Mohon tunggu...
Zulfa Himawati
Zulfa Himawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Hobi mengaji dan menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lewati Jalan Tanah Berbatu, Perjuangan Guru Mengajar di Pelosok Kalimantan Barat

30 Juni 2023   21:54 Diperbarui: 1 Juli 2023   06:11 852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan tanah berbatu menuju sekolah

KALIMANTAN - Kisah perjuangan seorang guru yang mengajar di pelosok Kalimantan Barat belasan tahun, tepatnya di SDN 11 Nanga Tempiau, Kecamatan Hulu Gurung, Kabupaten Kapuas Hulu.

Setiap pagi Ia menyusuri jalan tanah terjal berbatu, tak hiraukan debu, batu, kerikil yang mengenai kendaraannya. Seragam kuning emas dan tas coklat yang ia kenakan menjadi bukti perjuangan, wajah-wajah lugu yang haus akan ilmu menghiasi pelupuk matanya. Ruang persegi menjadi saksi bisu perjuangannya, entah berapa lisan terucap sarat makna, entah berapa kapur yang tergores di papan tulis demi cita-cita mereka. Untaian kata tak terucap akan kesungguhannya yang ingin memenuhi harapan-harapan anak bangsa. Ia lah Sang Pengabdi, Khoirul Fuadi.

Khoirul Fuadi yang dikenal Fuad (57 tahun) asal Klaten, Jawa Tengah. Mengabdikan diri sebagai guru di SDN 11 Nanga Tempiau, Kecamatan Hulu Gurung, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Sekitar kurang lebih 17 tahun ia mengabdi sebagai guru di sekolah tersebut. Perjuangannya sejak tahun 2006 hingga sekarang disekolah ini tidaklah mudah, suka maupun duka banyak ditemuinya. Perjalanan menuju sekolah yang membutuhkan perjuangan lebih, sebab jalanan yang dilaluinya bukanlah aspal pada umunya melainkan jalan tanah berbatu.

Sebelum menjadi guru, Fuad disarankan oleh abang kandungnya untuk menjadi tentara sebagaimana profesi abangnya tersebut. Tetapi, keinginannya sebagai guru lebih ia utamakan karena  ingin mengabdikan diri dengan berbagi ilmu dan mencerdaskan anak bangsa. "Saya mengabdi untuk bangsa dan negara dan ingin ikut mencerdaskan anak bangsa". Ujar Fuad ketika diwawancarai.

Perjuangan awal menjadi guru di pelosok Kalimantan Barat bermula ketika ia mendaftarkan diri menjadi Pegawai Negeri dengan biaya seadanya kemudian lulus dan ditugaskan di SDN 11 Nanga Tempiau. Kendati jauhnya jarak dengan daerah asalnya, hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk mengajarkan ilmu-ilmunya kepada anak-anak dipelosok tersebut.

Hidup sebatang kara sebagai orang asing di kampung yang ia tinggali, dengan rumah dinas yang terbuat dari kayu, ditambah bahasa daerah yang masih sangat asing ditelinga, membutuhkan adaptasi lebih sebagai guru rantau. Di awal menjadi guru Pegawai Negeri, Fuad hanya mendapatkan gaji seadanya dan pas-pas an untuk biaya hidupnya.

Perjalanan dari rumah ke sekolah sekitar 30 menit, dan yang paling menyedihkan ketika hujan turun dan ia harus tetap berangkat dengan motor sederhana miliknya melalui jalan yang licin,  melewati sungai tanpa jembatan, dan terkadang pun menemukan binatang liar yang dapat membahayakan nyawanya. Beberapa kali ia pernah terjatuh sebab jalan tanah yang licin berbatu. Akan tetapi, hal tersebut tidak mengurungkan niat dan tekadnya untuk terus semangat demi mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya.

Keadaan bangunan sekolah masih sangat sederhana "Data keadaan sekolah pun masih sangat sederhana, fasilitas seadanya seperti meja kayu, kursi kayu, papan tulis kayu dan kapur, perpustakaan belum ada. Bangku murid 30 buah kategori rusak, papan tulis 6 buah, papan nama SD 1 buah, lemari 4 buah, rak buku belum ada, meja guru 9 buah, kursi guru 16 buah, mesin laptop 2 buah, lonceng sekolah 1 buah, printer 3 buah. Ukuran sekolah memiliki panjang 63 M, luas 3.150 M2, lebar 50 M dan belum memiliki sertifikat sekolah, dan pada akhir bulan ini jumlah siswa sebanyak 73 orang dan jumlah guru sebanyak 10 orang" Imbuh Fuad ketika diwawancarai.

Selain menjadi guru SD yang mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Agama, dan Bahasa Inggris, Fuad juga menjadi salah satu pengurus masjid dan ia juga menjadi kepercayaan masyarakat setempat karena keteladanannya. Tahun demi tahun ia lewati menjadi guru di daerah pelosok, ia mulai terbiasa dengan lingkungan dan budaya sekitar, baik dari bahasa, makanan dan lain sebagainya.

Alasan ia tetap istiqomah mengajar di pelosok karena yang pertama amanah dari negara untuk bertugas di SDN 11 Nanga Tempiau, yang kedua dukungan keluarga, dan ketiga dukungan masyarakat setempat. Pada tahun 1993 Fuad pun menikahi seorang wanita cantik asal Nanga Nyabau, bersuku melayu dan dianugerahi 2 anak perempuan. Awal setelah menikah, kehidupannya belum terlalu berubah seperti awal ketika ia mengajar,  kemudian ia memulai bisnis  kecil-kecilan bersama istrinya, mulai dari dagang sembako, menjual bakso, hingga barang elektronik. Beberapa tahun setelah menikah usaha bisnisnya pun meningkat dan ia naik jabatan sebagai Kepala Sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun