Mohon tunggu...
Zubairi
Zubairi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Artikel Ringan

Orang Kampung

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Keterbatasan Hidup di Desa, namun Harganya Mahal bagi Orang Kota

1 Maret 2021   00:30 Diperbarui: 1 Maret 2021   00:37 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup di desa itu asyik. Berbeda dengan hidup di kota. Ya, logika kecilnya seperti itu walaupun di desa itu terbatas, lebih-lebih sering padam. Ah. Jadi nggak asyik. 

Stop dulu ketidak-asyikan itu. Di balik semua keterbatasan di desa ada hal yang jauh lebih berharga dan patut disyukiri. Dan hal itu yang membuat orang-orang kota ingin sekali pergi ke pedesaan.

Saya memang tidak hidup di kota, tapi sedikit paham tentang keadaan di kota, semua serba ada. Ya, hidup di kota itu bisa dikata semua akses tersedia. Jaringan normal, hidup mewah, mall keren, cafe mewah, hotel, pasar besar, dan belanja mudah tapi mahal. Dan di desa malah sebaliknya.

Walaupun orang-orang desa miskin (dalam tanda yang mayoritas orangtua tak punya Android di era modern ini), mereka juga bahagia, bahkan sangat bahagia. Saya orang desa tentu paham seluk-beluk kehidupan umat di desa. Mengapa?

BERKAH AKSES YANG TERBATAS

Mana ada terbatas membawa berkah? Saya tegaskan, berbicara masalah keterbatasan, bukan berarti di desa orang-orang sangat lesu dan mengeluh parah.

Anak jaman sekarang, siapa yang tidak tau informasi. Siapa yang berani tidak memagang HP. Nggak ada. Zaman pun menuntut kita untuk membeli HP. Apalagi musim pandemi yang semakin hari semakin mengganas. Yang jelas, sekolah pun harus menggunakan Android/HP alias daring.

Orangtua di desa, justru bahagia karena tidak memiliki Android. Entah karena keterbatasan secara finansial ataupun karena buta huruf. Mereka enjoy-enjoy aja, tak perlu sibuk cari informasi, berita terkini, berita terhangat dan isu-isu aktual. 

Mereka tidak repot-repot memikirkan Undang-Undang ITE, nggak repot-repot memikirkan perdebatan Jerinx dan Dr. Tirta, apalagi mau menyimak tentang menyumpah serapahi kenerja pemerintah yang payah.. Ah.. nggak lah. Bikin payah. Mereka tak dengar itu semua, sehingga pikiran mereka tetap fresh dan tentu bahagia.

ANTI REPOT YANG PENTING KENYANG

"Du apa se ekala'ah pindheng, pokok lanceng 'omor, kenyang, beres salamet kappi sataretanan" (Buat apa mikir yang gak penting kalau akhirnya ruwet, yang penting panjang umur, kenyang, semua keluarga sehat sejahtera). Ya, begitulah pemikiran orang-orang desa di daerah saya di Madura.

Saya bersyukur dan merasa sangat beruntung hidup di desa. Semua makanan tersedia. Tanaman subur tinggal petik sudah siap saji, tanpa harus membeli seperti di kota. Jangan kira keterbatasan di desa, tidak bisa mengenyangkan perut. 

Justru di desa itu sangat mudah. Semua jenis sayuran ada, kelapa muda campur susu tinggal manjat, singkong, talas mudah dicari. Kandungan nutrisinya pun istimewa. Pokoknya gampang lah. Dan sayuran yang bervitamin bagus itu, justru lebih banyak di desa. Di kota? mana ada?

MENCARI PEKERJAAN TIDAK BINGUNG

Percaya atau tidak, di desa itu mencari pekerjaan sangat mudah. Harus percaya. Ya, lahan sana-sini luas, itulah yang mereka maksimalkan dalam bertani. 

Saya selaku orang desa, berharap agar tidak ada orang Eropa, Rusia datang ke desa lagi yang secara terang memberangun sumber penghasilan orang-orang desas seperti tanah. Lalu viral seperti yang di Tuban baru-baru ini (orang desa nggak butuh viral). 

Kalaupun ada yang viral, itu keberuntungan. Seperti jogetan Udin Bara-Bere atau jamet Sumenep yang baru-baru ini juga viral dan diundang ke Trans TV, semua biaya ditanggung. Jogetannya mampu membuat Dewi Persik dan Ivan Gunawan geleng-geleng kepala.

Back to topic. "Bisakah bertahan hidup hanya dengan bertani"? Masyaaallah. Masih ada pertanyaan nyelenih seperti itu. Berarti kalian masih menggunakan pola pikir orang kota yang kaya.

Ingat, di desa, profesi utamanya itu bertani, bertani dan terus bertani. Dan apa yang tersedia, mereka memaksimalkannya. Sebut saja lahan. Lahan ditanami jagung, padi, singkong, dan sebagainya. Jika kalian (orang kota) datang ke desa ingin jadi marketing perusahaan, ataupun dokter spesialis handal, mungkin kalian akan ditertawakan. Karena salah alamat.

Orang desa itu sederhana. Saya tegaskan kembali. Orang desa TIDAK MAU RUWET. Tak butuh uang banyak, ketika kebutuhan mereka sudah terpenuhi, itu sudah cukup. Keinginan mereka nggak terlalu neko-neko. Yang penting kenyang, sehat dan sejahtera.

UDARA BERSIH DAN LINGKUNGAN SEHAT

Poin ini poin terakhir, sekaligus poin yang sangat dinanti-dinanti hari libur orang kota. Udara segar hanya ada di desa, bukan seperti AC di kota yang nyaris tidak menyehatkan tapi cuma mendinginkan dan menyejukkan.

Udara bersih dan sehat adalah sasaran utama orang kota di saat libur kerja menghampirinya, ingin segera mencari tempat sejuk dan pemandangan berbeda karena sudah sumpek melihat gedung-gedung tinggi menjulang. Tak sedikit di antara mereka yang mengunggah konten di media dengan caption "Morning coffee with a view". Ingat, udara segar dan lingkungan sehat itu ada desa. Beruntunglah saya hidup di desa.

Hal sederhana namun sangat mahal harganya bagi orang kota. Setiap hari bisa saya nikmati sepuasnya. Suara burung berkicauan, semilir angin sejuk membuat dedaunan melambai-lambai, udara segar yang terjamin bersih, dan suara jangkrik di malam hari, aaahhh rasanya nikmat, tenang dan damai sekali.

Apalagi ditambah dengan Rokok Kretek Sampoerna, teh hangat yang diminum di bawah pepohonan untuk berteduh, ngumpul gembira ria, rasanya tak ingin ke mana-ke mana. Aaaahhh waaaahh... sudah-sudah, saya tak mau bahas semua kenyamanan di desa, tak mau congkak. Nanti kuwalat sama orang kota.

Tulisan ini sebelumnya dimuat di atorcator.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun