Sudah teruji, bahwa keberadaan pemuda tak bisa dipandang sebelah mata, dari dulu hingga kini terus mengambil peranan penting dan strategis dalam pembangunan bangsa ini; baik di bidang ekonomi, politik, pembangunan, budaya serta pendidikan. Eksistensi pemuda saat ini pun masih memilik trend positif sesuai dengan kapasitas, level serta kesempatan ruang untuk mengeksplor potensi dan energinya untuk bangsa dan negara yang dicintai.
Saat ini keberadaan pemuda menjadi titik penting terhadap kemajuan masa depan bangsa (Baca: Bonus Demografi). Begitu  juga dengan mimpi Negara ini di tahun 2045 menjadi maju, tentu saja ada ditangan anak muda. Lalu, apa kaitannya pemuda dengan pemilu?
Momentum pemilu 2024 nanti harus ditangkap secara positif bagi kelompok pemuda, sebagai kelompok yang mendominasi keterlibatan dan kepekaannya tentu sangat dibutuhkan. Dari sisi kesempatan, pemuda tidak sekedar menjadi pemilih aktif. Tap juga diberi ruang istimewa untuk terlibat mengambil bagian menjadi penyelenggara pemilu, maupun sebagai peserta pemilu (Baca: UU nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu).
UU pemilu tersebut telah mengatur untuk menjadi penyelenggara di tingkat kabupaten minimal berusia 30 tahun baik KPU maupun Bawaslu, di level adhoc minimal berusia 17 tahun untuk  PPK, PPS, KPPS serta berusia 25 tahun untuk Panwascam dan level dibawahnya. Selain itu, pemuda juga diberi kesempatan untuk terlibat dalam politik praktis, misalnya dimana untuk syarat mendaftar calon legislatif dan DPD disyaratkan minimal berusia 21 tahun.
Artinya, di tahun politik ini eksistensi keterlibatan pemuda baik secara kualitas dan integritas akan diuji, mengapa begitu? Â Sebab dinamika politik di dalam pemilu syarat dengan godaan, intrik, intervensi bahkan juga intimidasi. Sehingga bisa dikatakan menjadi penyelenggara pemilu bukanlah hal mudah, meskipun itu di level badan edhoc sekalipun. Terlebih kelompok pemuda sangat minim pengalaman, yang kerap dibanding dengan generasi X yang padat pengalaman dan jam terbang yang cukup.
Begitu juga yang bertarung menjadi peserta pemilu, seusia sesuai syarat di UU tersebut kecil kemungkinan terpilih dalam pertarungan politik, karena alasan kost, pengalaman dan modal politik lainnya, namun dengan dibukanya peluang tersebut negara meyakini pemuda memiliki kemampuan masuk dalam ruang dinamika politik praktis.
Hikmahnya, dari sinilah generasi muda digembleng secara mental, moral, etika, kapasitas, serta integritasnya dalam menjalankan dan memainkan peranannya. Namun kita perlu meyakini bahwa pemuda memiliki kemampuan itu, apalagi Ir. Soekarno Presiden pertama yang melewati masa muda dengan pergulatan pemikiran dan pergerakan politik begitu yakin pemuda memiliki power dan spirit yang mampu mengubah hal terberat sekalipun. Hal itu tergambar dalam sebuah kutipan Pidato Bung Karno yang berbunyi "Berikan aku sepuluh pemuda maka akan ku guncang dunia."
Keterlibatan kelompok pemuda tidak hanya sebatas itu. Pemuda bisa juga bagian di pegiat demokrasi dengan memberikan edukasi politik, sebagai filter terhadap ancaman politik sentimen yang dibentuk melalui opini politik Identitas. Bahkan juga sebagai solusi untuk mencerdaskan pemilih dan peserta pemilu dari politik uang yang kini masih menjadi tren demokrasi.
Pemilu sebagai arena pertarungan politik yang sah dalam sistem negara  demokratis telah menempatkan pemuda sebagai aktor penting yang perlu mengambil bagian strategis di beberapa level dan ruangnya. Tinggal kita semua menunggu, seperti apa hasil  kelompok generasi muda untuk kemajuan nasional dan cita-cita bangsa. Â
Menguji Eksistensi Generasi Muda
Â
Keistimewaan yang diberikan kepada pemuda tentu perlu disyukuri, sebagai keniscayaan dan bagian yang tak terpisahkan, bahwa keistimewaan tersebut merupakan beban berat yang dipikul kaum muda, terlebih menuju pembangunan nasional yang lebih maju dan bermartabat. Artinya, apapun yang terjadi kelak di masa depan baik buruknya merupakan hasil torehan kaum muda dan akan menjadi catatan sejarah di kehidupan selanjutnya.
Sebagai generasi yang minim pengalaman, pasti generasi muda akan diuji dengan gemerlap duniawi dan godaan kekuasaan semata. Hal ini bisa kita gambarkan, apabila, ketika di posisi menjadi pemilih maupun menjadi penyelenggara mudah tergiur dengan transaksi politik uang. Saat menjadi peserta pemilu bisa saja menjadi otak intelektual transaksi politik uang. Dan yang paling mengerikan mereka mengambil bagian menjadi propaganda politik Identitas yang menjurus terhadap perpecahan dan sentimen. Â
Untuk itu generasi muda perlu bekal yang cukup untuk mengimbangi tantangan yang ada. Selain karena dinilai minimnya pengalaman, kelompok pemuda diidentikkan dengan kelompok orang yang masih belum stabil baik ekonomi, emosi maupun wawasan politik. Jangan sampai celah tersebut kemudian menjadi peluang bagi yang hanya mementingkan kekuasaan saja, untuk merusak jatidiri pemuda, sehingga kemudian juga mencoret dan memutus historis citra pemuda. Untuk itu kemampuan membaca situasi dan sejarah dapat menjadi modal utama menghadapi tantangan dalam keterlibatannya dalam proses demokrasi.