Pertanyaannya, lantas apakah itu yang dinamakan kasih? Natal sebenarnya dimaknai sebagai wujud kasih Allah terhadap manusia; Allah beserta, karena kelahiran- Nya. Hal ini tersirat jelas dalam kitab Yohanes 3:16 "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga  Ia telah mengaruniakan Anak- Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada- Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Nah, pada konteks ini, mesti kita cukup disadarkan bahwa umat harusnya tidak memaknai natal dengan hal - hal yang terlalu pragmatis. Manifestasi Allah jelas. Bahkan, kasih sayang - Nya terhadap manusia pun konkret, tidak ada batasan, kelas apalagi, kaya maupun miskin bukan menjadi masalah. Faktanya, putra tunggal- Nya lahir di kandang domba.
Terminologi Pohon Natal
Sejak umat terbiasa melakukan perayaan Natal, perayaan pun identik dengan pemasangan pohon natal. Bahkan, banyak tempat yang ditemui. Pusat keramain apalagi! Beragam versi terkait pohon natal. Pendeta asal Inggris bernama Boniface yang dalam perjalanan pulang, ia bertemu dengan sekelompok orang yang mempersembahkan anak kepada Dewa Thor di sebuah pohon oak. Dan, untuk menghentikan perbuatan jahat mereka, Boniface merobohkannya pohon tersebut.
Setelah itu, tumbuh sebuah pohon cemara. Kedua, kisah Marthin Luther yang saat berjalan di hutan pada malam hari dan melihat pohon yang dihiasai bintang yang bercahaya dengan cemerlang. Ia kemudian menebang pohon dan membawa ke rumah sebagai hadiah bagi keluarga. Bahkan, biar kelihatan indah seperti yang dilihatnya di hutan, dirinya menggantikan cemerlaang cahaya bintang dengan lilin. Pada bagian lain, ada yang beranggapan bahwa tidak menyetujui dengan tradisi pohon natal. Karena  bagi sebagian orang, menganggap hal itu merupakan wujud dari sebuah refleksi tradisi zaman dahulu yang dilakukan oleh bangsa Romawi menggunakan pohon natal untuk perayaan saturnalia; menghiasi dalam tradisi merayakan Dewa Matahari (Mithra). Hal ini dianggap sebagai pemuja dewa matahari.
Natal (simbol kelahiran Yesus) tak juga berkurang tanpa pohon Natal. Karena pemaknaan Natal yang sesungguhnya ialah wujud hati yang konsisten menjalankan perintah Tuhan Yesus dalam keseharian hidup.
Dalam ajaran iman Kristen, semestinya dipahami bahwa seorang diselamatkan karena anugerah Tuhan. Dan perlu disadari, sebagai orang Kristen, sejatinya tidak harus berbuat baik lantas meminta balasan. Ungkapan kebaikan harus diyakini bahwa itu merupakan wujud terima kasih terhadap kasih Allah karena telah memberikan pengampunan dan kuasa penyelamatan dari belenggu dosa. Natal yang karena motivasi bagi - bagi paket Natalan (bingkisan) merupakan cara pandang yang parsial. Natal identik dengan pestapora. Pun, bagi - bagi paket Natal turut dilakoni oleh Sinterklas. Mesti disadari, bahwa tokoh Sinterklas merupakan legenda atau mitos. Terminologinya, tokoh ini diduga berasal dari kehidupan seorang rohaniawan dari Myra bernama Nicholas, sekira tahun 350.
Natal yang hakiki harusnya diyakini bahwa kita (umat) berfokus pada Yesus, yang lahir di Betlehem. Yesus mesti tak diperingati pada hari lahir-Nya saja, melainkan terlebih kelahiran-Nya di hati kita. Karena dengan begitu kita terus diperbaharui oleh Kristus Yesus. Dan, pula kelahiran Yesus bukan cerita dongeng, namun benar ada, dan ini merupakan bukti kedaulatan Allah. Lepas dari itu, Natal dalam ajaran Kristen pun bukan sebuah keharusan untuk dirayakan!
Catatan : Sabtu (23/12) pernah dimuat di Surat Kabar Harian Tribun ManadoÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H