Mohon tunggu...
Zuardin Arif
Zuardin Arif Mohon Tunggu... -

Perantau dari Buton, Mencoba Survive di Kota Surabaya....

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

‘Sensasi’ Inseminasi Buatan

27 Oktober 2014   23:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:31 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Program bayi tabung telah memberikan ‘angin segar’ bagi para pasangan yang sangat mendambakan keturunan setelah dengan upaya-upaya secara normal tidak berhasil dilakukan. Tepatnya pada tanggal 25 Juli 1978 bayi tabung pertama lahir di rumah sakit Oldham General Hospital, Inggris. Sepuluh tahun kemudian Indonesia berhasil dengan program bayi tabung tersebut. Dalam penatalaksanaan, tentu saja teknologi seringkali di luar dugaan. Klausul yang sering menjadi perdebatan yaitu bilamana Receipt Sperma bukan dari pasangan sah secara agama.

Sehingga dalam batasan-batasan tertentu bayi tabung diperbolehkan dengan prasyarat donor sperma berasal dari pasangan yang sah secara hukum dan agama.

Disorientasi Tujuan

Publik figur dalam semangat marketable selalu memiliki akrobat-akrobat dalam rangka memberikan sensasi. Isu yang di usung menjadi bervariasi, mulai dari hal yang sederhana sampai pada isu yang sensitif.

Pada ranah tertentu kaum muda dan pecinta dunia hiburan seringkali mejadikan mereka teladan atau menjadi hal yang patut di contoh. Kekeliuran berpikir dan tata tingkah laku menjadikan mereka tidak memiliki filterisasi pada apa yang seharusnya dan apa yang tidak diperbolehkan dalam lingkungan bermasyarakat maupun batasan Agama Islam.

Penegasan perilaku tersebut terlihat dari current Issue yang berkembang saat ini tentang niat dan keinginan kuat publik figur tertentu untuk melakukan upaya bayi tabung dengan menerima sperma (Receipt Sperma) bukan dari pasangannya secara sah. Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan Norma Agama Islam sebagaimana agama yang dianut oleh yang bersangkutan. Dalam Konteks yang lebih besar tentu saja, negara Indonesia bukanlah negara Sekuler, pada ranah-ranah tertentu Negara memiliki andil untuk mencegah hal-hal yang tidak relevan dengan norma Agama.

Tentu saja, bagi publik figur yang memiliki finansial yang memadai program bayi tabung dengan segala besaran anggaran tidaklah menjadi suatu masalah.

Paradoks bagi Si ‘Miskin’

Pelayanan kesehatan paripurna disadari sejak dulu kurang berpihak pada kaum kurang mampu dan marginal baik dari segi finansial maupun akses. Bahkan ada adagium yang berkembang ‘Orang Miskin di Larang Sakit’. Relevan dengan hal tersebut, pengembangan teknologi kedokteran dan pemanfaaatannya membutuhkan anggaran yang sangat tinggi.

Problematika memperoleh keturunan dalam rangka Ikhtiar pasangan nikah menjadi permasalahan tersendiri pada isu kontemporer. Bayi tabung (Fertilisasi In Vitro) merupakan salah satu solusi yang ditawarkan dalam pengembangan teknologi kedokteran.

Pasangan nikah yang sah namun memiliki keterbatasan finansial maupun yang tergolong marginal menggunakan fasilitas bayi tabung tentu saja hanya akan menjadi angan dan impian mereka. Keberpihakan rezim kesehatan dan segala fasilitasnya hanya akan menjadi perjalanan panjang yang belum menemukan muaranya.

Keberpihakan rezim kesehatan terhadap ‘si miskin’ akan menjadi kesejukan di tempat yang gersang. Karena sejatinya hak atas kesehatan dan segala pengembangannya telah menjadi Hak Asasi Setiap Manusia. Tanpa ada lagi relasi-kuasa si kaya terhadap si Miskin atau figur tertentu.

***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun