Sebagian besar orang pasti pernah merasakan berbagai permasalahan dalam hidup. Situasi yang tidak berjalan sesuai ekspektasi seperti musibah, kehilangan harta, dikeluarkan dari pekerjaan, ditinggal orang tersayang, dibohongi dan dikhianati orang yang dipercaya, serta lain sebagainya. Namun, tiap-tiap individu juga memiliki caranya sendiri dalam menyikapi permasalahan yang mereka alami.Â
Bagi mereka yang sudah terbiasa berpikir jauh kedepan, membayangkan resiko, dan memiliki gambaran akan fase terendah, dapat menghadapi berbagai permasalahan itu dengan tenang dan cermat. Berbeda dengan mereka yang tidak menyangka dan tidak menyiapkan diri akan berbagai kemungkinan kedepannya.Â
Lalu, apa cukup dengan berpikir jauh kedepan sudah bisa membantu kita dalam menyikapi permasalahan yang muncul?
Berpikir jauh yang bijak tidak semata-mata hanya memikirkan cost and effect. Berpikir jauh yang dilengkapi dengan pemikiran stoikisme membantu dalam menciptakan ketenangan hati dan penerimaan atas segala hal yang terjadi diluar perkiraan. Untuk itu, aliran stoikisme penting untuk dipahami dan diterapkan sehari-hari.
Tetapi, apa itu stoikisme dan bagaimana cara menerapkannya?
Muncul pada jaman Yunani dan Romawi kuno sebagai sebuah aliran atau mazhab filsafat yang didirikan di kota Athena, Yunani, oleh filsuf Yunani Zeno dari Citium pada awal abad ke-3 SM dan dikembangkan oleh sederet filsuf Romawi seperti Seneca, Epictetus, Marcus Aurelius.Â
Stoikisme merupakan sebuah pemikiran filosof yang berfokus pada hal-hal dalam jangkauan kontrol manusia, untuk mensyukuri apa yang sudah terjadi. Salah satu tujuan penting dari stoikisme yakni penguasaan diri atau self-mastery. Memisahkan pada hal-hal yang bisa dikendalikan, dan tidak bisa dikendalikan.Â
Stoikisme mendorong manusia untuk bisa mengontrol perspektif dan emosi diri agar terbiasa di ketidaknyamanan dan tidak mengharapkan kesempurnaan. Di kehidupan kita sekarang yang segala halnya dituntut untuk sempurna dan menghasilkan sesuatu yang besar, kita tidak akan benar-benar merasa bahagia jika terus berada di posisi "aman".
 Terlepas dari hasil terbaik yang selalu kita harapkan, manusia tidak punya kontrol sepenuhnya terhadap hal-hal yang terjadi pada diri mereka. Memusatkan keberhasilan dan kebahagiaan diri sesuai dengan kemampuan, menciptakan kebebasan dari belenggu ekspektasi dan harapan. Â
Stoikisme mengajarkan setiap individu untuk menilai kesuksesan diri dari jumlah usaha dan jerih payah yang sudah diberikan untuk menggapai sesuatu, kualitas yang ada pada setiap progres nya dimana kalian menikmati setiap tahapnya, bukan dari hasil validasi dan pengakuan yang didapati dari lingkup luar.