Keberagaman dalam beragama diIndonesia merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat dihindari, sehingga pentingnya menerapkan sikap toleransi, saling menghormati antar perbedaan yang ada. Beberapa tahun yg lalu sebuah kegiatan di dalam acara peresmian Gereja Bethel Indonesia amanat Agung menuai banyak komentar dari Masyarakat yang kehadiran Gus Miftah. Kejadian telah memicu perdebatan, yang mempersoalkan tentang hukum batasan teleransi dalam beragama.
Kehadiran gus miftah pada peresmian gereja bethel Indonesia (GBI) Amanat Agung jakarta utara, bukan untuk berdakwah melainkan memenuhi undangan dari pendeta dan jajaran pemerintah setempat untuk menyampaikan orasi kebangsaan ini membuat perdebatan beberapa masyarakat. Terutama orang muslim itu sendiri yang mempersoalkan mengenai batasan toleransi beragama dan juga menimbulkan pertanyaan terkait bagaimana hukum islam tentang seorang muslim yg hadir dalam tempat ibadah agama lain.
Juga Selain itu, muncul kekhawatiran bahwa kehadiran ini bisa disalah artikan oleh orang awam sebagai dukungan terhadap praktik ibadah agama lain. Dalam hal ini dapat memicu ketegangan perbedaan pandangan dimasyarakat yang sensitif terhadap isu-isu keagamaan. Bahkan ada beberapa dari masyarakat yg merespon tindakan gus miftah tersebut dianggap tidak benar  bahkan dikatakan kafir.
Setelah muncul pandangan pro-kontra yang timbul karena datang memberikan sambutan di Gereja Bethel Indonesia Amanat Agung, Gus Miftah juga sudah memberikan klarifikasi. Dalam klasifikasi tersebut, Gus Miftah menekankan kehadirannya di GBI Amanat Agung dalam rangka acara  peresmian, bukan dalam peribadatan. Beberapa tokoh agama ikut berpendapat, mengenai bolehkah seorang muslim masuk di tempat ibadah non muslim. Seperti Ustad Abdul Somad, Ustad Adi Hidayat dan buya yahya. Mengutip dari pendapat dari Buya yahya. "Untuk mengatakan boleh atau tidaknya orang Islam masuk tempat ibadah agama lain. Bisa dilihat dari tujuannya serta dasar hukum yang dipakai."
 Adanya beberapa sebuah perbedaan pandangan di kalangan para ulama. Mengenai bagaimana hukum seorang muslim masuk ke tempat peribadatan non-Muslim. Perbedaan  dari 4 madzab ulama yang disampaikan oleh buya yahya ini tergantung pada tujuan dan  niatnya.  jika hanya sekedar masuk tanpa ada tujuan apa-apa, buya yahya mengatakan dalam dua madzab ulama yaitu Imam Malik, Imam Hambali, "masuk tempat ibadah tanpa tujuan apa-apa maka hukum masuk gereja atau (tempat ibadah) yang lainnya dikatakan bahwasannya boleh". Kemudian pendapat dari imam Syafi'I mengharamkannya atau tidak diperbolehkan, dan diperbolehkan kecuali didalamnya tidak ada berhala serta ada izin dari mereka. Dan menurut imam abu hanifah adalah makruh ( yang merujuk ke haram) karena terdapat unsur penyembahan gambar patung atau berhala, yang bertentangan dengan  Allah dan ajaran nabi.
 Kekhawatiran terhadap salah penafsiran atas Tindakan Gus Miftah, juga menjadi perhatian utama. Dalam masyarakat awam memunculkan pandangan buruk terhadap isu keagamaan, tindakan yang di lakukan gus miftah ini dapat ditafsirkan secara keliru dan dapat menimbulkan konflik. Misalnya, jika kehadiran Gus Miftah yang dapat dianggap sebagai dukungan terhadap praktik ibadah yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, hal ini dapat memicu reaksi negatif dari sebagian kalangan.
Tentu untuk menghindari kesalah pahaman, perlu komunikasi yang terbuka dan efektif sangat diperlukan, sehingga masyarakat dapat memahami. Cara ini tentu bisa membangun toleransi, tanpa mempermasalahkan perbedaan agamanya. Dengan demikian diharapkan bahwa interaksi antar umat beragama dapat berlangsung dengan saling menghormati, tanpa menimbulkan ketegangan atau konflik yang merugikan.
kehadiran Gus Miftah juga dapat dilihat sebagai upaya untuk meruntuhkan pandangan negatif yang sering kali melekat pada interaksi antar agama. Masih banyak beberapa orang ini yang masih menganggap bahwa menjalin hubungan dengan komunitas lain berarti mengorbankan keyakinan mereka sendiri dan mempercayai keyakinan mereka. Namun, Gus Miftah menunjukkan bahwa anggapan ini salah. Dirinya datang hanya sekedar memenuhi undanagan dan bukan dalam acara ritual peribadatan.
Terlebih DiIndonesia ini memiliki masyarakat yang semakin beragam, dimana perbedaan keyakinan sering kali memicu konflik antar satu sama lain. Dengan Menghadirkan tokoh agama di acara-acara lintas agama tentu dapat berfungsi sebagai simbol harapan dan saling berpengertian dalam hal perbedaan. Menyampaikan pesan persatuan dan kesatuan, untuk menciptakan masyarakat yang harmonis.
Untuk itu sangat penting menanamkan nilai-nilai toleransi sejak dini. Pendidikan tentang keberagaman dan toleransi perlu diajarkan mulai dari lingkungan rumah maupun sekolah, sehingga anak-anak dapat belajar untuk menghargai dan memahami perbedaan. Tanpa harus membentur benturkan antar golongan dan sesama.
Menghadapi tantangan yang muncul akibat perbedaan pandangan dalam konteks toleransi beragama, penting bagi tokoh agama dan masyarakat untuk melakukan dialog secara keterbukaan atau bahkan memberi nasihat tenteng toleransi beragama. Melalui langkah-langkah ini, kita dapat membangun fondasi yang kuat untuk toleransi beragama di Indonesia, mengurangi ketegangan, dan mendorong perdamaian di tengah keberagaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H