Apa yang kita tanam itulah yang kita tuai. Adakalanya bencana alam diposisikan sebagai ujian, terkadang sebagai teguran juga sebagai azab. Mengapa demikian posisi bencana alam? Padahal bila kita lihat memang hidup dengan alam tidak luput dari bencana alam, baik banjir, longsor, gempa bumi, angin kencang dan lain sebagainya.Â
Tetapi kita tidak boleh menutup mata dan hati atas apa yang sudah dilakukan manusia. Memang tidak bisa kita nafikkan bahwa bencana tidak bisa kita prediksi, tetapi bencana yang hadir juga tidak dengan tiba masa tiba akal. NTB khususnya di Bima sedang tren di kalangan petani menanam jagung. Karena dengan bertani jagung hasilnya terlihat banyak dibandingkan dengan menanam palawija yang lain. Dengan iming-iming pemerintah yang menaikkan harga jagung dan pemberian bibit gratis sehingga petani berbondong-bondong melakukan penggundulan hutan secara masif.
Konteks menanam jagung harus cukup air dan sinar matahari untuk berfotosintesis. Juga tidak harus ditanam di sawah, tetapi di gunung juga sama baik pertumbuhannya dengan yang ditanam di sawah. Hari ini kita bisa melihat bagaimana situasi dan kondisi gunung yang ada di Bima Dompu saat ini sudah seperti kepala botak. Sebelumnya hutan dan gunung yang ada di Bima Dompu rimbun dengan pohon-pohon besar yang sedianya menyerap air hujan sehingga air tersebut tidak langsung ke hilir (perkampungan masyarakat). Tetapi kini sudah tidak bisa kita hindari lagi bahwa air hujan yang dari gunung akan lansung ke pemukiman masyarakat.
Jumat tanggal 2 April 2021 kemarin Kabupaten Bima dilanda banjir bandang yang tersebar di 5 kecamatan yakni Monta, Woha, Palibelo, Bolo dan Madapangga. Memakan korban jiwa, ternak dan tempat tinggal warga. Beberapa rumah hanyut terbawa banjir, begitu juga dengan ternak seperti sapi dan lainnya. Banjir tersebut disebabkan hujan yang terus turun dengan intensitas tinggi. Bahkan institusi pendidikan dan pemerintah tak luput dari terpaan banjir.
Begitu juga dengan NTT, selang beberapa hari terjadi banjir bandang yang lebih dahsyat dengan memakan korban jiwa yang cukup banyak. Belum lagi rumah dan institusi yang rusak dan hanyut. banjir di NTT disertai dengan angin kencang sehingga menghancurkan atap rumah warga dan perkantoran. Universitas Muhammadiyah Kupang adalah salah satu contoh yang menjadi korban angin kencang di NTT. Bencana dua propinsi ini merupakan bencana nasional. Pemerintah tidak boleh menutup mata dan telinga atas insiden ini, karena masyarakat NTB dan NTT juga warga negara Indonesia. Tidak boleh ada pengecualian dalam hukum. Semoga saudara kita yang menjadi korban diberi ketabahan dan kesabaran, dan pemerintah segera turun tangan untuk memberi bantuan kepada saudara-saudara kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H