Mohon tunggu...
Zuhal M. Hasan
Zuhal M. Hasan Mohon Tunggu... -

Hanya ingin berbagi hal yang sedikit.\r\nPelajar di sekolah kehidupan. Pencari kesejatian hidup.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Antara Senin yang “Menggelikan” dan Tingkah Laku Manusia

21 April 2015   11:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:50 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya yang biasa berangkat pukul 6:10 di hari-hari biasa selalu berangkat 10 menit lebih awal di hari itu. Ini saya lakukan karena untuk menghindari kemacetan yang bisa membuat saya terlambat tiba di tempat tujuan.

Senin kemarin (20/04/2015), menurutku adalah Senin yang paling “menggemaskan”. Bahkan kegemasan ini dimulai hari Minggu. Yaitu semenjak munculnya broadcast massage di BBM yang mengingatkan tentang Puasa Rajab dan fadhilah-fadhilahnya. Menurut saya ini  menggemaskan karena saya mempertanyakan prilaku  kebanyakan orang yang dengan cepatnya broadcast informasi tentang suatu amalan dalam agama yang belum di-cross-check terlebih dahulu keabsahan sumber informasinya; baik dari Al-Qur’an maupun Al-Hadist. Syukur kalau ternyata infromasi itu baik, shohih, tapi kalau sebaliknya? Tentu akan menimbulkan mudlorot yang luar. Jadi menurut saya setiap broadcast harus terlebih dahulu di-cross-check terlebih dahulu sebelum disebarluaskan sehingga tidak menimbulkan keresahan lebih-lebih soal agama. Parahnya lagi jika informasi tersebut searching di internet kemudian di-kopas begitu saja.

Selain broadcast yang menggemparkan jagat raya itu, ada 2 hal lain yang saya alami di hari Senin yang menurut saya juga tidak kalah menggelikannya. Yaitu kejadian saat saya di jalan sepulang dari tempat kerja menuju rumah dan yang kedua ketika saya antre beli makan untuk berbuka puasa. Keduanya membuat aku perpikir dan terkadang tersenyum sendirian jika mengingatnya.

#Kejadian pertama

Saat itu saya berada di sebuah perempatan. Di perempatan itu tidak ada lampu penyebrangan (rambu-rambu lalu lintas) karena letak perempatan berada di dalam sebuah kompleks perumahan. Saya melihat sedikitnya 4 mobil mewah dengan merk dan warna yang beda menyabrang. Saya pun langsung mengikutinya karena deretan mobil yang ketat tidak memungkinkan ada kendaraan yang memotong untuk lewat dengan arah yang berseberangang. Saat saya mau belok, ternyata ada motor yang sangat dekat dengan saya dari arah yang berlawanan berjalan pelan. Saya tidak peduli karena toh dia juga tidak akan bisa lewat karena ada mobil-mobil yang searah dengan saya juga lewat. Kecepatan motor yang pelan itu pun akhirnya mengundang perhatian saya untuk meliriknya. Saat saya memutar kepala saya menengok ke pengendara yang “aneh” itu. Tanpa saya sangka-sangka, pengendara “aneh” itu berhenti sejenak dengan mata melotot memandang tajam ke arah saya seolah ingin mengajak beradu mulut bahkan beradu jotos. Tanpa memperdulikannya, aku kemudian melanjutkan perjalanan pulangku yang saat itu sangat terlambat jika dibandingkan dengan hari-hari biasanya.

Di tengah-tengah jalan, aku nyengir-nyengir sendiri lantaran melihat tingkah aneh pengendara motor tersebut. Dari raut wajahnya, pengendara tersebut nampak tidak muda lagi. Jika ditaksir usianya mungkin sekitar 40 tahunan. Namun tingkah anehnya tersebut sama sekali tidak merepresentasikan kedewasaan seseorang yang mungkin sudah dipanggil Bapak ketika di rumah. Kalau tingkah lakunya seperti itu, lantas kira-kira bagaimana caranya mendidik anak dan istri di rumah? Jawabannya tentu saya tidak tahu persis karena sama sekali saya tidak mengenalnya. Saya mungkin bisa menerka-nerka kalau tipikal orang seperti itu akan lebih cenderung menggunakan otot ketika mendidik orang serumah ketimbang kebijaksanaan yang berujung pada penyadaran, rasa kasih sayang, dan tentu saja kebahagiaan yang hakiki.

#Kejadian berikutnya

Adalah saat saya berada di warung makan. Saya tahu kalau mereka yang berada di warung makan pada dasarnya adalah lapar dan kepingin makan. Di warung saya beli makan tersebut memang sedang ramai-ramainya. Saya husnudzon, mungkin saat itu mereka sedang mencari menu untuk berbuka puasa Senin atau mungkin ada yang sedang puasa Rajab. Dan kebanyakan dari mereka adalah perempuan. Saya yang baru datang langsung duduk mengantre giliran di depan si penjual yang saat itu dilayani 3 orang; 2 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Semakin mendekati maghrib ternyata orang yang datang semakin banyak. Anehnya, mereka tidak mengantre tapi langsung nyerobot untuk minta didahulukan. Saya menikmati saja keadaan itu sambil meneguk Es untuk membasahi tenggorokan yang sudah kering sejak terbit fajar. Syukur, akhirnya satu per satu hajat mereka tergenapi dan giliranku akhirnya tiba. Saya pesan sebungkus nasi dan aku makan di rumah karena aku harus menunaikan kewajibanku yang saat itu sudah tiba.

@@@

Dari 2 kejadian “aneh” di hari Senin itu akhirnya saya bisa berkaca diri dan mengambil hikmahnya. Yaitu, kondisi masyarakat (termasuk saya sendiri) yang sangat hobi untuk menuntut kesempurnaan di luar diri mereka entah itu sistem, kondisi lingkungan, maupun norma hukum yang berada di masyarakat. Padahal, diri mereka ambur adul; mereka tidak mentaati sesuatu yang harus ditaati, mereka tidak mengindahkan sesuatu yang indah, dan justru yang ada dalam pikiran mereka adalah bagaimana mencapai kenyamanan dan kepuasan pribadi: ingin selalu dapat jalan yang cepat, jatah makan cepat, atau bahkan ingin selalu diacungi jempol, meski tidak jarang apa yang dilakukan adalah salah dan merugikan orang lain. Kalau Nabi Muhammad bersabda kalau orang yang paling baik adalah orang yang paling bermanfaat bagi sesamanya, saya pada akhirnya menyimpulkan bahwa berarti seburuk-buruk manusia adalah orang yang paling merugikan orang lain. Wallahu a’lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun