Hi Dee, apa kabar? Semoga kamu tak bosan dengan pertanyaan kliseku. Dan seperti biasa, kamu tak bosan untuk menjawab 'baik'. Semacam jalan pembuka percakapan untuk ngobrol lebih jauh. Ngobrol denganmu selalu menyenangkan entah mengapa. Dan aku selalu menunggu momen itu datang.
Seperti saat ini, secara tak sengaja kita bertemu pada sisi perpustakaan. Kini kau ada dihadapanku. Mungkin bagiku dan bagimu hanyalah sebuah kebetulan pertemuan ini. Tapi bagi Tuhan tidak ada yang kebetulan yang terjadi. Setiap awal pertemuan pun aku tak pernah bosan untuk menyapamu duluan. Sejujurnya pikiran dan Hati ini deg degan apa yang harus aku tanyakan selanjutnya ketika bertemu denganmu, namun kau membuatnya mengalir begitu saja sehingga tak sadar kita semakin asik berbincang dan mengambil tempat memandang indahnya pemandangan luar perpustakaan yang dihiasi oleh tetesan air hujan membasahi kaca.
Hari ini masih menjadi hari lalu. Layaknya fikiranku yang menjadi semakin delusional mengingat pertemuan indahku padamu. Aku masih di perpustakaan ini, dan duduk di bangku yang sama saat pertama kita bertemu. Merasakan hujan dan keindahan semu. Masih erat dalam bayanganku akan jawabanmu. Sebagai permulaan perkataanmu padaku. Dee, ku tarik regang keindahan senyummu, bagaimana mungkin kulanjutkan hidupku dengan membunuh kisahmu dalam sanubariku?
Selesai sudah lamunan indah ku, suara gaduh anjing tetangga membuat ku tak bisa berpikir dengan baik! novel ini tampaknya tak akan pernah selesai ku tulis, lebih baik seduh kopi dan nyalakan rokok menikmati sejuknya pagi, peduli setan dengan deathline yang mendekat
Tapi entahlah Dee, rupanya di pagi yang dingin dan bekas hujan yang masih membekas di jendela pun enggan kutepis. Bayanganmu, senyummu, marahmu, segala tentangmu terlalu gaduh di kepala. Rokok yang kusesap rasanya hampa. Kopi yang kuseruput tak ada rasa meski jelas kuseduh tanpa gula. Kau ingin kubunuh seperti apa dalam benak ini?
Semakin keras kucoba membunuhmu, mengeyahkanmu dari benakku. Semakin deras aliran memori tentangmu menghujam sukmaku.
Sekali, dua kali, tiga kali. Aku tak tahan lagi. Enyahlah kau!
Kini kucoba menenggak cangkir kopi kelimaku malam ini. Aku mencoba berdamai denganmu.
Kutinggalkan novelku, kuambil alat lulisku dan kanvas, kugambar semua tentangmu. Parasmu, rona wajahmu, tatapanmu yang selalu membuatku takjub, jari jemarimu yang lembut, pipimu yang tirus, hidungmu yang bangir, oh semuanya yang selalu tampak sempurna.
Hari ini kuputuskan untuk pergi sejauh-jauhnya dari daratan yang mengingatkanku padamu. Kunaiki kapal yang merapat di bibir dramaga. Kapal melaju membawa ribuan manusia untuk menyebrang lautan. Tak terasa air hujan deras membungkus lautan. Petir saling menyambar membuat terang sejenak pemandangan buram. Disusul gledek yang memekakan gendang telinga... Dee, sampai kapan kau tetap bersemayam di sel-sel memori otakku? Sampai kapan?
"Hai, Zakky. Sebuah kebetulan!"
Suara nyaring dan merdu itu tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Aku tertegun demi melihat wajah seseorang di depanku. Dee?! Bagaimana mungkin?? Sudah beberapa pekan ini aku berusaha untuk menjauhinya, membunuh memori tentangnya, mengapa ia justru muncul di saat hati ini masih belum sempurna melupakannya?
"I...i...iya, halo Dee," aku menjawab semampuku. Bodoh! Jawaban macam apa itu! Lalu di benakku berkecamuk puluhan pertanyaan untuknya. Takdir Tuhan terkadang memang membingungkan. Bagaimana mungkin sosok yang selama ini memenuhi kepalaku bisa hadir di depanku, tepat saat aku berusaha untuk menghapus bayangnya? Satu menit berlalu, aku tersadar bahwa dia sedang menikmati kegagapanku. Lalu, kuberanikan diri untuk bertanya "Kamu ngapain disini?"
Kamu hanya tersenyum, ah ini dia senjata ampuhmu yang membuatku sulit untuk melancarkan pertanyaan lain. Kupandangi lekat-lekat dirimu, dan ku terhenti pada jari manismu. Ada benda berkilauan disana, kemudian pikiranku menerawang jauh. "yem ?" aku tersentak dari lamunanku.
"Zakkiyem, kamu sudah makan?"
Aku menggeleng. Kupandangi jari manisnya lagi sekilas, lalu mencari jawaban pada matanya. Tapi yang ada hanya samudera yang membuatku tenggelam sekali lagi.
"Aku baru mau ke kafe di dek sana. Yuk."
Gerakan tangannya menghipnotisku hingga tanpa sadar mengikuti punggungnya menuju dek. Aku menghela nafas. Sejak kapan aku menjadi begini lemah? Mungkin, bahkan sejak pertama kali mengenalnya?
Aku harus melawan kelemahan ini. Cukup sudah hidup mendayu dayu bak kucin dan melayu. Aku pun berpindah haluan. Kuikuti punggung yang lain. Dan.."krekk", kudengar bunyi seperti kayu patah dari bagian bawah kapal. Genangan air pun juga mulai tampak di sisi kiriku. "Byaar!!!", tiba tiba ombak besar menghantam kapal.
"Tak mungkin ini terjadi," pikirku panik. "Ataukah aku hanya bermimpi?" Kucoba untuk mencubit lenganku..memang sakiitnya tuh di lengan.."Astaga! Kenapa ini menimpaku". Pikiranku berkecamuk. Aku diantara bingung, resah, dan tak tahu harus berbuat apa. Jantungku berdegup kencang. Tubuhku serasa dingin. Mataku nanar melihat kepanikan di sekeliling yang menjadi chaos..orang-orang berlari ke sembarang arah. Dalam kebingunganku segera aku berlari ke arah kanan kapal..tiba-tiba sebuah tangan menggamit lenganku. "Ayo kesini."
Tak lama kemudian aku sadar, bahwa yang menggamit lenganku adalah Dee.
Sekali lagi ombak besar menghantam kapal, untuk sesaat membuat kapal limbung.
Byur! Maka terbalik lah kapal, dan tenggelam lah semua isinya.
Maut seolah sudah di depan mata. Kalau pun hari ini adalah hari terakhirku.. biar saja.Aku pasrah, biar sekalian hidupku tak lagi mendayu bak kucin dan melayu.
Mataku terjaga ketika tubuh telah berpeluk air lautan. "dimana ini?" tanya ku pada benak. "Apakah ku sudah mati?"
Dalam kesadaran ku yang menipis. Seseorang yang remang-remang dalam pandangku menarik ku. Aku pun memejamkan mata tak sadarkan diri.
Sesaat sebelum tak sdarkan diri. Terlihat sekelompok orang berbadan tegap dengan rompi pelampung dibadannya. Trlihat raut wajah cemas diwajah mereka. "Ayo cepat angkat ia dari air" teriak salah seorang dari mereka.
Itu adalah kalimat terakhir yang kuingat sebelum segalanya menjadi gelap dan dingin.
Bau bangir meruak di hidungku saat aku mulai mendengar sayup sayup suara suara gaduh. Teriakan, makian, dan.. tawa..?
Ah. Kepalaku pening sekali. Di mana aku? Apa yang terjadi? Pelan pelan aku membuka kedua mataku.
Aku terhenyak menatap pemandangan di sekitarku. Ruangan seperti sebuah barak raksasa menyelimutiku. Lelaki dengan tangan kail berkeliaran di mana mana. Botol botol minuman keras kosong berserakan, koin koin emas berhamburan di antara tong-tong terguking dan peti-peti setengah-terbuka di sekitarku. Jantungku berdegup kencang. Apa yang sebenarnya terjadi?
Ingatan terakhirku adalah kapal yang karam dan dee yang menggamit lenganku.
Dee..? Di mana dia..? Apakah ia baik baik saja..? Mendadak aku merasa seperti menemukan energi. Aku hendak bangkit: mencari Dee. Namun.. aw!
Aku baru sadar. Ternyata tangan dan kakiku dalam kondisi terikat!
"Aaaak kau sudah sadar? Ssssst jangan banyak bergerak!"
Tiba-tiba aku mendengar bisikan parau dari atas kepalaku. Aku tak bisa melihat siapa yang berbicara padaku.
Ah sial, Dee kau dimana sekarang!
Aku mencoba meronta-ronta melepaskan diri.
"Ku bilang diam,diam,diam. Aaak jangan bergerak!"
Lagi-lagi suara parau itu menyuruhku diam.
Otak dan tubuhku sudah tidak sinkron. Tubuhku ingin lepas dari jeratan ikatan ini, tapi otakku menyuruhku diam menuruti perkataan si parau.
"Pura-puralah mati, pejamkan matamu!"
Aku tak punya pilihan lain selain mengikuti saran si parau.
"Awww, sakit!"
Aku berteriak pelan saat merasakan ada sesuatu yang menusuk-nusuk tanganku yg terikat.
"Tenang, aku sedang mencoba melepaskanmu! Sebelum para perompak itu sadar!"
Saat si Parau mencoba melepaskan ikatan tanganku, tanpa sengaja aku memegang alat yang dia pakai .
"Hmmfffhh fhei fhei fhlepaskan ffharuhku!"
Paruh?
Aku terkejut!!! Seketika aku menengok ke belakang.
Seekor burung beo? Mencoba menyelamatkanku? Apa-apan ini?
Sejenak aku menghela nafas.."shh..shh.sshh.." tiba tiba di bawah badanku terasa dingin,terasa seperti dinginnya es.
Kemudian aku melirik ke bawah ternyata ada sedikit lubang..terus aku pandangi..
"Air...air..air laut"
Aku berfikir keras, antara membobol kayu ini atau meraih bantuan beo itu. Stt..sttt ada angin dari bawah tubuhku kembali cuma kali ini bau menyengat..apalagi ini?
Apa boleh buat, aku hanya menunggu si beo selesai mematuk-matuk semacam akar kasar yang dijadikan pengikat oleh para perompak entah siapa. toh aku sudah tidak punya banyak tenaga untuk meronta.
Dari sudut mentari, mungkin sudah lewat jam 10 pagi. namanya juga di laut, tidak ada yg perlu diburu. Buru-buru cuma keperluan orang kota. aku melirik ke kanan dan kiri, bau menyengat itu ternyata dari drum-drum berisi cairan hijau kelabu di dek bawah. "ah, beo ini lama sekali." Tentu aku mengucapkannya dalam hati. untung ada yg bantu. saat tak bisa apa-apa begini biasanya aku akan mengingat Dee. Tapi entahlah, mungkin bau menyengat ini candu peringan masa lalu. kesadaranku mulai pulih sempurna. oh, pantesan beo itu lama sekali. hasil patukannya dimakannya pula. beo makan akar? entah apa bahan pembuat pengikat ini. Karena bosan, akupun mencoba tidur.
Aku menundukkan kepala dan memejamkan mata, lalu semua gelap. Gelap. Hanya aku dan kamu dalam mimpiku yang dibingkai rindu.
Dalam mimpiku kita sedang berdiri di bawah hujan. Tapi aneh, hujan di sini berbeda. Di kotaku hujan tersusun dari rintik air. Di sini hujan dibarengi kenangan.
Di kotaku rasanya hujan hanya dingin. Disini rasanya dingin, dan menusuk.
Zzzzzzduaz..terdengar suara ombak menggelegar memacu andrenalinku..perahu terasa bergoyang,kepala mulai kembali terasa pening,aku mual...
Hoa...hoa..diuuutz....
Aku muntah...tak kuat menahan goyangan ombak ini
Samar ku dengar sayup-sayup suara ombak, halilintar, teriakan para perompak dan si beo.
BRUAAAKK!
Kepala zakiyem menghantam drum-drum cairan hijau.
Zakiyem kembali tak sadarkan diri.
***
Saat terbangun zakiyem berada ditengah lautan yg tenang dan luas, terapung-apung diatas kemudi kapal.
"Aku dimana? Dengan siapa? Sekarang harus berbuat apa?"
Sambil mengerjap ngerjap linglung, aku berusaha mengumpulkan nyawa dan memahami apa yang sesungguhnya terjadi.
Sungguh, aku tak mengerti! Apa-apaan ini! Dua kali sudah aku tak sadarkan diri dan terbangun di tempat yang berbeda-beda. Argh. Kepalaku pening. Entah karena terbentur, terpukul, terlalu banyak pingsan, atau karena logikaku mulai bermetamorfosa menjadi kata gila.
Perlahan, aku meraba kepala, sembari mengingat ingat apa yang sesungguhnya terjadi.
Dee, hujan, kopi, kapal, cafe, cincin, kapal karam, bajak laut, beo yang bisa berbicara dan memakan akar, lalu drum drum berasa cairan hijau, dan sekarang aku berada di tengah laut seorang diri..
Aku masih berusaha mencerna semuanya ketika tiba tiba aku merasakan sesuatu cairan lengket yang melekat di kepalaku yang berdenyut nyeri Jangan jangan.. darah..?
Dengan was was aku mendekatkan tanganku ke depan mata, dan mendapati cairan hijau menyala melekat di jemariku.
"Ah, kau sudah bangun rupanya. Kau mau kubuatkan apa? Secangkir kopi atau segelas teh hangat..?"
Seorang wanita berparas ayu dengan rambut berwarna kayu mengagetkanku dari buritan kapal.
Aku terpana. Dia.. ah, tak bisa kuungkapkan dengan kata kata.
"jadi, mau kopi atau teh..?" Wanita itu bertanya kembali dengan lesung di pipi.
"emm...," aku mengerjap sejenak, berusaha kembali waspada. bisa jadi semua ini hanyalah konspirasi tingkat tinggi. "di mana saya? Anda siapa? Apa yang sesungguhnya terjadi..?"
"Ah ya, aku tahu kau pasti bingung.. begini zack.." wanita itu mendekat beberapa langkah, dan membuatku refleks mundur dan menabrak kemudi.
"kau terjebak dalam limbo."
Akupun mencoba pergi beranjak dari wanita itu, tapi entah kenapa ada sesuatu yg terbesit dan menyeruak di relung hati ku. Setiap kupejam kan mata wajahnya selalu terbayang.
Siapa. .. Siapa gadis itu "teriak ku dalam hati". Dan tiba2 rintik2 hjan pun mlai trun.
Aku tak tahu dimana ku bisa kembali melanjutkan perjalananku,aku tersesat di sini..
"Uhuk..uhuk..anak muda..sedang apa kau disana,siapa kamu?"terdengar suara seorang kakek dari arah belakang.
Aku terkejut..aku rasa mengenalnya,namun dimana..
Suara kakek itu, Suasana hati ini, hembusan angin ini.Aku terasa dejapu dengan keadaan ini, ini seperti pernah terjadi dalam hidupku. Dimana hal ini pernah terjadi? Atau hanya di mimpi?
"Heii.... Anak muda,apa kau tidak mendengar ku?" Pekik kakek tua itu memecahkan renunganku.
Aku tertegun menatap kakek itu, ya benar. Aku ingat. Aku pernah dalam posisi ini.
Kakek tua itu ternyata pernah menolongku saat aku pernah jatuh dan tak sadarkan diri. Yang kuingat waktu itu hujan turun dengan derasnya.Waktu itu aku hanya mengenal wajahnya tapi namanya tidak aku ingat. Memang tak pernah ia bicara lama denganku. Ia seperti malaikat tak bersayap, muncul saat aku membutuhkan bantuan. Dimanakah Dee? Aku mengingatnya lagi..Ah, andai ia ada disini, batinku dalam hati
"Anak muda. Kamu tampak lusuh," ujar si kakek memecah keheningan. "Aku tahu siapa kamu. Kamu butuh pertolongan," lanjut si kakek lalu mendekat dan membungkukkan badannya seolah handak membisikkan sesuatu padaku.
"Aku adalah masa depanmu. Wanita cantik tadi adalah anakmu. Para perompak yang kau temui adalah lawan bisnismu. Dan Dee adalah..". "Dorr!!",sebuah bunyi senapan terdengar mengarah ke arahku, dan "gubrak!", sang kakek roboh di depanku. Tembakan itu bersarang di kepalanya.
Belum selesai kakek tua itu menjawab semua keherananku,
ia sudah tak berdaya. Mungkin tak lama lagi ia akan bertemu malaikat maut.
Bagaimana bisa aku menyaksikan kematianku sendiri?
Aku bersembunyi di balik papan kayu yang cukup lebar. Sepertinya perompak itu masih akan terus menyerang.
Sebetulnya perompak itu mengincarku atau mengincar kakek itu? Ah..sebetulnya sama saja.
"Keluar kamu, " gelegar suara perompak itu semakin dekat. Dan papan yang kucoba andalkan pun terbuka.
"Kamu si..siapa? Apa ma..maumu?" terbata aku menatap ujung senapannya yang...hei, dia tak membidikkan senapannya padaku!
Orang yang kukira perompak itu tertawa terbahak hingga bisa kulihat seluruh isi mulutnya. Kukira akan ada barisan gigi kuning kehitaman di sana, tapi ternyata mulutnya sangat bersih dengan gigi putih yang rapi.
"Siapa aku, tanyamu?" tanyanya geli. Aku ragu, apakah nasibku akan berakhir baik kalau tertawa bersamanya? Jika aku bisa meminta semua rasa humor di dunia untuk menolongku tertawa, mungkin inilah saatnya.
Dia tersenyum menyeringai, sedikit meremehkan. Lututku yang mulai kokoh tiba-tiba melemas lagi.
"Aku adalah penyelamatmu, dari dia," tangannya menunjuk jasad si kakek, "dari ketakutanmu akan masa depan."
"Apa???" Aku tercekat. Bahkan suaraku pun nyaris tak terdengar disela tawanya yg terdengar menggelegar di ruang(an) yg hampa ini. Aku hampir tak yakin bahwa itu adalah tawa seorang manusia.
"Dari ekspresimu, aku bisa melihat ketidakpahamanmu akan situasi ini. Ha ha." Ujarnya sembari mencoba untuk berhenti tertawa. Kulihat ada air mata yg mengalir di wajahnya, dan jelas itu bukan air mata kesedihan. Aku hanya tertunduk malu, mengakui kebenaran tebakannya. Ingin rasanya kutenggak alkohol sebanyak mungkin, agar aku jatuh mabuk dan tak sadarkan diri. Tapi, apakah benda semacam itu ada ditempat seperti ini?
"Lalu, kau ini siapa? Atau lebih tepatnya, kau ini 'apa'??" Akhirnya, sebuah pertanyaan dapat mengalir lancar dari mulutku. "Hmm, begini Zak, ini agak rumit. Tapi aku akan menjelaskannya dengan singkat. Tapi sebelumnya, maukah kau memegang benda ini? Mungkin ini akan lebih berguna untukmu.."
Dia menyerahkan pistol itu padaku. Ya, pistol pembunuh tak bersalah itu. Sambil menerimanya, aku bertanya - tanya dalam hati, "sekarang, apa lagi????"
DORR!!! Bunyi pistol yang kupegang memekakkan telingaku. Aku tak paham, mengapa aku malah menembakkan pistol itu tepat di kepalaku?
Penglihatanku perlahan mulai kabur dan akhirnya semua gelap.
"Maaf, dokter. Saya tidak sengaja menjatuhkan gelas itu"
Suara seorang perempuan samar-samar kudengar. Aku mengenalnya. Dee.
"Oh, it's okay. Petugas kami yang akan membersihkannya nanti. No worries."
Suara laki-laki ini, sepertinya pernah kudengar.
"Argh..." suara rintihan pelan keluar dari mulutku. Sekujur tubuhku sulit digerakkan.
"Zakki! Zakkiyem!" Seru suara perempuan tadi. Suaranya jelas kudengar kali ini. Dekat.
"Syukurlah, kau sudah sadar." Raut wajahnya terlihat begitu bahagia. Ia terus memandangiku hingga bulir-bulir airmata jatuh dari dua matanya yang sayu.
"Kamu sudah 5 hari tak sadarkan diri sejak kecelakaan di kapal itu"
Ah, iya. Ombak besar itu dan dee.
"Jangan!!" teriak Dee seraya seseorang yang dipanggilnya Dokter itu menarik tubuhnya menjauh dari pandanganku, aku spontan bertanya tanya mengapa.
Ketika sel syaraf ini mulai merasakan sinyal-sinyal dari seluruh tubuh, tetiba kurasakan ada yang ganjil di dalam diri ini. Kedua pasang anggota gerak tubuhku terikat oleh semacam borgol!
Dan Dee hanya terlihat tembus diruangan kaca ini, terlihat terisak, memohon seperti ingin menghentikan sesuatu ke lelaki berjas putih itu. Namun orang itu menepis dan tertawa, entahlah berbicara apa, aku tak cukup pandai membaca gerak bibir dari kejauhan seperti ini. Aku berada seperti di dalam ruangan akuarium, aku tertutup, terisolasi. Sekeliling ruangan ini penuh alat2 laboratorium dan komputer. Sekujur tubuhku penuh dikendalikan oleh kabel yang dapat dimonitor di luar ruangan sana.
Aku merasakan dingin mengigil di ujung kepala dan punggungku, apa ini! Seperti setrum
ARGHHH!!!
Aku jatuh pingsan untuk kesekian kalinya.
"Ini tulisan-tulisannya?" Tanya wanita muda itu pada seorang petugas. Sedangkan orang yang ia tanya lantas hanya mengangguk. "Kami masih bingung untuk menangani dia. Di satu sisi ia tak pernah membuat keributan. Hal yang paling merepotkan yang pernah ia lakukan dan cukup membuat ramai itu pada suatu malam. Tiba-tiba ia berteriak dan memohon agak gorden segera diganti. Ia mengaku melihat bayangan seseorang sedang mengintainya di balik jendela.
Dia terlalu banyak diam, tapi sekalinya diam cukup lama kadang membahayakan. Pasti saja ada saat dirinya berteriak tak karu. Meneriakkan nama, seringkali memukul kepalanya, paling repot kalau dia sudah membenturkan kepala ke tembok sampai berdarah, baru dia diam," ucap petugas sembari menyerahkan beberapa tumpukan berkas pada wanita tersebut.
"Silakan dibaca lebih lanjut data-datanya. Dia pasien yang unik. Masa lalunya cukup menyakitkan sehingga membuat dirinya depresi dan mengalami banyak halusinasi. Tapi menurut dokter imajinasinya luar biasa. Ia mampu menghadirkan cerita dalam cerita meski ya akan ada hal yang kurang runut di dalamnya. Tapi secara garis besar siapa yang akan menyangka jika tulisan-tulisan ini, cerita-cerita ini ditulis oleh seseorang yang mengalami gangguan jiwa?"
Wanita muda itu kembali mengangguk-angguk pelan. Ini kasus menarik terutama bagi seorang psikiater seperti dia, apalagi kasus-kasus orang semacam ini selalu menantang baginya.
"Menarik, ia selalu bercerita tentang seorang perempuan, laut, ombak kencang, perahu karam...apakah ia sempat mengalami trauma atau kecelakaan di lautan?" Tanya wanita muda itu sembari membolak-balik beberapa halaman tulisan penuh coretan tangan.
"Dia dulunya pelaut, saya pamit dulu. Kalau ada perlu saya ada di meja resepsionis, bu Ardeea," jawab si petugas.
Zakkyem ...pria itu masih duduk di pojok kamarnya. Wajahnya menghadap ke sudut tembok berwarna putih pucat. Aku pelan-pelan melangkah menghampirinya, "Zak...."
Ia masih tergeming seolah panggilan wanita itu tak terdengar padahal ini hanya di sebuah ruangan 3 kali 4 saja. "Zak....."
Cukup lama ku menanti, tapi responnya tetap sama, lebih baik ku tinggalkan dulu pasien ini.
"DEE!"
"DEE!"
"DEEEE!"
Suara itu yang mengiringi langkah ku meninggalkan lorong rumah sakit di depan pintu ruangannya.
Entah apa maksudnya, kini aku lebih tertarik mendalami kisah-kisah yang ditulisnya, kisah ini benar-benar hidup dan mampu menghipnotisku.
"Siapa dia sebenarnya?"
Aku membaca ulang setiap detail dari data pasienku satu ini. Satu yang kutangkap, ada kenangan sangat mendalam, yang ia coba selamatkan dari alam bawah sadarnya.
Kubaca tiap detail dari cerita- cerita imajinasinya, kecintasn akan dee melayangkan kecemasan dan ketakutan menjadi-jadi. Hmmm.. Apa perlu ku datangi saja rumah keluarganya untuk memastikan apa yang terjadi dengannya.
Keesokan hari.. Kucoba mendatangi rumah keluarganya. Ku ketok berkali- kali pintu depan namun tak jua ada yang menjawab. Aku termenung melihat seisi rumahnya dari balik jendela berdebu. Rumah itu tersusun rapi dan indah, layaknya seorang seniman yang mengaturnya.
"Anda siapa?" sesosok perempuan tua tiba2 sudah berdiri disampingku dan sungguh mengagetkanku.
"Oh.. Iya. Perkenalkan saya Beni. Saya ingin mencari keluarga yang tinggal disini".
Perempuan itu menjawab, "keluarga ini sudah tidak ada yang tinggal disini. Hanya saya yang diamanahkan oleh pewaris terakhir unt menjaga rumah ini. Ada perlu apa anda kemari mencari keluarga ini?"
"Oh begitu. Begini bu. Saya sebenarnya ingin mengetahui sejarah dari keluarga ini. Karena ini berkaitan dengan kepentingan pasien saya yang bernama zakk".
"oooo" muka perempuan itu seperti sedikit kaget. " baiklah. Bagaimana kalau kita berbicara di rumah saya saja. Dekat dari sini"
Kami pun berjalan kaki, tak lebih dari 5 menit, kami tiba di rumah perempuan itu. Sambil duduk di kursi kayu panjang, perempuan itu mulai bercerita.
"mereka sebenarnya adalah keluarga yang sangat berbahagia dulunya. Saya masih bisa mengingat detail saat zakk mengucapkan janji setianya kepada istrinya bernama devi. Mereka memiliki anak 2, satu seorang jurnalis yang menberitakan peperangan, satu lagi adalah seorang dokter hewan. Keduanya perempuan. Sedangkan devi adalah seorang seniman. Zakk memiliki jiwa berpetualang yang tinggi sekali, sehingga tak jarang ia meninggalkan keluarganya untuk berlayar menantang badai lautan. Pada suatu hari........."
******
Zakkiyem kembali pergi berlayar entah untuk ke berapa kalinya. Terkadang kepergiannya sangat lama. Devi sang isteri selalu mendukung jiwa petualangnya. Walau zakk selalu pergi berlayar dalam jangka waktu yg lama, saat ia kembali selalu memanfaatkan waktu keluarga sangat maksimal dan berkualitas, sehingga kami melihat keluarga mereka sangat bahagia.
Namun setelah 1 tahun kepergian zakk waktu itu, terjadi kecelakaan mobil yang ditumpangi devi & kedua anaknya. Sampai saat ini, kabar mengenai istri & kedua anaknya meninggal pada kecelakaan tersebut zack blum mngetahuiny.
Sampai Saat ini sy blum tahu di mana zakk berada? Tapi tadi nak siapa nama kamu? Mengatakan bahwa zakk adalah pasien anda? Ada apa degan zackiyem sebenarnya?
"Iya nyonya, nama sy Beni Ardeea, sy dokter yg menangani tuan zackiyem. Keadaan tuan zakk saat ini mngalami gangguan pada kejiwaannya. Selain itu tuan zack selalu memanggil2 "Dee". Apakah nyonya tahu tentang "Dee"?
"Dee??" Wajah nyonya itu sedikit bingung.
"Saya tdk terlalu tahu banyak mngenai "dee", mungkin diary ini membantu nak beni menemukan jawaban tentang "dee" nyonya itu memberikan dua diary berwarna pink dan cokelat.
Aku pun izin pamit seraya membawa dua diary yang bisa membantu menjawab teka teki kehidupan zakk.
Kembali ke ruang dinas dan Kubuka diary cokelat pertama kali. Diary ini milik zakk. Trnyata kesenangan zakk untuk melaut selain mengasah jiwa petualangnya tapi juga utk mencari dee, ya dee..wanita yang telah tertambat dipikirannya hingga saat ini.
Seperti tersengat listrik aku mmbacanya, bagaimana mungkin zakk yang telah menikah dengan devi trnyata masih menyimpan rasa itu dengan dee? Lalu apakah devi tahu hal trsebut?
Segera kubuka diary pink milik devi untuk mnjawab kebingunganku. Trnyata devi mngetahui itu semua. Sungguh luar biasa devi bisa kuat mnyimpan ini semua.
"walaupun kau menganggap ku sepertinya, sikapku, namaku. Tp bagiku tak masalah, karena kau baik dan pilihan yang terbaik dari Tuhan untuk ku. Pertemuan pertama kita di museum, aku tak akan melupakannya. Aku tetap menyayangimu"
Tulisnya dalam lembar diarynya.
Kulihat tulisan yang bernama "Devi Ardeea" yang merupakan nama asli Dee pd tulisan devi.
"Devi Ardeea" nama ini familiar sekali. Nama belakangnya seperti namaku ataukah "Dee" ini adalah ... "
Lalu kutemukan sebuah foto pada lembar diary milik zack dan dibawah foto tersebut tertulis "Devi Ardeea (Dee)"
"Aaahh tidak mungkin, ternyata "Dee" yang selalu dipanggil oleh zack dan cerita-ceritanya adalah adikku "Devi Ardeea".
Ku tutup diary tersebut dan melihat langit-langit ruangan seraya berkata "apa yg hrs kulakukan, haruskah mempertemukan Dee dengan zakk? Aah seandainya itu bisa"
"Cut!!!" Tiba2 terdengar suara sutradara.
"Okeee...hari ini cukup syutingnya. Lo pemeran Zakkiyem oke banget acting-nya. Gue suka gaya lu! Tp overall semuanya maen bagus di ftv kali ini. Good job!"
Semua kru dan pemain bubar. Sekian.
*Tulisan ini hasil dari menyambung paragraf pada klub kelas menulis FIM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H