Mohon tunggu...
Zega Rizaldi
Zega Rizaldi Mohon Tunggu... -

Pengennya sih jadi penulis yang handal dan lihai... bukan penyanyi...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Dasar Orang-orang Ga Punya Jati Diri

3 Februari 2010   04:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:07 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bingung bukan kepalang saya waktu itu. Waktu ketika seorang senior menceramahi saya tentang jati diri bangsa Indonesia. Kenapa saya bisa bingung? Karena sesi ceramah itu tercetus hanya karena baju yang saya pakai. Saya tidak pernah menyangka desain baju saya ini berdampak, atau dapat menjadi topik bahasan yang sungguh luas bahkan sangat dalam.
Ketika itu saya sedang memakai t-shirt dengan desain tokoh fuhrer, Adolf Hitler. Saya memakai t-shirt itu karena pertama t-shirt itu dibelikan oleh ibu (bukannya hendak menyalahkan ibu) dan kedua karena saya sendiri memang senang dengan desainnya serta ukurannya yang pas di tubuh saya.

“Itu gambar siapa?” Tanya sang senior berkepala botak itu.

“Hehehe… ini Asmuni.” Canda saya.

Saya melontarkan jawaban dengan maksud bercanda dan jawaban tersebut sebenarnya saya dapat dari seorang teman yang mengkomentari baju saya, “Wah baju lu ada Asmuni-nya tuh.”

Ternyata eh ternyata, canda saya berujung menjadi sesuatu yang sangat serius dan membuat saya hanya bisa tersenyum simpul.

“Lu kenapa coba pake baju itu? Lu tahu ga artinya apa? Ada lambang Nazi-nya segala lagi.” Tanya senior saya kembali.

Belum sempat saya menjawab bahkan belum terpikir apa jawaban yang akan saya beri, senior saya itu terus memberikan pertanyaan-pertanyaan hingga akhirnya dia menjelaskan tentang jati diri bangsa.

“Sekarang ini anak-anak muda udah keilangan jati dirinya. Kaya lu ini lah. Pake baju yang lo ga tau apa artinya.”

Saya masih dalam posisi terbujur kaku di lantai dan menatap kepala botak-hitamnya yang sedang berada di atas tubuhnya yang dia dudukkan di sebuah kursi. Teman saya pun melakukan hal yang serupa dengan saya: duduk manis serta tertawa seperlunya.

Teman saya ini lebih beruntung dibandingkan saya, pasalnya, dia bukan lah orang yang menjadi objek pembicaraan melainkan saya. Perasaan saya saat itu menjadi tidak keruan karena saya berpikir mengapa bisa sampai sejauh ini. Saya pun merasa dihakimi dan menerima sangkaan-sangkaan yang senior saya lontarkan karena saya sendiri merasa dia memang benar.

Senior saya melanjutkan ceritanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun