Mohon tunggu...
Aisyah Nawangsari Putri
Aisyah Nawangsari Putri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Small town girl. Took the midnight train, going anywhere.

Freelance writer Email: zonaisyah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Apa yang Perlu Kita Lakukan Hanyalah Berpikiran Positif

4 Oktober 2016   17:55 Diperbarui: 5 Oktober 2016   17:33 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Apakah Anda pernah merasa tidak bahagia? Hidup Anda hampa? Padahal harta berlimpah, tubuh sehat, dan Anda selalu dengan mudah meraih apa yang inginkan. Saya pernah. Saya pernah merasa tidak bahagia dengan hidup saya padahal saya tidak kekurangan suatu apa pun. Apakah itu berarti saya kurang bersyukur? Saya bersyukur atas apa yang saya punya. Tapi jujur saja, saya menginginkan sesuatu yang saat itu tidak ada dalam hidup saya, yaitu dukungan moral.

Pagi tadi, dosen saya mengatakan bahwa setiap manusia memiliki penyakit jiwa dalam beberapa level. Ada yang serius ada yang tidak serius. Beliau mencontohkan phobia sebagai penyakit jiwa yang tidak serius. Saya sempat menyadari bahwa saya pun memiliki sedikit penyakit jiwa. Tidak serius tentunya. Dan karena saya tidak pernah mengunjungi psikolog, saya tidak bisa tahu pasti.

Saya memiliki anxiety yang cukup menggangu kehidupan saya. Beberapa di antara kita pasti memiliki ini. Perasaan selalu gelisah akan sesuatu. Saya selalu takut dihakimi orang, siapa pun. Bahkan dengan orang terdekat saya pun, saya takut. Apalagi dengan orang yang tidak saya kenal.

Saya selalu memikirkan apa yang dipikirkan si A tentang saya? Bagaimana dengan si B? Kira-kira siapa yang berpikiran baik tentang saya? Siapa yang kira-kira pantas saya percaya? Bertemu dengan orang baru? Bagaimana kesan mereka terhadap saya? Apakah mereka akan mengatakan saya bau badan? Apakah mereka akan berpikir jerawat di dagu saya terlihat menjijikkan? Apakah mereka menertawakan saya di belakang saya karena saya ludah saya sempat gagap saat berbicara tadi? Dan sebagainya. Pikiran-pikiran seperti ini menghantui saya hampir 24 jam setiap hari. Bahkan saya tidak berani menyapa seseorang lebih dulu karena takut dianggap sok kenal sok dekat. Kemudian saya dibilang sombong. Nambah lagi deh cap buruk saya.

Beberapa kali saya merenungkan hal ini. Apa yang membuat saya merasakan anxiety hampir di mana pun saya berada. Mungkin terdapat faktor-faktor kecil yang mempengaruhi saya sedikit demi sedikit. Tapi yang paling menampar saya kala itu adalah mendengar dengan telinga saya sendiri, teman-teman saya yang selama ini saya kira baik, ternyata mengejek-ejek saya di belakang.

Tiga kali saya memergoki tiga orang yang berbeda melakukan itu terhadap saya. Ketiga terjadi pada saat saya berada pada masa puber. Masa-masa di saat saya membutuhkan perhatian (yang positif), masa di mana saya mencoba mencari jati diri saya yang sebenernya. Mereka berhasil membuat saya percaya bahwa saya ini manusia yang buruk seperti kata mereka.

Satu perkataan negatif saja bisa mempengaruhi hidup seseorang. Saya beruntung karena mencoba mengatasi anxiety saya dan berteman dengan orang-orang baik yang membuat saya merasa lebih percaya diri. Namun tidak semua orang seberuntung saya. Bisa jadi mereka harus terjebak dengan orang-orang seperti itu seumur hidup mereka. Selamanya mereka akan merasa dirinya buruk. Tidak menutup kemungkinan mereka akan mengalami depresi. Kita tahu, depresi adalah hal yang sangat buruk, sangat tidak sehat, dan dapat menyebabkan bunuh diri.

Orang-orang yang terbiasa berpikiran negatif tidak akan sadar bahwa apa yang mereka katakan dapat mengubah hidup seseorang menjadi menyedihkan. Orang-orang dengan pikiran positif akan segera meminta maaf saat mereka menyadari mereka menyakiti orang lain (saya yakin, orang dengan pikiran positif tidak akan pernah sengaja menyakiti orang lain), sementara orang-orang dengan pikiran negatif akan mengelak dan mengatakan itu bukan salah mereka. Bahkan mungkin saja sebetulnya mereka puas karena telah menyakiti orang lain. Menyakiti orang lain membuat mereka merasa kita lebih superior, lebih hebat dibanding orang yang mereka sakiti.

Jika kita menemui seseorang yang merasa hidupnya hampa atau tidak bahagia dengan hidupnya, janganlah langsung menghakimi dengan mengatakan orang tersebut kurang bersyukur, sombong, kurang bergaul, dan lain sebagainya. Mungkin saja dia adalah korban dari orang-orang negatif yang ada di sekitarnya. Menghakimi dia hanya akan memperburuk kehidupannya. Jika kita bisa membuat hidup seseorang lebih baik, kenapa kita harus memperburuknya?

“Berlomba-lombalah dalam kebaikan”, apakah kita akan melupakan pepatah itu dan menggantinya dengan “berlomba-lombalah nyinyir”? Satu kebaikan akan mengundang kebaikan lainnya. Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Peribahasa itu tidak hanya cocok untuk menabung, tetapi juga dalam membuat perubahan.

Saat ini saya merasa hidup saya jauh lebih baik dari sebelumnya karena saya dikelilingi oleh orang-orang yang berpikiran positif. Mereka tidak menghakimi setiap tindakan seseorang. Mereka menerima semua manusia apa adanya karena mereka sadar, tidak ada manusia yang minta dilahirkan dengan tampang yang jelek, dengan keluarga yang berantakan, dengan kondisi keuangan yang kurang. Alhamdulillah, saya tertular kepositifan mereka dan belajar untuk menjadi lebih positif lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun