Mohon tunggu...
Zulfa Afifa Aliek
Zulfa Afifa Aliek Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mahasiswa D3 Teknologi Laboratorium Medis Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Bahasa Melayu Penting untuk Diresmikan sebagai Bahasa ASEAN

11 Juni 2022   23:20 Diperbarui: 11 Juni 2022   23:20 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.shutterstock.com

Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) yang diresmikan pada tahun 1967 merupakan sebuah organisasi ekonomi, politik, dan budaya yang anggotanya terdiri dari negara-negara di wilayah Asia Tenggara. Dilansir dari Setiawan (2022) organisasi ini tidak memiliki bahasa resmi. Adapun bahasa Inggris yang digunakan sebagai alat komunikasi antarnegara yang memiliki bahasa yang berbeda hanya sebagai bahasa kerja. Akhir-akhir ini yang menjadi perbincangan di wilayah Asia Tenggara adalah upaya negara Malaysia yang ingin menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi di ASEAN. Terlepas dari sejarah keberadaan bahasa Melayu, nampaknya peresmian bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN menuai beberapa pendapat dari negara di ASEAN terutama Indonesia. Bahasa Melayu pernah menjadi lingua franca atau bahasa pengantar di sebagian besar wilayah Asia Tenggara. Namun, pihak Indonesia merasa bahwa keberadaan bahasa Indonesia kini lebih unggul jika meninjau keperluan bahasa resmi di ASEAN.        

Di balik lahirnya bahasa Indonesia pada isi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, terdapat banyak pertemuan yang membahas bagaimana bahasa Indonesia harus dipertahankan dan kembangkan melalui Kongres Bahasa. Dilansir dari situs resmi pemerintahan kota Cimahi (2019) pada Kongres Bahasa II pada 1954 menyatakan bahwa asal-usul bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu memang pernah menjadi sebuah bahasa perantara yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari hingga kitab pada zaman kerajaan sebelum kemerdekaan. Bahasa Melayu sebagai lingua franca menjadi bahasa perantara mengingat mayoritas wilayah di Asia Tenggara merupakan negara kepulauan yang memiliki aktivitas perdagangan melalui laut yang aktif. Makin berkembang dan majunya zaman, bahasa Indonesia makin disempurnakan sehingga menjadi bahasa unik yang hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia. Adapun bahasa Indonesia yang memiliki kedudukan sebagai bahasa resmi yang wajib digunakan masyarakat Indonesia.

Selain bahasa Indonesia yang berkembang dari bahasa Melayu, bahasa-bahasa di negara lain Asia Tenggara juga mengalami transformasi sehingga menjadi bahasa resminya masing-masing. Dengan latar belakang sebagai negara yang dijajah dirasakan oleh mayoritas negara di wilayah Asia Tenggara, maka terbentuklah ASEAN sebagai bentuk solidaritas antarnegara di wilayah Asia Tenggara. Selama pelaksanaan rapat organisasi ASEAN terdapat banyak negara yang menggunakan bahasa Inggris dalam berkomunikasi antarnegara mengingat bahasa tersebut merupakan bahasa internasional. Tetapi, terdapat juga beberapa negara yang masih menggunakan bahasa resmi negaranya masing-masing dibantu dengan jasa penerjemah di baliknya. Jika melihat halaman resmi ASEAN, terdapat piagam yang sudah disetujui oleh seluruh pihak ASEAN dengan fasilitas terjemahan ke dalam tiap bahasa di wilayah Asia Tenggara.

Setiawan (2022) menjelaskan bahwa bahasa resmi dijelaskan berdasarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah bahasa yang digunakan dalam setiap dokumen yang diresmikan. Di dalam piagam ASEAN pun belum disebutkan dari urgensi adanya bahasa resmi yang harus digunakan sebagai bahasa resmi. Hal tersebut dikarenakan negara-negara di ASEAN bersepakat untuk saling menghormati budaya dan bahasa di tiap negara. Keberadaan bahasa resmi yang akan digunakan di dalam dokumen akan mengancam pelestarian bahasa negara lainnya.

Dikutip dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) (2022) Perdana Menteri Malaysia, Dato’ Sri Ismail Sabri Yaakob pada kunjungannya ke Indonesia menyatakan bahwa Malaysia sedang mengusahakan peresmian bahasa Melayu menjadi bahasa resmi di ASEAN. Nadiem Makarim, selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) menolak usulan yang diberikan oleh Perdana Menteri Malaysia. Nadiem berpendapat bahawasanya dalam kepentingan bahasa resmi di ASEAN, bahasa Indonesia dinilai memiliki nilai keberadaan yang lebih unggul daripada bahasa Melayu. Salah satu alasannya adalah bahasa Indonesia memiliki banyak penutur dan sudah dipelajari oleh banyak universitas mulai dari Amerika, Afrika, Australia, dan negara lainnya. Selain itu, mayoritas negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Vietnam, Filipina, Singapura, dan lainnya juga memiliki beberapa wilayah yang masyarakatnya menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Beliau juga menyebutkan bahwa bahasa Indonesia memiliki aspek histori, linguistik, dan hukum yang lebih unggul daripada bahasa Melayu.

Sedari dahulu negara Malaysia dan Indonesia memang kerap beradu argumen terhadap kebudayaan yang dimiliki satu sama lain. Jika melihat perseteruan mengenai bahasa Melayu yang akan dijadikan bahasa resmi ASEAN ini, makin menunjukkan bahwa negara Indonesia dan Malaysia memang selalu berargumentasi satu sama lain. Terlepas dari hal tersebut, negara-negara di ASEAN yang berjumlah sepuluh negara pastinya juga memiliki bahasa pada negaranya masing-masing. Berdasarkan piagam ASEAN pula tidak disebutkan adanya urgensi yang sangat penting dalam bahasa resmi di dalam organisasi ASEAN. Selain itu, peresmian bahasa resmi di ASEAN mungkin akan menimbulkan kecemburuan sosial pada beberapa negara.

ASEAN yang merupakan organisasi ekonomi dan politik yang terdiri dari negara-negara di wilayah Asia Tenggara nyatanya belum memiliki bahasa resmi untuk digunakan di dalam dokumen-dokumen persetujuannya. Perdana Menteri Malaysia mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi yang digunakan dalam pertemuan ASEAN. Hal tersebut ditentang oleh Mendikbudristek Indonesia, Nadiem Makarim. Beliau menilai bahwa bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang lebih tinggi untuk dijadikan bahasa resmi ASEAN. Jika meninjau isi perjanjian negara-negara di ASEAN yang memiliki toleransi yang tinggi antarnegaranya, peresmian bahasa resmi di dalam organisasi ASEAN bukan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Terlebih, jika bahasa resmi ASEAN dipilih hanya berdasarkan satu bahasa yang digunakan oleh salah satu negara, hal tersebut dapat memicu kecemburuan sosial di antara anggota. Setiap anggota ASEAN pastinya memiliki visi dan misinya tersendiri di dalam pengembangan bahasanya masing-masing.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun