Mohon tunggu...
Zuchri Saren Satrio
Zuchri Saren Satrio Mohon Tunggu... wiraswasta -

Keadilan harus dimulai sejak dalam pikiran...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Karang Taruna dan Permasalahan Pemuda Bangsa

13 Oktober 2012   02:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:53 1546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karang Taruna dan Permasalahan Pemuda Bangsa

Sejarah Pemuda Indonesia dan Karang Taruna

Pemuda dan organisasi pemuda memiliki arti penting dalam sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara, pun dalam fase berdirinya republik ini, Republik Indonesia. Kita tahu, bagaimana tonggak kebangkitan bangsa awal 1900an ini dimulai oleh golongan muda, yang mendirikan Organisasi Boedi Oetomo. Usia mereka relatif muda, 20 tahunan. Mereka adalah pemuda yang menginginkan adanya perbaikan nasib bagi bangsanya yang terjajah. Selain Boedi Oetomo, masih banyak pula organisasi kedaerahan, seperti Jong java, Celebes, Sumatera, Betawi, Sekar Rukun Sunda dan lain-lain. Organisasi-organisasi kedaerahan ini berkegiatan seperti urusan-urusan sosial, pelestarian kebudayaan daerah dan lain-lain.

Pada tahun 1923, di Belanda, bertemulah Hatta, Nazir Pamuncak, Ahmad Soebarjo, Soekiman Wirjosandjojo, Mangunkusumo, Iwa Kusumantri, R Sastromoeljono dan RM Sartono untuk membentuk suatu perkumpulan yang bertujuan untuk menyadarkan pemuda-pemuda yang ada dibelanda agar mau berjuang merebut kemerdekaan dari belanda. Peristiwa ini dikenal sebagai Manifesto 1925. Banyak pihak yang menyatakan Manifesto 1925 lebih penting dari Sumpah Pemuda karena Manifesto 1925 ini berisi tentang Unity (Persatuan), Fraternity (Kesetaraan) dan Liberty (kemerderkaan).

Kembali ke Indonesia, Organisasi-organisasi Jong-Jong, didasari oleh kesadaran persamaan nasib, mendorong mereka untuk bersatu, dan mulai berbicara tentang persatuan dan kemerdekaan. Akhirnya mereka sepakat untuk bertemu dan melahirkan Konggres Pemuda I tahun 1926 di Jakarta dipimpin oleh Tabrani Soerjowitjitro dari Jong Java. Tahun 1928, Konggres Pemuda II dilaksanakan sebagai kelanjutan. Konggres ini barlangsung di Jakarta dan dipimpin Oleh Soegondo Djojopoespito. Dalam Konggres ini muncul tokoh-tokoh baru seperti Mr Sartono dari PNI, kartosoewirjo dari Sarekat Islam, Amir Sjarifuddin dan Tan Malaka si Bapak Republik yang terlupakan. Dalam konggres ini pula, untuk pertama kali, pemuda Wage Rudolf Soepratman (dari Purworejo) menggesek biolanya dan mendendangkan lagu Indonesia Raya dan konggres ini melahirkan pula Sumpah Pemuda.

Setelah Konggres Pemuda II ini, tak kalah pentingnya, di Jogjakarta pada 22 Desember 1928, diadakan Konggres Perempuan yang sekarang diperingati sebagai hari Ibu. Konggres ini digagas oleh Wanita Oetomo, Aisjiah, Wanita Taman Siswa yang mana mereka menentang Poligami dan perkawinan dibawah umur.

Sumpah Pemuda dan gerakan organisasi pemuda (periode sebelum 1950) semacam Jong-Jong dan yang lain yang waktu itu berperang melawan Belanda (Tentara Pelajar, Pemuda Muhammadiyah, dan organisasi pemuda kedaerahan) telah menginspirasi masyarakat untuk membuat organisasi serupa ditiap tingkatan administrasi pemerintah, misal tingkat RT, RW, Dusun, Desa, kecamatan hingga Nasional

Organisasi kepemudaan (periode 1950-1960an) waktu itu bertujuan lebih beragam, mulai dari pelanggengan ideologi, pemenangan pemilu 1955 hingga pada tataran desa untuk menjaga keamanan daerah sekitar. Meledaknya peristiwa PKI, dimana carut-marut kondisi masyarakat waktu itu dan minimnya tingkat keamanan dalam masyarakat mengilhami pembentukan organisasi pemuda, entah murni dari pemuda, pemerintah ataupun underbow partai politik masa itu. Pada periode ini pula, Karang Taruna pertama kali terbentuk tanggal 26 September 1969 di Kampung Melayu, Bukit Duri, Jakarta melalui Experimental Project antara Jawatan Pekerja Sosial (sekarang Departemen Sosial) dengan Yayasan Perawatan Anak Yatim di daerah tersebut yang berupaya menanggulangi perilaku generasi muda yang cenderung negatif.

Pada masa Orde Baru (periode 1970an), dimana terjadi pengekangan dan pembatasan ranah gerak, pemerintah mencoba “menahan” dan mengarahkan gerakan-gerakan dan organisasi kepemudaan di desa dengan membumikan Karang Taruna.Akhirnya, semua organisasi kepemudaan ditingkat pedesaan diindikasikan sebagai karang taruna dan diatur serta diseragamkan diseluruh Indonesia dengan aturan mainnya sesuai pedoman dasar.

Didalam organisasi kepemudaan, sebenarnya ada kesalahpahaman dan miskomunikasi didalam masyarakat kita. Ada anggapan bahwa organisasi pemuda itu adalah karang taruna dan karang taruna adalah organisasi pemuda itu sendiri. Kesalahpahaman ini terjadi karena minimnya pengetahuan dan sosialisasi, baik dari pemerintah maupun organisasi karang taruna itu sendiri. Organisasi pemuda atau kepemudaan adalah organisasi yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemuda itu sendiri untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi kepemudaan ada banyak, misal Komite Nasional Pemuda Indonesia, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Pemuda Pelopor, OSIS hingga organisasi ekstra kampus seperti GMNI, PMKRI, HMI, GMKI, PMII, Pemuda Muhammadiyah dan lain lain. Artinya, organisasi kepemudaan ada banyak dan karang taruna adalah salah satunya.

Perbedaan terletak dalam ranah geraknya. Organisasi kepemudaan dapat bergerak kemana saja, dan dapat membuat pedoman dasar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, sedangkan karang Taruna lebih bersifat organisasi sosial kepemudaan yang tujuan pokoknya adalah Usaha kesejahteraan Sosial, Usaha Ekonomi Produktif dan ROK (Rekreasi, Olahraga dan Seni). Pun sebenarnya organisasi kepemudaan dalam masyarakat desa sendiri lebih nyleneh dan beragam aktifitasnya. Perbedaan lain adalah Karang Taruna dibawah Kemensos, organisasi kepemudaan yang lain dibawah Kemenegpora.

Didalam masyarakat desa, Karang Taruna lebih berguna dan seharusnya dapat berkembang lebih baik dari organisasi kepemudaan yang lain, karena Karang Taruna keberadaannya secara otomatis diakui oleh pemerintah dan sejajar dengan lembaga desa yang lain seperti LPMD/LKMD, PKK, RT/RW atau lembaga desa yang lain. Hal ini akan memudahkan gerak dari organisasi karang Taruna itu sendiri.

Pemuda dalam Konteks Ke-kini-an

Jika menilik sejarah, betapa pemuda memiliki andil yang besar dalam merumuskan dan menegakkan Republik ini. Namun, dalam perjalanannya, sikap hidup dan pola pikir sebagian besar pemuda kita telah terkontaminasi oleh budaya asing. Hal membuat pemuda kita tercerabut dari budaya Indonesia, budaya lokal yang adiluhung. Marak dalam budaya pemuda Indonesia, aksi geng-isme, premanisme, bulying, hedonis, berpakaian tidak sopan (rok mini, tank top, youcansee) hingga permasalahan de-ideologi-sasi Pancasila dalam dunia Pemuda, hingga pemuda seperti anti dengan ideologi.

Pemuda jaman sekarang pasti lebih mengenal Justin Bieber daripada Benyamin Sueb, lebih mencintai Cristiano Ronaldo daripada Bimasakti, lebih mengetahui produk Cannel, Dolce Gabana dan Sophie Martin daripada produk-produk Cibaduyut, Manding dan Bayat. Mereka lebih memilih menonton MTV daripada menghadiri Festival Tari, Gamelan, atau Majelis Taklim. Ah, pun mereka lebih memilih BreakDance dan Cheerleader daripada menari tarian tradisional. Saya yakin, night club dan cafe akan lebih ramai daripada forum keagamaan, forum diskusi dan musyawarah/rapat kepemudaan. Hal ini merupakan efek dari globalisasi yang mau tidak mau, telah hadir dalam masyarakat kita. Pola pikir konsumtif, bergaya kebarat-baratan, individualis, pragmatis dan kapitalistik telah menjangkiti sebagian besar pemuda Indonesia.

Minimnya Wawasan Kebangsaan, ke-Bhinekka-an, dan penerapan nilai-nilai Pancasila membuat komplit permasalahan di kalangan pemuda. Logis jika kemudian pluralisme dan multikulturalisme yang terkandung dalam Bhinekka Tunggal Ika dan Pancasila mulai terkikis dan menyebabkan disintegrasi bangsa. Lunturnya semangat kebersamaan, gotong royong, kesetiakawanan, kepedulian dan kejujuran yang merupakan jatidiri bangsa Indonesia dapat kita temui hampir disetiap lini masyarakat kita sekarang. Permasalahan bangsa ini sungguh kompleks jika kemiskinan, ketidak-adilan, kesewenang-wenangan, permainan pasar kapitalisme dan liberalisme dimasukkan dalam daftar.

Dalam dunia ke-kini-an, peran pemuda mulai bergeser, tidak lagi angkat senjata dan maju perang. Kita pahami bahwa Indonesia telah merdeka, sehingga peranannya pun berbeda, namun bagi saya, malah lebih berat, tidak seberat ambil senjata dan perang. Peperangan yang kita hadapi adalah perang melawan keterbatasan, ketidak-mampuan, kemiskinan dan kebodohan. Hal ini lebih susah untuk dilawan, karena tidak kelihatan (abstrak). Sebagai pemuda, kita menyandang beban itu. Bagaimana caranya, itu tergantung dengan potensi dan sumberdaya yang ada. Melawan kebodohan dengan belajar (sekolah dan bergaul), melawan kemiskinan dengan berusaha dan bekerja dengan giat. Hanya usaha dan doa tidak boleh ditinggalkan, walaupun kadang darah muda kita sering juga bergejolak dan sering bertindak diluar batas, maklum, “darah muda” jika menyitir Bang Haji Rhoma

Pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan. Ambil contoh dalam menentukan program dan pembangunan, pemuda diharuskan berperan aktif dan membantu, tidak hanya tenaga, tetapi juga pikiran (walaupun kadang kita sering dilupakan oleh orang tua). Saking pentingnya pemuda, Pemerintah sampai membuat Undang-Undang khusus Pemuda, yaitu UU No. 40 tahun 2009. Peran pemuda dalam masyarakat tidak hanya sebatas bolo dupak (kacung) buah pemikiran kaum tua, tapi juga harus ikut andil dalam pengambilan keputusan, walaupun memang harus dibuktikan terlebih dahulu. Pentingnya pemuda juga terlihat dalam menjalankan kebijakan desa/dusun, misalnya dalam gotong royong dan kehidupan bersosial seperti membantu dalam hajatan, sripah (musibah kematian), advokasi permasalahan kesejahteraan masyarakat dan kegiatan-kegiatan yang lain. Walaupun kadang terlihat sepele, tetapi hal ini sangtlah penting.

Bagaimana dengan karang taruna? Akan lebih menarik lagi jika kita berbicara karang taruna dalam kehidupan berbangsa. Bagaimana tidak, hampir disetiap desa di Indonesia memiliki karang taruna. Karang taruna yang memiliki tugas pokok mensejahterakan masyarakat dan (dengan) usaha ekonomi poduktif, melekat pula tugas yang lain, yaitu memberdayakan pemuda (baca: warga karang taruna).

Karang Taruna Menjawab Permasalahan Bangsa

Sub judul ini saya pilih sebagai bentuk apresiasi dan sikap optimis saya ketika mulai mengenal dan aktif di Karang Taruna Desa Sendangsari. Karang Taruna adalah organisasi sosial kepemudaan yang ada hampir di seluruh Desa/Kelurahan di Indonesia yang fokus pada penumbuh-kembangan usaha kesejahteraan sosial, usaha ekonomi produktif dan rekreasi, olahraga dan kesenian. Kesejahteraan atau kemiskinan adalah permasalahan terbesar masyarakat kita saat ini dan karang taruna diberi tanggung jawab untuk membantu mengatasi permasalahan ini. Menggulirkan usaha ekonomi produktif adalah salah satu cara efektif untuk mengatasi permasalahan kesejahteraan. Betapa hebat dan mulia tugas karang taruna.

Bagaimana karang taruna juga menjawab permasalahan bangsa yang lain ditengah stereotip masyarakat, karang taruna adalah organisasi peminta dana. Hal ini lah yang bergulir dalam diskusi-diskusi di Karang Taruna Kabupaten Bantul kini. Ditengah kegalauan bagaimana mencitrakan dan menggiatkan karang taruna sebagai organisasi produktif yang mensejahterakan masyarakat, kami juga berfikir bagaimana karang taruna menjawab permasalahan bangsa.

Kami menyimpulkan bahwa lemahnya pengarus-utamaan Pancasila sebagai nilai-nilai luhur dan ideologi bangsa di aras pemuda. Membumikan pancasila dalam kehidupan praksis adalah jawaban permasalahan bangsa. Oleh karena itu, kami mulai mendesain pola pengkaderan sebagai standar minimal untuk menjadi pengurus Karang Taruna di tingkat desa. Standar minimal tersebut adalah pengurus wajib untuk mengerti dan mengaplikasikan Wawasan Kebangsaan dari empat (4) pilar bangsa; Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Kami membayangkan, jika pengurus Karang Taruna tingkat desa diseluruh Indonesia mengerti dan dapat mengaplikasikan empat (4) pilar bangsa ini dalam kehidupan sehari-hari, menularkan pada warga karang taruna yang lain, maka permasalahan-permasalahan bangsa dapat diatasi. Permasalahan pemuda adalah permasalahan negara, karena pemuda adalah generasi penerus. Jika pemuda suatu negara rusak, tunggu saja jatuhnya negara tersebut.

Mari, dengan peringatan Ulang Tahun Karang Taruna tanggal 26 September dan Hari Sumpah Pemuda 2012 ini, kita sebagai warga karang Taruna (usia 13-45 Tahun), harus turut serta dan wajib hukumnya menumbuh-kembangkan gotong royong dan rasa kekeluargaan, sebagai salah nilai dari Pancasila, gotong royong. Ayo Dab, gotong royong! Hidup Karang Taruna! Salam Aditya!

Pengamat dan Penggiat dunia Kepemudaan dan Karang Taruna

Koordinator Forum Diskusi “Sambung Rasa Karang Taruna Se-Bantul” (SARAKATA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun