaman dalam membangun kehidupan bersama yang lebih baik. Namun, dalam perjalanannya terkadang kita baru menyadari bahwa kita sebenarnya belum punya pemimpin yang bisa membawa kita ke arah sana. Jangan heran jika kemudian, selalu saja ada usaha untuk mencari sosok-sosok pemimpin baru dengan berbagai cara.

Bersyukurlah jika ada usaha musyawarah dalam menentukan sebuah kepemimpinan, baik oleh kelompok kecil, organisasi massa, organisasi profesi apalagi sebuah bangsa. Struktur budaya musyawarah initelah membangun kedekatan rakyat dengan pemimpinnya. Namun, tentu takgampang untuk mendapat seorang pemimpin seperti yang diinginkan.

Kita perlu memiliki mentalitas burung-burung seperti dalam cerita di atas. Untuk meraih sebuah cita-cita bersama diperlukan pengorbanan yang taksedikit. Bukan hanya mampu melampaui rintangan alam dan waktu, tetapi mampu mengatasi ego diri sendiri. Menempatkan diri sebagai bagian dari perjuangan bersama. Namun, perlu juga disadari bahwa jika pemimpin yang terpilih ternyata tidak sesuai harapan, itu tidak lain karena diri kita sendiri. Sesungguhnya pemimpin yang kita pilih itu adalah cermin diri kita. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun