Mohon tunggu...
Marzuki Sagala
Marzuki Sagala Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ganti Rugi Immateril Maskapai

3 Agustus 2016   08:48 Diperbarui: 3 Agustus 2016   09:06 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.linatatour.co.id


"Pelayanan perusahaan maskapai penerbangan merupakan salah satu daya tarik bagi pengguna penerbangan (konsumen) dalam memilih maskapai dalam berpergian karena dengan baikn-ya pelayanan yang diberikan maka ada rasa kepuasan bagi konsumen yang menggunakan maskapai tersebut".

Konsumen dalam menggunakan jasa yang diberikan oleh penjual jasa  penerbangan (maskapai) akan merasakan lebih dilayani jika pelaku usaha tersebut memberikan penjelasan yang jelas mengenai informasi terhadap jasa yang ditawarkan karena pada saat adanya informasi yang jujur dan baik tersebut maka disitulah terletak kedekatan antara konsumen dan perusahaan penjual jasa (maskapai).

Namun terdapat kendala apabila pihak perusahaan maskapai tersebut selaku pihak yang menjual jasa penerbangan kepada konsumen tidak memberikan informasi yang jujur mengenai pelayanan yang diberikannya atas adanya penundaan waktu (delay) terhadap jadwal penerbangan yang mengakibatkan hubungan kepercayaan konsumen terhadap pihak penyedia jasa dapat tidak terjaga dengan baik (putus).

Konsumen dalam menggunakan jasa penerbangan terutama mereka yang memiliki jadwal dan kesibukan masing-masing terkadang memiliki kendala besar apabila penyesuaian waktu keberangkatan dengan sampainya ketujuan terkendala dengan adanya delay pesawat dan menyadari bahwa aktivitas yang tergangu karana delaydapat mengurangi pendapatan kita dalam pekerjaan dan target kerja kita sehingga kita mengalami kerugian.

Namum dalam kenyataan yang kita alami pihak maskapai sering menghiraukan pemberian informasi kepada konsumen atas keterlamabatan dan peneyampaian inforamasi keterlambatan tidak disampaikan dengan adanya rasa bersalah dalam menempati janji  penerbangan yang mereka sediakan pada saat jam yang kita pesan, membuat konsumen merasa  marah atas pemeberian informasi yang diberikan tidak dengan sepenuh hati atas kesalahan mereka.

Konsumen juga manusia yang sejatinya tidak terlepas dari emosional dan amarah yang dapat keluar karena kecemasan dan kekecewan konsumen yang diakibatkan prilaku pihak maskapai yang tidak prihatin atas terjadinya delay pesawat tersebut yang jauh  melebihi dari waktu yang dijanjikan oleh pihak masakapai.

Pertangungjawaban Materil Maskapai

Pemebrian ganti rugi atas keterlamabatan penerbangan merupakan tanggung jawab pihak maskapai hal ini diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan dan diperjelas dalam pasal 146 yang menyatakan pengangkutan bertanggungjawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkutan dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.

Yang dalam hal ini apabila pihak maskapai dapat membuktikan bahwa keterlambatan pengangkutan tersebut disebabkan adanya faktor cuaca yang antara lain hujan lebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang dibawah minimal, atau kecepatan angin yang melampaui satandart maksimal yang menggangu keselamatan penerbangan dan juga berupa ganguan teknis operasional dalam hal ini bandara operasional tujuan tidak dapat digunakan, lingkungan menuju bandara atau landasan tergangu fungsinya misalnya retak, banjir atau kebakaran, terjadinya antiran lepas landas (take off) dan mendarat (landing) atau alokasi waktu keberangkatan (depature slot time) di bandara dan keterlamabatan pengisian bahan bakar tidak merupakan tanggung jawab pihak maskapai hal ini diatur dan hal ini diatur secara defenitif dalam pasal 13 peraturan mentri perhubungan nomor PM 77 tahun 2011 tentang tanggung jawab pengangkutan udara.

Pemberian tanggung jawab berupa ganti rugi terhadap konsumen diatur lebih jelas dalam ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 77 tahun 2011 tentang tanggung jawab pengangkutan udara dalam pasal 1 angka 3 yang menyatakan bahwa tanggung jawab pengangkutan adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk menggantikan kerugian yang diderita oleh penumpang dan atau pengirim barang.

Dan pemberian tangggung tanggungjawab pengangkutan tersebut wajib dilakukan oleh pihak maskapai yang mengoperasikan atas kerugian yang diderita konsumen dengan jenis tanggung jawab apabila, penumpang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka, hilang atau rusaknya bagasi kabin, hilang musnah, atau rusaknya bagasi tercacat, hilang atau rusaknya bagasi kargo, keterlambatan angkutan udara, kerugian yang diderita pihak ketiga.

Pemberian ganti rugi yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 77 tahun 2011 merupakan ganti rugi berupa uang yang dibayarkan atau sebagai pengganti atas suatu kerugian yang dialami oleh konsumen yang mana dalam hal ini terdiri dari tiga kata gori keterlamabatan yang diberikan ganti rugi antara lain;

 Pertama. Keterlambatan penerbangan (Flight delayed) apabial lebih dari 4 (empat) jam maka akan diberikan ganti rugi  sebesar Rp.300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) perpenumpang dan apabila pengangkutan menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan akhir penumpang (re-routing) maskapai wajib menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau transportasi lain sampai ketempat tujuan dan apabila tidak ada modal transportasi selain angkutan udara maka atas kerugian  tersebut diberikan 50 % dari pemberian ganti kerugian sebesar Rp.300.000 (tiga ratus ribu rupiah) dan juga apabila terdapat pengalihan penerbangan kemaskapai lain maka konsumen dibebaskan dari biaya tamabahan, termasuk biaya peningkatan pelayanan (up grandingclass) atau penurunan kelas atau sub kelas pelayanan maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan tiket yang dibeli.

Kedua.Tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kepasitas pesawat udara (denied boarding passanger) maka pengangkutan bertanggung jawab atas ganti rugi pengalihan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan, dan memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi yang apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan.

Ketiga. Pembatalan penerbangan (cancelation of fight) terhadap keterlamabatan penerbangan dengan perubahan jadwal maka pengangkutan berkewajiban memberitahukan kepada penumpang paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan penerbangan dan pengangkutan wajib mengembalikan seluruh uang tiket yang telah dibayarkan oleh penumpang. Apabila melawati 7 (tujuh) hari dengan waktu yang ditetapkan maka pemberian ganti rugi diberikan sebasar Rp.300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) dan juga apabila terdapat pengalihan penerbangan kemaskapai lain maka konsumen dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk biaya  peningkatan pelayanan (up grandingclass) atau penurunan kelas atau sub kelas pelayanan maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan tiket yang digantikan.

Ganti Rugi Immateril

Pemberian ganti rugi yang merupakan tanggung jawab dari pihak maskapai selaku pelaku usaha yang merupakan pertanggung jawaban yang wajib dalam ketentuan undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang konsumen yang nilai pertanggung jawaban delayatas penerbagan yang dialami oleh konsumen tersubut merupakan pertanggungjawaban yang besarnya kerugian tersebut sebesar nilai materi yang dapat diberikan oleh pelaku usaha tersebut atas kerugian dengan penghitungan nilai nominal kerugian atas keterlambatan bukan berdasarkan kerugian yang dialami oleh konsumen atas delaypenerbangan yang mengakibatkan kerugian bagi konsumen secara immateril.

Kerugian immateril yang dimaksud disini yaitu kerugian atas manfaat yang kemungkinan akan diterima oleh konsumen dikemudian hari atau kerugian dari kehilangan keuntungan yang mungkin diterima oleh konsumen dikemudian hari atas keterlambatan yang dialami oleh konsumen menuju tempat pekerjaan atau tempat tujuannya yang mengakibatkan konsumen mengalami kerugian.

Kerugian immateril ini didasari bahwa  maskapai telah melakukan perbuatan melawan hukum yang didasarkan pada pasal 1365 KUHPerdata  yang menyatakan tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian tersebut dengan didasarkan bahwa perbutan dari pada pihak maskapai tersebut telah bertentangan dengan kewajiban hukum yaitu untuk melakukan pengangkutan.

Keterlambatan penerbangan yang dilakukan oleh pihak maskapai penerbangan telah melanggar hak subjektif dari pada kosumen yang diikat melalui perjanjian penerbangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Perhubungan PM No.77 tahun 2011 tentang tanggung jawab pengangkutan udara dalam peraturan ini telah menyatakan bahwa tiket merupakan bukti adanya perjanjian angkutan udara antara penumpang dan pengangkut dan hak penumpang untuk diangkut menggunakan pesawat udara.

Keterlambatan penumpang yang mengakibatkan kerugian bagi yang akan diangkut tersebut yang mana konsumen yang dirugiakan tersebut lebih dari satu orang sehingga dalam hal ini secara kesusilaan atas perjanjian dari pada konsumen dan pihak maskapai tersebut telah melanggar etik kesusilaan dan apabila terjadi pembatalan sepihak yang dilakukan pihak maskapai maka dengan hal itu telah melanggar kepatutan hukum yang dapat merugikan konsumen yang mengguanakan jasa penerbangan tersebut.

Pemberian ganti rugi atas keterlambatan (delay) memang hanya sebatas pemberian ganti rugi materi yang merupakan kerugian yang nyata yang diderita oleh konsumen itu sendiri dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 77 tahun 2011 tentang tanggung jawab pengangkutan udara memang hanya mengatur penggantian secara materil tetapi atas peristiwa yang merupkan kerugian yang akan kemungkinan akan kita alami nantinya.

Apabila belum sepenuhnya dapat diberikan oleh piahak maskapai dan untuk memperoleh kerugian immateril tersebut kita juga harus menyelesaikan permasalahan tersebut lewat pengadilan dengan dalil-dalili yang dapat dibuktikan dalam gugatan dan hakim dalam memutus perkara perdata tersebut harus juga berdasarkan prinsip ex aquo et bono,juga kerugian immateril atas terjadinya delay pesawat tersebut pernah dikabulkan oleh Hakim Mahkamah Agung dan menjadi yurisprudensi dengan putusan nomor  1391 K/Pdt/2011 yang memenangkan Hastjarji Boedi Wibowo yang melawan PT. Indonesia Air Asia.

Untuk itulah konsumen yang mangalami kerugian atas jasa penerbangan yang mengalami penundaan penerbangan (delay) perlu untuk meminta kerugian immaterilnya dan bukan hanya kerugian materil didasarkan karena akibat dari delay tersebut kita telah mengalami kerugian yang melipat ganda dan untuk itu pihak masakapaipun agar tidak sewena-wena dan tampa alasan atau informasi yang jelas melakukan delay yang dapat merusak industri penerbangan dalam negeri dan merusak kepercayaan konsumen. 

***

Penulis merupakan Anggota DPC PERMAHI Medan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun