Pada kasus seorang wanita berinisial EN (27) di Kota Palopo, Sulawesi Selatan (Sulsel) ditangkap polisi karena tega menganiaya anak tirinya yang masih berumur 2 tahun, akibat tindakannya bayi tersebut mengalami retak tulang pada tangan kanannya, cedera pada beberapa bagian tubuh lainnya serta korban juga mengalami pendarahan di bagian bibir dan kepalanya. Berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata wanita berinisial EN melakukan hal itu  dengan alasan agar anaknya berhenti rewel. Penganiayaan pada anak merupakan suatu perbuatan tercela, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti seseorang hingga terluka entah itu fisik maupun mental. Faktor pemicu terjadinya penganiayaan pada anak dapat berasal dari ketidakstabilan ekonomi, masalah kejiwaan orang tua, atau lingkungan yang penuh tekanan.  Atas perbuatannya tersebut, EN dikenakan pasal 80 Ayat (2), (4) Jo 76 C undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2014 kekerasan dan perlindungan anak di bawah umur. Pelaku terancam hukuman 5 tahun penjara.
Anak-anak yang masih berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan sekitar, dan tindakan kekerasan dapat berdampak serius terhadap kesehatan fisik dan psikologis mereka. Kasus ini dapat dikaitkan dengan materi Perkembangan Anak Usia Dini (AUD) yaitu, Teori Perkembangan Psikososial (Erik Erikson) tentang "Autonomi vs Ragu" pada tahap tersebut anak sedang mengembangkan rasa otonomi dan percaya diri, Jika anak mengalami gangguan terutama dari figure otoritas atau figure perhatian seperti ibu tiri, hal tersebut dapat menghambat perkembangan otonomi dan kepercayaan dirinya. Penganiayaan dapat menimbulkan rasa ragu pada anak dalam eksplorasi lingkungan serta kepercayaannya terhadap orang dewasa, hal tersebut juga dapat memiliki dampak jangka panjang terhadap kesejahteraan psikologis  dan emosionalnya.Â
Selain itu juga mempengaruhi cara mereka membangun hubungan sosial dan memandang diri mereka sendiri dalam konteks masyarakat. Kasus tersebut juga bisa dikaitan lagi dengan materi  "Sisi negatif perkembangan motorik anak usia dini (refleks dan distonia)", di mana anak yang telah dianiaya bisa saja mengalami gangguan pada perkembangan tubuhnya seperti, ketidakseimbangan pada tubuh. Bahayanya lagi jika gangguan tersebut masih terus berlanjut apabila anak sudah dewasa, hal tersebut bisa menghambat atau menganggu kehidupan sehari-harinya, seperti pada pendidikan sekolahnya.Â
Nah, adapun beberapa solusi yang bisa ditawarkan untuk mengatasi kasus penganiayaan diatas yaitu penyuluhan pendidikan tentang dampak menganiaya anak di bawah umur serta memberi hukuman yang telah ditetapkan oleh negara, hal ini dapat membantu ibu tiri menyadari konsekuensi perbuatannya. Kemudian solusi selanjutnya adalah memberikan dukungan psikologis kepada ibu tiri bertujuan agar bisa membantu mengatasi masalah emosional atau psikologis yang mungkin mendukung perilakunya, terapi keluarga atau konseling individu juga bisa menjadi solusi efektif. Solusi ketiga yaitu, melibatkan lembaga-lembaga sosial dan hukum untuk menjaga serta menilai situasi rumah tangga dapat memberikan perlindungan yang aman bagi anak. Kemudian yang terakhir adalah memberikan pelatihan atau pendidikan keterampilan pengasuhan kepada ibu tiri tujuannya agar dapat membantu memperbaiki hubungan dengan anak Keberlanjutan kasus semacam ini menuntut perhatian serius dari pihak yang berwenang, masyarakat, dan lembaga perlindungan anak untuk mengambil langkah-langkah yang tegas guna melindungi hak dan masa depan generasi penerus.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H