Agama islam mengatur segala jenis muamalah manusia secara menyeluruh termasuk kebutuhan manusia terhadap manusia lainnya. Oleh karena hal tersebut, hubungan sosial antar manusia yang mencakup muamalah seperti transaksi jual beli maupun sewa menyewa serta transaksi lain tidak terlepas dari kebutuhan terhadap orang lain. Dalam mempercepat perputaran ekonomi berupa perputaran modal tak jarang diberlakukannya hutang piutang antara sesama manusia, dalam traansaksi ini terdapat kendala dalam menyelesaikan hutang tersebut berupa kesusahan dalam membayar hutangnya maka hiwalah merupakan salah saatu alternatif dalam penyelesaian masalah tersebut. Seperti yang telah ada di produk perbangkan syariah, hiwalah dapat digunakan pada antar individu maupun antar kelompok dalam menyelesaikan masalah hutang piutang. Dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang hiwalah dalam penerapan di perbaankan syariah.
DEFINISI HIWALAH
Hiwalah berasal dari bahasa arab al intiqal yang berarti memindahkan, dan menurut istilah hiwalah merupakan akad perpindahan hutang pada pihak pertama kepada pihak kedua dalam taanggungan pelunasannya. Beberapa ulama berbeda pendapat tentang mendefiniskan hiwalah, menurut Mazhab Hanafi bahwa hiwalah merupakan akad perpindahan penanggungan hutang pada pihak penghutang pertama terhadap pihak kedua atas dasar rela dalam penanggungan hutang tersebut.
Hiwalah juga merupakan pemindahan hak dan kewajiban dalam hutang piutang dari satu orang kepada orang lain yang masuk kedalam pemindahan hutang tersebut. Sebagaimana yang tertera pada kaidah fiqiah tentang pemindahan hutang piutang sebagai berikut:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ، فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتَّبِعْ
Artinya :“Menunda-nunda pembayaran utang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman. Maka, jika seseorang di antara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihawalahkan) kepada pihak yang mampu, terimalah” (HR. Bukhari). Kaidah diatas menunjukan anjuran apabila pihak pertama yang memiliki hutang tidak mampu dalam membayar hutangnya maka diperbolehkan memindahkan kewajiban membayar hutang tersebut kepada pihak kedua yang mampu dalam membayar hutang piutang tersebut.
RUKUN HIWALAH
- Mazhab Hanafi menyebutkan bahwa diperbolehkan akad hiwalah dengan rukun ijab yang dilakukan oleh pihak pertama penanggung kewajiban hutang dan qobul terhadap pihak kedua dalam pemindahan kewajiban hutang piutang.
- Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali menyebutkan terdapat enam rukun dalam akad hiwalah yaitu ; pihak pertama sebagai orang yang berhutang, pihak kedua yakni orang yaang berpiutang, pihak ketiga yakni orang yang dibebani pemindahan hutaang piutang, adanya hutang pihak pertama terhadap pihak kedua, adanya hutang pihak ketiga kepada pihak pertama, adanya pernyataan hiwalah.
BERAKHIRNYA AKAD HIWALAH
- Akad hiwalah berakhir apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
- Terbatalnya akad oleh salah satu pihak sebelum akad tersebut berlaku secara tepat
- Pihak kedua atau orang berpiutang melunasi hutang yang dialihkan tersebut
- Orang berpiutang meninggal dunia, sedangkan orang yang menanggung pemindahan hutang piutang merupakan ahli waris yang mewarisi harta orang berpiutang tersebut.
- Pihak ketiga atau orag yang menanggung pemindahan hutang piutang menghibahkan hartanya kepada orang yang berpiutang.
- Orang yang berpiutang membebaskan kewajiban membayar utang orang yang dialihkan.
- Mazhab Hanafi berpendapat bahwa apabila pihak ketiga mengalami kebangkrutan atau wafat dalam keadaan bangkrut maka hak orang yang berpiutang tidak dapat dipenuhi. Sedangkan menurut ulama selainnya bahwa selama akad berlaku maka tetap dilaksanakan meskipun dalam keadaan bangkrut.
IMPLEMENTASI PADA LEMBAGA KEUANGAN
- Contoh hiwalah al Muqayyadah, dimana perpindahan tanggung jawab pembayaran utang dilakukan oleh pihak pertama kepada pihak kedua. Ilustasi contoh hiwalah al muqayyadah sebagai berikut: pihak pertama meminjam uang B sebesar Rp 1.000.000. Di sisi lain, pihak kedua juga memiliki utang kepada pihak ketiga sebesar Rp 1.000.000. Hiwalah al muqayyadah terjadi apabila pihak kedua mengalihkan pembayaran kepada pihak pertama yang memiliki hutang atas dirinya pada pihak ketiga. Jadi pihak pertama membayarkan hutang RP 1.000.000 kepada pihak ketiga.
- Contoh pada hiwalah al Mutlaqoh, dimana pihak pertama berutang kendaraan kepada leasing. Lalu pihak pertama mengalihkan utangnya kepada pihak ketiga, sehingga pihak ketiga yang membayar cicilan kendaraan tersebut. Hiwalah al muthlaqah terjadi di saat pihak ketiga membayar cicilan tersebut tanpa pihak pertama menegaskan pengalihan utang yang dilakukannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H