Sumber: tribunsumsel.com (https://sumsel.tribunnews.com/2023/02/10/kronologi-rsmh-palembang-disomasi-pasiennya-awalnya-operasi-usus-buntu-kini-keluar-bau-tak-sedap)Â Â
Malpraktik medis selalu membayangi setiap tindakan medis. Oleh karena itu, tindakan medis harus dilakukan dan dikomunikasikan secara tepat dan hati-hati. Kendati demikian, manusia memang tidak luput dari kelalaian. Malpraktik medis dapat terjadi karena kelalaian dalam prosedur, kurangnya kompetensi, keterbatasan fasilitas, serta komunikasi yang buruk antar-tenaga kesehatan atau tenaga kesehatan dengan pasien.
Salah satu kasus malpraktik yang terjadi adalah kasus operasi apendisitis akut menggunakan BPJS pada pasien berinisal CY (14 tahun) di RSUP Mohammad Hoesin Palembang. Empat hari setelah operasi, ketika pasien sudah pulang ke rumah, keluar bau tidak sedap dari luka bekas operasi dan cairan berwarna kuning dengan intensitas terus-menerus, serta terjadi pembengkakan hingga menjalar ke alat vital. Akibatnya, muncul dugaan malpraktik bahwa hal tersebut terjadi karena luka yang tdak dijahit.
Pihak keluarga memeriksakan pasien kembali, namun mereka justru dipulangkan. Mereka tetap gigih membawa CY kembali ke rumah sakit hingga akhirnya CY diperiksa dan mendapatkan tindakan operasi untuk kedua kalinya dengan diagnosis apendisitis akut supratif dengan operasi kedua akhirnya dijahit.
Akan tetapi, dalam pembelaan pihak rumah sakit, jika mereka menjahit sayatan pada operasi pertama maka justru akan terjadi malpraktik. Selain itu, pihak rumah sakit juga mengindikasikan bahwa hal tersebut merupakan risiko pascaoperasi yang sangat mungkin timbul, terlebih apabila kebutuhan gizi pasien tidak tercukupi.
Pada dasarnya terdapat dua jenis operasi apendiktomi, yaitu apendiktomi terbuka dan apendiktomi laparoskopi. Operasi apendiktomi laparoskopi merupakan operasi yang hanya membutuhkan 1-3 sayatan kecil. Kemudian, kamera dan instrumen bedah dimasukkan ke dalam perut melalui sayatan tersebut untuk mengangkat apendiks. Proses pemulihan di rumah sakit untuk operasi tersebut juga relatif singkat, yaitu selama 1-3 hari saja. Akan tetapi, dalam menutup luka operasi apendiktomi laparoskopi pun biasanya tetap dijahit atau dengan staples khusus, bukan hanya ditutup dengan plester, karena luka yang terbuka akan beresiko terkena infeksi.
Jika memang terdapat kondisi khusus yang mengharuskan tidak menjahit luka tersebut, pihak rumah sakit seharusnya mengkomunikasikan terlebih dahulu kepada pasien. Hal itu juga menunjukkan pentingnya Informed Consent, yaitu agar pasien dan walinya tahu tindakan apa yang akan diberikan serta risiko apa yang mungkin muncul. Atau, apabila pihak rumah sakit memang lalai, seharusnya dapat segera mengambil tindakan. Selain itu, sempat disebutkan bahwa pasien menggunakan BPJS untuk berobat. Seharusnya, pasien BPJS juga diberikan penanganan sebagaimana mestinya, bukan malah dianaktirikan. Atau apabila terdapat kebijakan lain tentang hal tersebut sebaiknya dikomunikasikan dengan pasien dan walinya terlebih dahulu.
Risiko dalam tindakan medis selalu ada, dan hal tersebut harus diantisipasi berapapun kemungkinannya, dan melakukan upaya penanggulangan apabila terjadi. Peristiwa tersebut tergolong dalam negligence atau kelalaian yang mengakibatkan maltreatment atau tindakan yang dilakukan dengan tidak terampil---tidak sesuai prosedur. Peristiwa tersebut tergolong malpraktik karena terdapat kelalaian, cedera berupa infeksi hingga ke alat vital pasien, dereliction atau penyimpangan dari standar profesi.
Selain malpraktik, peristiwa tersebut tidak sesuai dengan unsur profesionalisme yang harus dimiliki oleh tenaga kesehatan. Diantaranya adalah altruisme, akuntabilitas, keunggulan serta duty. Petugas Kesehatan telah melalaikan kewajiban (duty) dan tanggung jawabnya (accountability) untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik (keunggulan) dalam setiap tahapan: sebelum, ketika, dan pasca operasi.
Akan tetapi, pada akhirnya kasus tersebut dapat diselesaikan melalui mediasi meski keluarga pasien sempat menyewa pengacara dari LBH Bima Sakti dan kasus tersebut sudah tersebar dalam media sosial dan platform berita. Pihak rumah sakit akhirnya melakukan operasi dengan semestinya dan merawat CY hingga berangsur-angsur pulih.
Uraian kasus tersebut membuktikan pentingnya kehati-hatian serta pengetahuan yang memadai untuk melakukan suatu tindakan medis. Oleh karena itu, setiap profesi memiliki standar profesi dan kode etik tersendiri untuk menjaga integritas profesi dan profesionalitas setiap tenaga kesehatan. Dengan demikian, risiko terjadinya malpraktik kesehatan dapat diminimalisasi.