Mohon tunggu...
Zulfaisal Putera
Zulfaisal Putera Mohon Tunggu... Administrasi - Budayawan, Kolumnis, dan ASN

Berbagi dengan Hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mukidi

28 Agustus 2016   23:49 Diperbarui: 29 Agustus 2016   08:44 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Palui - Foto : Zulfaisal Putera

Mukidi lapar. Mukidi masuk ke sebuah rumah makan. Ia memesan ayam goreng. Tak lama kemudian sebuah ayam goreng utuh tersaji. Baru saja Mukidi hendak memegangnya, seorang pelayan datang tergopoh-gopoh. "Maaf mas, kami salah menyajikan. Ayam goreng ini pesanan bapak pelanggan yang disana", kata pelayan sambil menunjuk seorang pria berbadan kekar dan berwajah preman.

Akan tetapi karena sudah terlanjur lapar, Mukidi ngotot bahwa ayam goreng itu adalah haknya. Pria bertampang preman itu segera menghampiri meja Mukidi dan menggertaknya. "Awas kalau kamu berani menyentuh ayam itu!!! Apapun yang kamu lakukan kepada ayam goreng itu, akan aku lakukan kepadamu. Kamu potong kaki ayam itu, aku potong kakimu. Kamu putus lehernya, aku putus lehermu!!!"

Mendengar ancaman seperti itu, Mukidi hanya tersenyum sinis sambil berkata, "Silahkan! siapa takut?" Lalu Mukidi segera mengangkat ayam goreng itu dan menjilat pantatnya... Hahahaha...

Begitulah sebuah cerita humor yang saya baca dari WhatsApp di perangkat gawai saya. Ada nama yang menarik perhatian dari cerita itu, yaitu “Mukidi”. Dari Google, saya menemukan 468.000 lema  memuat kata itu sejak 2009. Hampir seluruhnya  merujuk dengan kata “Mukidi’ yang dalam cerita-cerita lucunya yang beredar di dunia maya itu. Hanya sedikit terkait dengan nama yang kebetulan sama dengan “Mukidi. Siapakah “Mukidi’ yang menjadi viral para netizen seminggu ini.

Mukidi adalah tokoh lama yang baru meledak di dunia humor. Tokoh fiktif ini menjadi kunci kelucuan dalam cerita. Dalam riwayatnya Mukidi berasal dari Cilacap. Sementara pencipta tokoh Mukidi, Soesantyo Moechlas, yang awalnya membawakan cerita ini sebagai acara di radio, adalah warga Banyumas. Mukidi tipe orang yang biasa saja, tidak terlalu alim, mudah akrab dengan siapa pun. Mukidi punya istri bernama Markonah, dan dua anak yang bernama Mukirin dan Mukiran, serta bersahabat dengan Wakijan.

Membaca cerita Mukidi memang membuat kita tertawa lebar. Mirip seperti cerita humor yang didapatkan dari buku TTS . Walaupun sama menimbulkan kelucuan, gaya bercerita Mukidi berbeda dengan tokoh Palui-nya Yustan Adzidin dan Undas-nya Muhammad Idris, dari Banua, bahkan cerita Kabayan dari Sunda dan Abunawas dari Bagdad. Cerita Mukidi dibangun dari dialog-dialog pendek sedangkan keempat tokoh tersebut disajikan dalam bentuk narasi, ada deskripsi dan dialog.

Profil Mukidi sama dengan Palui, bisa sebagai apa saja: rakyat biasa, pegawai, pelajar, remaja, bahkan seorang suami, tetapi tidak seperti Undas yang lebih banyak sebagai pegawai. Ketiganya ada kesamaan sifat yaitu terkadang cerdik, bijaksana, tangkas, dan bisa lugu. Namun, bukan bodoh-bodoh pintar seperti Kabayan dan tipu tipu seperi Abu Nawas. Kelebihan Mukidi bisa sebagai orang dari suku mana pun. Dan satu lagi : kepandaiannya ‘ngeles’ alias pandai menghindar atau menampik tetapi berkata dan bertindak tepat.

Indonesia gudangnya orang kreatif. Para kreator itu bisa menciptakan tokoh dengan sifat dan nama apa saja. Terkadang tokoh dihadirkan sebagai reaksi atas suatu kondisi. Tokoh “Si Boy” ciptaan Radio Prambors akhir tahun 80-an adalah kerinduan sosok anak muda yang ganteng, gagah, pintar, kaya, dan suka salat. “Lupus’ oleh Hilman Hariwijaya mewakili remaja yang norak, pintar, tetapi penyayang keluarga. Tokoh “Bento’ yang diciptakan grup musik Swami dan “Pak Tua’ oleh El Pamas, konon diciptakan sebagai  satire penguasa Orde Baru saat itu.

Mukidi dan humornya hadir tepat di tengah kejenuhan bangsa ini akan perilaku menggelikan tokoh-tokoh yang hilir mudik di media massa. Dari pemerintah, aparat hukum, politikus, sampai selebriti yang masih suka ‘ngeles’ walaupun tampak jelas kelakuan ganjilnya. Begitu juga dari masalah ekonomi, kewarganegaraan, kriminalitas, sampai produk palsu masih diulur ulur penyelesaiannya untuk lama-lama terlupakan. Ya, humor memang bisa membuat kita sejenak melupakan semua. Dan Mukidi mengajak kita mentertawakan diri sendiri. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun