PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA
Oleh : Trisno Mais, SAP, Mahasiswa Pascasarjana Unsrat
PANCASILA sebagai falsafah, ideologi dan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memang tidak bisa dipungkiri. Klaim ini jelas dan  tidak bisa ditawar lagi. Konteks saat ini, pemaknaan terhadap nilai -- nilai Pancasila harus dipahami secara komprehensif (melihat dari berbagai aspek). Karena bisa berakibat fatal jika ideologi dipandang secara parisal (pandangan yang keliru).
Bersikap inklusif itu harus; anggapan bahwa semua orang memiliki potensi untuk mencapai kebenaran, juga menjunjung tinggi hak warga negara untuk berserikat, toleran serta membiasakan berkomunikasi dengan sehat tidak semata-mata didasari persepsi yang sempit dan kacamata kuda, melainkan berdasarkan pengamatan dan pengertian terhadap perbedaan yang ada.
Dinamika akhir-akhir ini setidaknya sedikit mencerahkan mereka yang hobi 'ngecap' juga menjungjung tinggi hak berdemokrasi, namun sesunggunya mereka berlagak 'anti demokrasi'.
Kemerdekaan semestinya diartikulasi sebagai kebebasan berserikat dan berkumpul, serta kebebasan menyampaikan pendapatn di dapan umum. Karena hal -- hal tersebut dijamin oleh UUD 1945 dan Pancasila. Setiap warga negara mendapatkan perlakuan yang sama secara konstitusional.
Sejak puluhan tahun, Pancasila dinobatkan sebagai satu-satunya ideologi bangsa. Konon, sikap di luar itu kadung disebut sebagai gerakan separitisme. Nah, atas dasar itu juga, negara berlagak 'sok', hingga melakukan tindakan yang reaksioner terhadap warganya sendiri.
Semestinya Negara tidak perlu menunjukan sikap yang berlebihan; arogansi dan kecenderungan mendiskreditkan. Cukup memberikan hak dasar sebagai warga negara.Â
Bagi saya, bahwasannya jika ada kelompok atau komunitas tertentu merasa dan perlu mencari ideologi yang baru (konteks saat ini), itu merupakan bentuk protes pada ideologi saat ini (pendekatan demokratisasi). Karena memang Pancasila merupakan produk politik yang dihasilkan dari proses panjang. Artinya kehadiran Pancasila semestinya dituntut kita untuk berfikir inklusi; tidak beranggapan secara parsial bahwa Pancasila diyakini bahkan bila perlu tidak juga dipahami sebagai ideologi satu-satunya alat pemersatu. Bisa saja ada ideologi alternatif lain, yang mungkin saja relevan. Tergantung keputusan bersama. Karena pada hakekatnya bangsa sebagai individu mempunyai karakteristik sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H