Zulfa Wahda Anindita
Response atas Referensi Buku dan Jurnal terkait Metodologi Studi Islam di Barat
Sejak awal mula kemunculan Islam, menurut Harun Nasution dalam Sri Suyanta (2011: 21), pada Periode Klasik (650-1250 M) para ilmuwan muslim baru mengembangkan studi keislaman mereka secara normatif dan mengikuti 3 alur kajian (Irfani,Bayani, dan Burhani) yang merujuk pada nash Al-qur'an dan Al-Hadis dimana didalamnya membahas ilmu-ilmu Aqidah dan Syariah kemudian berkembang menjadi cabang-cabang ilmu pengetahuan karena pengadaan terjemah besar-besaran buku-buku dari bahasa Ibrani, Yunani, dll kedalam bahasa arab, yang kemudian dikembangkan lagi menjadi ilmu-ilmu baru oleh para ilmuwan muslim dan puncaknya berada di tangan Harun Ar-Rasyid pada abad ke 9 dan 10 masa bani Abbasiyah.
Menurut Moeflich Hasbullah dalam jurnalnya yang berjudul Blessing in Disguise (Kontribusi Orientalisme terhadap studi Islam), studi Islam di Barat ini bermula dari Perang Salib yang berlangsung selama 200 tahun. Dalam hal ini, terjadi pergeseran pemahaman orang Barat (Kristen) dalam memandang Islam. Islam tidak hanya lagi dipandang sebagai agama baru, namun dapat langsung melihat bagaimana detail nilai Islam secara langsung. Didalam karyanya ini dibahas pula bagaimana perjalanan studi Barat memandang orientalis dari abad ke 11, karena didasari perkembangan humanisme, rasionalisme, dan empirisme. Ilmuwan-ilmuwan Barat akhirnya mulai membuka hati terhadap gambaran Islam menjadi lebih baik, hingga bahasan mengenai peran positif orientalisme terhadap perkembangan studi Islam. Dalam karya beliau ini, tokoh-tokoh yang diperkenalkan secara keseluruhan adalah tokoh Barat dan tidak ada tokoh muslim yang dibahas. Sehingga dalam hal ini kita hanya mempunyai gambaran sebatas tokoh Barat saja yang berkontribusi positif dalam perkembangan studi islam di Barat.
Bedanya dengan studi Islam klasik, Metodologi Studi Islam yang digunakan ilmuwan Barat lebih bersifat Historis Tekstual, dan meneliti langsung keseharian muslim di berbagai negara. Para ilmuwan Barat mulai memperdalam ilmu-ilmu yang dikembangkan oleh Ilmuwan Muslim seperti ilmu filsafat, matematika, kedokteran, dan lain sebagainya. Lalu lahirlah Renaissance di Barat pada abad ke 15-16 yang merupakan hasil dari Studi Islam yang mereka lakukan yang kemudian pada abad ke 18 memunculkan Kolonialisme Eropa, dimana peran sarjana Barat dalam memperdalam studi islam mempunyai pengaruh yang signifikan dalam penaklukan benua Asia terutama dalam penaklukan Aceh (1873-1913).
Karya selanjutnya adalah buku milik Dr. Jamali Sahrodi yang berjudul Metodologi Studi Islam (2008) yang membahas mengenai sejarah studi Islam dari perspektif sarjana Barat dan juga membahas macam-macam perkembangan pendekatan studi Islam seperti pendeketan filosofis, pendeketan filsafat modern (hermeneutik, teologi filosofis, dan tafsir filsafat), pendeketan filologis dan historis, pendeketan Ilmu sosial (ilmu sosiologi, ilmu antropologi, dan ilmu politik), pendeketan fenomenologi, pendeketan kajian kawasan dan pusat kajian, serta pendeketan outsider, insider, dan scope. Dibahas pula mengenai agreement and disagreement dari para tokoh sarjana Barat terkait 3 materi pokok islam.
Lebih lanjut, buku selajutnya berjudul Islamic Studies milik Zainuddin Baidhawy (2011) yang sama-sama masih membahas tentang Studi Islam teratama mengenai pendekatan, metode, dan berbagai macam kajian keislaman yang digabungkan dengan materi-materi Islam kontemporer. Didalamnya juga berisi kritikan penulis terkait pandangan Islam perspektif sarjana Barat yang cocok dijadikan rujukan untuk memperdalam studi Islam secara komperehensif.
Jurnal selanjutnya berjudul Islamic Studies in the American Academy: A Personal Reflection  milik Richard C. Martin. Sesuai judulnya, isi dari jurnal ini lebih mengarah pada penjabaran pengalaman pribadi yang dialami oleh penulis, sehingga bahasa yang digunakan lebih mengarah pada bahasa cerita dan bukan bahasa ilmiah. Didalamnya mengupas tentang sejarah perkembangan islam di Akademi Amerika sejak abad ke-17, hingga mengenai diskusi-diskusi ilmiah mengenai studi Islam oleh para sarjana Barat dan sarjana muslim di akademi Amerika. Richard juga mengkritisi dan mengingatkan kita semua bahwa studi keislaman merupakan tugas bersama agar khazanah studi islam semakin berkembang.
Namun, menurut saya pribadi. Pada dasarnya, diskusi-diskusi studi Islam di Barat masih didasari oleh pemahaman mereka/ persepsi mereka dalam memahami Islam (outsider). Yang mana hal tersebut dapat menyebabkan lubang kesalahpahaman mereka dalam memahami Islam. Sebagaimana berita di sekitar kita, Infasi Amerika ke Afghanistan dan Irak atas nama pelenyapan Teroris Taliban dan Al-Qaeda dsb menyebabkan reaksi Islamophobia di kalangan Barat. Dan diperparah dengan pemberitaan Islam oleh media Barat yang masih menganggap Islam sebagai ancaman serius bagi bangsa eropa.
Meskipun sudah banyak sosok-sosok insider yang bersuara mengenai islamphobia, seperti buku berjudul Berjalan diatas Cahaya (2013) karya Hanum Salsabiela Rais yang didalamnya membahas betapa Islamophobia sangat mempengaruhi pandangan Barat terhadap Islam pasca teror 9/11 (serangan udara 9 September 2001 pada menara kembar WTC New York). Dan juga ilmuwan-ilmuwan muslim yang menggabungkan studi Islam dari perspektif outsider dan insider seperti tulisan Women in Islam (1982) karya Azizah Al-Hibri dan juga Muslim Woman (1984) karya Freda Hussain yang membahas peran wanita dewasa ini (feminisme) dan lain sebagainya ternyata masih juga menjadikan Islam sebagai ancaman bagi beberapa orang. Diharapkan dengan adanya fenomena-fenomena ini, akan makin banyak ilmuwan muslim yang masih tertidur sehingga tergugah dan bangun agar dapat memahamkan seluruh manusia betapa Islam adalah agama yang Rahmatan lil 'Alamin bagi semua umat di dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H