Pendidikan merupakan sebuah pengembangan suatu sistem yang akan membawa keberlangsungan hidup umat manusia. Pendidikan dapat menaikkan taraf hidup umat manusia sebagai suatu pribadi maupun dalam suatu kelompok masyarakat. Pendidikan didefinisikan sebagai sebuah hal yang pantas didapatkan oleh seseorang sebagai cara untuk menilai dan menjalani hidup. Dengan pendidikan, orang akan berkembang sebagai pribadi yang mampu menjalani kehidupan.Pendidikan merupakan sebuah pengembangan suatu sistem yang akan membawa keberlangsungan hidup umat manusia. Pendidikan dapat menaikkan taraf hidup umat manusia sebagai suatu pribadi maupun dalam suatu kelompok masyarakat. Pendidikan didefinisikan sebagai sebuah hal yang pantas didapatkan oleh seseorang sebagai cara untuk menilai dan menjalani hidup. Dengan pendidikan, orang akan berkembang sebagai pribadi yang mampu menjalani kehidupan.
Pendidikan memiliki bentuk sebagai hal pertama yang dipelajari dari sejak terlahir ke dunia yaitu pendidikan lingkup keluarga. Kemudian, mendapatkan hak untuk memperoleh pengajaran di sekolah. Selain itu, pendidikan dapat lahir dalam lingkungan masyarakat. Karena manusia akan bersinggungan dengan manusia lain dan didapat sebuah pengetahuan dari apa yang dialaminya. Dalam lingkungan sekolah saja, seorang siswa bisa memperoleh suatu pengetahuan dari hasil interaksi antara ia dan temannya.
Sekolah dituntut untuk memahami perkembangan seorang individu sehingga kelak dapat dewasa dan memiliki rasa tanggung jawab. Manusia memiliki harapan atas pendidikan sebuah bangsa dapat maju dan sejahtera. Sebuah pengajaran ini haruslah memiliki nilai yang berguna untuk perkembangan secara diri dan kelompok manusia. Pendidikan yang dijalani bisa bertindak sebagai penglihatan awal tentang bagaimana kondisi dunia di masa depan.
Pendidikan ialah awal dari munculnya sebuah inovasi dan kreativitas seseorang dan tujuan pendidikan itu sendiri sebagai tonggak agar inovasi yang muncul tetap memegang jati diri manusia sebagai bagian dari bangsa. Pendidikan berkembang dalam masa ke masa. Bukti dari kemajuan bidang pendidikan ialah ditemukannya hal baru yang muncul dari sebuah gagasan yang dikembangkan dengan ilmu pengetahuan.
Kehidupan manusia memiliki tujuan untuk terus dapat berlangsung secara kontinu yang merupakan paham dari pendidikan. Pelaksanaan pendidikan selalu mempunyai tujuan pencapaian yang dapat segera dirasakan. Oleh karena itu, pendidikan harus diselenggarakan dengan memperhatikan orientasi pokok pelaksanaannya agar bermutu. Pendidikan itu membutuhkan sebuah karya pemikiran dalam pelaksanaannya.
Salah satu konsepsi pendidikan yang dapat menghasilkan kesatuan hak meraih pendidikan merupakan pendidikan inklusif. Dalam pendidikan inklusi setiap anak dapat meraih pendidikan tanpa adanya pengkotakan anak berkebutuhan khusus dan anak-anak biasa. Hal ini karena penyelenggaraan pendidikan dilakukan pada saat bersamaan dan di tempat yang sama untuk anak-anak berkebutuhan khusus dan anak-anak biasa.
Anak-anak yang mempunyai perbedaan dengan anak lain merasakan bangku pendidikan di Sekolah Luar Biasa. Hal ini menciptakan adanya diskriminasi dimana pendidikan hanya bagi satu pihak tertentu. Anak-anak yang tergolong dalam difabel menjadi hanya berinteraksi dengan anak lain yang memiliki sebuah keterbatasan semacam yang ia miliki.
Berbagai fenomena sosial hadir dan menjadi urgensi untuk pendidikan yang inklusif. Tak jarang anak berkebutuhan khusus kurang mendapat dukungan orang terdekatnya. Anak-anak difabel hanya didiamkan di dalam rumah, dianggap sebagai pembawa malu bagi orang tua. Masih banyak anak difabel yang tidak diberikan akses pendidikan oleh orang tuanya. Anak difabel menjadi kurang bersosialisasi dengan dunia luar.
Dengan adanya penerapan pendidikan inklusif, maka tercipta sebuah pembiasaan bagi anak. Dimana anak akan mengerti sebuah perbedaan dan cara-cara menghormati orang lain. Hasil dari hal tersebut adalah pendidikan dengan unsur yang membuat anak senang, meniru sikap ramah, dan munculnya percaya diri pada anak difabel karena mendapat hak pendidikan yang layak.
Di Indonesia sendiri, konsep pendidikan inklusif jarang ditemukan. Indonesia masih belum berani untuk menerapkan sistem ini. Hal ini karena masih kurangnya akses antara siswa dan guru dari panduan-panduan pelaksanaan, sarana dan prasarana, dan kurangnya pengetahuan pendidikan inklusif pada orang tua dan masyarakat sehingga tidak mendapatkan dukungan yang memadai penyelenggaraan.
Sementara Indonesia mengkehendaki hak memperoleh pendidikan. Seharusnya anak-anak berkebutuhan khusus tidak memasuki pengecualian. Dengan adanya pemisahan melalui Sekolah Luar Biasa, anak tidak menghadapi interaksi sebagaimana mestinya. Seringkali hal tersebut memberi dampak kurangnya hubungan anak berkebutuhan khusus dan masyarakat lain, memberikan perasaan yang sangat merasa dirinya berbeda dari yang lain.
Data mengenai anak difabel di Indonesia menurut Kemen PPPA ada sekitar 1,5 juta namun tidak secara akurat bisa lebih besar dari data tersebut. Namun hanya ada anak berkebutuhan khusus sebanyak 49.647 yang merasakan pendidikan dari total anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, taraf pendidikan nasional belum dapat menjangkau semua anak.
Pada umumnya, anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang mengalami kelainan dan gangguan pada perkembangan sehingga membutuhkan hal yang khusus dalam penangannya menurut Dinie Ratri Desiningrum.
Gangguan pada perkembangan anak dapat dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain:
- Gangguan penglihatan
- Gangguan pendengaran
- Gangguan kecerdasan
- Gangguan emosi dan perilaku
- Gangguan di tubuh
- Autis
- Indigo
- Anak yang mengalami keterlambatan pada proses belajar
- Sifat istimewa pada kecerdasan dan bakat
Anak yang memiliki kebutuhan khusus dapat mengalami berbagai kesulitan sebagai hasil dari permasalahan yang mereka hadapi pada hari-harinya. Menilik pada pernyataan Soewito, 1993 dalam (Jauhari, 2017) permasalahan tersebut dapat berupa:
- Gangguan atau kondisi perkembangan yang menyebabkan kesusahan dalam kondisi fisiknya untuk bergerak, masalah mental, kurangnya pendidikan, kurangnya aktivitas sosial atau kegiatan yang mencakupi ekonomi, dan sulit tercapainya kesejahteraan.
- Keluarga yang seharusnya dapat mendukung namun tidak memberikan rasa aman karena rendahnya pengetahuan, melakukan diskriminasi pada anaknya, menutupi kehadiran anaknya, atau malah terlalu mengistimewakan sehingga perkembangan semakin terhambat.
- Stigma yang melekat pada masyarakat seperti meragukan kemampuan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus, kurangnya sikap kepedulian, dan kurangnya lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas.
- Tidak dijalankannya undang-undang yang mempermudah disabilitas oleh pemerintah.
Dalam hal ini, dikelompokkan hal-hal yang menjadi penghalang kesejahteraan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) dan disabilitas oleh Departemen sosial:
- Kesulitan bergerak dan berpindah tempat pada aktivitas sehari-hari
- Masalah mental timbul dari rasa rendah diri dan menutup diri dari lingkungan luar
- Kesulitan untuk berkomunikasi
- Tidak ikut serta dalam lingkungan sosialnya
- Berbedanya tingkat produktivitas untuk bekerja dibanding orang pada umumnya
- Tidak tercakupi kebutuhan ekonomi karena kurang partisipasi sosial
Untuk mensejahterakan kehidupan anak berkebutuhan khusus dibutuhkan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat. Akan tetapi hal tersebut masih belum tercapai oleh berbagai sebab, antara lain:
- Menyimpan keraguan pada anak berkebutuhan khusus mengenai potensi kemampuan yang dimiliknya.
- Tidak menaruh kepedulian pada masalah yang dialami anak berkebutuhan khusus.
- Dengan kurangnya sikap peduli, maka peran masyarakat terhadap memecahkan solusi masalah anak berkebutuhan khusus tidak tercapai.
- Anak berkebutuhan khusus masih membutuhkan organisasi atau lembaga sosial yang bergerak untuk membantu kegiatan mereka tercapai.
- Anak berkebutuhan khusus masih sulit mendapati fasilitas umum yang dapat digunakan untuknya.
Pendidikan inklusif sudah dikenalkan berdasarkan dasar hukum pelaksanaannya dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus atau Memiliki Sifat Istimewa. Pendidikan inklusif merupakan salah satu sistem penyelenggaraan pendidikan yang menerapkan bahwa siswa yang memiliki kebutuhan khusus dapat mendapatkan pembelajaran bersama dengan siswa umum dalam satu tempat pendidikan (Khasanah dkk., 2018).
Hadirnya pendidikan inklusif bertujuan agar anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dan anak lainnya mendapatkan hak yang sama. Dalam praktiknya, anak berkebutuhan khusus diberi perlakuan yang sama, tidak ada unsur ekslusif dibanding anak lain. Pendidikan inklusif disokong oleh dukungan lembaga, orang tua, dan juga masyarakat yang menampilkan kepedulian. Hasil dari pendidikan inklusif akan menghadirkan generasi penerus bangsa yang memiliki empati, simpati, menyikapi perbedaan dengan bijak, dan menolak diferensiasi dalam tatanan masyarakat.
Anak-anak berkebutuhan khusus dan/atau difabel seringkali ada pada keluarga menengah kebawah. Maka, pendidikan inklusif diharapkan dapat menjadi akses untuk mereka memperoleh pendidikan yang berkualitas sehingga kehidupan menjadi lebih baik. Adanya regulasi yang membuat semua lapisan dari masyarakat dapat memperoleh pendidikan yang layak sangat diperlukan.
Kemudian yang tidak jarang ditemui juga adalah Anak Berkebutuhan Khusus dengan kasus memiliki kecerdasan dan bakat yang istimewa. Walaupun memiliki kondisi yang berbeda, akan tetapi mereka memiliki hak yang sama. Hal yang harus dilakukan pada anak dalam kondisi ini adalah sistem pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan mereka. Misalkan dengan diberikan kelas yang khusus dan program percepatan pendidikan dengan bimbingan yang tepat.
Sekolah sebagai pelaksana penyelenggaraan pendidikan tentu seharusnya mempunyai andil yang besar dalam pengayaan pendidikan inklusif. Guru memegang peranan langsung dalam hal ini. Tentunya, pendidikan inklusif membutuhkan peran guru yang dapat membimbing semua siswanya, dalam keadaan berkebutuhan khusus sekalipun. Guru merupakan pengamat bagi siswa dan kelas. Guru harus memiliki kemampuan dalam menganalisis keadaan karakteristik siswanya. Dengan diketahui karakteristik dan kemampuan siswa, maka guru dapat menentukan dan menjalankan strategi pembelajaran sesuai dengan kemampuan siswa. Dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan inklusif, guru pembimbing khusus sangat dibutuhkan untuk mendampingi siswa ABK.
Tujuan pembelajaran tidak hanya mengacu pada keberhasilan kemampuan kognitif siswa. Akan tetapi, terdapat kemampuan sosial yang harus siswa kuasai terutama pada kasus Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Situasi pembelajaran yang kreatif dan mengutamakan kerjasama diharapkan dapat menghadirkan interaksi sosial antar siswa dan siswa dengan kebutuhan khusus. Guru harus berupaya mendekatkan diri dan berbaur dengan siswa terlebih siswa yang merupakan ABK. Dengan demikian, pembelajaran dapat menjadi lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa.
Pendidikan inklusif mempunyai tujuan positif dalam mengembangkan potensi ABK. Dengan pendidikan inklusif, anak mendapat hak untuk belajar yang sama. Stigma tentang perbedaan akan hilang namun terganti dengan pemahaman kesulitan dalam belajar. Pembelajaran yang mengusung keberagaman dan kebersamaan akan menumbuhkan kesejahteraan sosial. Maka, anak mendapatkan bekal untuk hidup dalam masyarakat dan mengetahui makna dari memahami diri sendiri dan orang lain.
Pendidikan inklusif merupakan sebuah langkah dalam melahirkan generasi penerus bangsa yang dapat memiliki kepekaan sosial, menghargai perbedaan, dan mengubur adanya diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan inklusif membutuhkan dukungan dari guru, orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Seperti halnya pendidikan inklusif membutuhkan sistem pendidikan yang sesuai dan menyenangkan bagi siswa, anak membutuhkan dukungan dari orang tuanya, perlunya kehadiran masyarakat yang memahami dan ikut serta mendukung, serta kebijakan yang mendukung pelaksanaan pendidikan inklusif dari pemerintah.
Untuk mensukseskan program tersebut maka sebaiknya kedepannya memperhatikan ditunjangnya sarana dan prasana yang mendukung siswa ABK seperti kursi roda dan penggunaan media belajar yang mendukung. Kemudian, dihadirkannya guru khusus yang memiliki ilmu memahami ABK dari Pendidikan Khusus. Guru mata pembelajaran senantiasa mengikuti sosialisasi mengenai ABK dan memberikan pemahaman yang mudah dipahami bagi siswa umum lainnya agar penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat berjalan secara efektif.
Referensi
Darma, I. P., & Rusyidi, B. (2015). Pelaksanaan sekolah inklusi di Indonesia. Prosiding KS:Riset & PKM, 2(2), 147--300.
Herlambang, Y.T. dkk. (2021). Landasan Pendidikan: Sebuah Tinjauan Multiperspektif Dasar Esensial Pendidikan Indonesia. Bandung: Yayasan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Multiliterasi
Jauhari, A. (2017). Pendidikan Inklusi Sebagai Alternatif Solusi Mengatasi Permasalahan Sosial Anak Penyandang Disabilitas. IJTIMAIYA: Journal of Social Science Teaching, 1(1). https://doi.org/10.21043/ji.v1i1.3099
Khasanah, N., Hasyim, A., & Nurmalisa, Y. (2018). IMPLEMENTASI PERMENDIKNAS NO 70 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN INKLUSI. Jurnal Kultur Demokrasi, 5(12).
Tarnoto, N. (2016). PERMASALAHAN-PERMASALAHAN YANG DIHADAPI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSI PADA TINGKAT SD. HUMANITAS: Jurnal Psikologi Indonesia, 13(1), 50--61.
Yuwono, I., & Mirnawati. (2021). Strategi Pembelajaran Kreatif dalam Pendidikan Inklusi di Jenjang Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 5(4), 2015--2020. https://jbasic.org/index.php/basicedu/article/view/1108
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H