Mohon tunggu...
Zulfa Rosmawati
Zulfa Rosmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Antropologi Identitas: Platform Digital Membentuk Persepsi Diri dan Komunitas

28 November 2024   17:20 Diperbarui: 28 November 2024   17:41 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di dalam era digital saat ini, teknologi telah mengubah bagaimana manusia berinteraksi, memahami diri, dan membangun hubungan dengan suatu komunitas. Dari perspektif antropologi, platfrom digital seperti media sosial, forum online, dan aplikasi komunikasi bukan hanya sebagai alat, tetapi juga sebagai ruang budaya pembentuk dan pemengaruh praktik sosial manusia. 

Pembentukan Persepsi Diri di Era Digital

Dari perspektif antropologi, persepsi diri memandang bagaimana cara sesorang memandang dirinya sendiri dalam konteks sosial dan budaya. Dalam platfrom terdapat fasilitas ruang yang di mana individu dapat mengeksplorasi identitas mereka secara bebas dan lebih luas dibandingkan di lingkungan fisik. Tetapi, eksplorasi ini juga dipengaruhi oleh tekanan sosial dan norma yang berlaku di ruang digital, seperti:

1. Self-Branding

Dalam platfrom digital, mendorong adanya "self-branding" yaitu seseorang yang membangun kualitas, mempromosikan dirinya dan menunjukan keunikannya kepada publik, contohnya ketika individu ingin menunjukan kesehariannya, bakatnya, hobinya bahkan sesuatu yang dia sukai, maka individu tersebut cenderung mengunggahnya di akun sosial medianya, tujuan utamanya karena dia ingin menunjukkan hal tersebut ke followers, lagipun agar menarik suatu komunitas yang punya kesamaan dengannya.

2. Identitas Multidimensional

Dalam ruang digital, seseorang bisa memiliki identitas yang berbeda dari setiap platform yang dia gunakan. Contohnya, ketika seseorang yang menggunakan akun di X nya untuk menjadi aktivis yang menyuarakan isu di lingkungan, sementara di platform lain seperti TikTok, dia menjadi beauty vlogger, vlog tentang daily life, food vlogger, dan konten yang menghibur. Jadi, dalam identitas digital ini seringkali memberikan fleksibilitas dimana dia bebas untuk menjadi orang yang berbeda disetiap platformnya, tetapi hal ini juga akan memunculkan konflik internal ketika individu merasa harus menyesuaikan diri dengan komunitas tertentu.

3. Fenomena FOMO (Fear of Missing Out)

Banyak dari individu sekarang yang takut akan ketinggalan trend dan merasa harus terlibat dalam aktivitas trend tersebut, karena untuk menjaga relevansi atau keberadaan digital mereka. Contohnya, fenomena boneka Labubu yang booming karena unggahan seorang public figure (Lisa BlackPink) yang mengunggah foto boneka Labubu di akun instagramnya, mulai dari situlah boneka Labubu mulai melejit, dan hal ini yang menjadikan orang-orang rela antri demi mendapatkan boneka Labubu, mereka rela mengantri karena untuk menjaga status sosial dan demi gengsi agar dinilai tidak ketinggalan trend. Dan ini akan mempengaruhi dalam cara mereka menilai diri sendiri berdasarkan jumlah followers, like, atau comment.

Platform Digital dan Dinamika Komunitas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun