Dalam kontestasi pemilihan pemimpin daerah, popularitas sering kali menjadi faktor utama yang mempengaruhi pilihan masyarakat, mengesampingkan kompetensi dan keahlian calon. Meskipun kemampuan dan visi misi seharusnya menjadi penentu utama, kenyataannya, popularitas kandidat sering lebih menentukan hasil pemilihan. Fenomena ini semakin nyata di era digital, di mana media sosial dan pemberitaan memainkan peran penting dalam membentuk persepsi publik. Figur-figur yang sering muncul di media atau memiliki latar belakang di dunia hiburan kerap lebih dikenal, sehingga lebih mudah menarik perhatian pemilih, meski tak selalu memiliki keahlian yang diperlukan untuk memimpin.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya memprioritaskan kualifikasi teknis dan program kerja yang ditawarkan oleh para kandidat. Pemilih lebih sering terpesona oleh citra dan ketenaran daripada memperhatikan kompetensi dan kemampuan calon dalam memecahkan masalah daerah.
Sebagai pemilih, masyarakat memiliki tanggung jawab besar untuk lebih kritis dalam memilih pemimpin. Memilih seseorang hanya berdasarkan popularitas dapat berdampak negatif dalam jangka panjang, terutama ketika pemimpin yang terpilih tidak mampu menghadapi tantangan daerah yang kompleks. Sayangnya, kampanye politik sering kali lebih fokus pada visual dan retorika sederhana yang mudah dicerna, sementara substansi program kerja calon menjadi hal yang kurang diperhatikan.
Peran media juga sangat penting dalam mengedukasi publik mengenai calon pemimpin, bukan hanya menyoroti sisi popularitas mereka. Media harus menyajikan informasi yang berimbang, termasuk mengungkap rekam jejak dan kompetensi para kandidat. Dengan demikian, pemilih dapat membuat keputusan yang lebih rasional berdasarkan keahlian, bukan sekadar ketenaran.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa popularitas memiliki daya tarik yang kuat dalam politik. Sosok yang populer lebih mudah mendapatkan dukungan, terutama di kalangan masyarakat yang kurang memahami seluk-beluk kebijakan dan pemerintahan. Oleh karena itu, diperlukan upaya berkelanjutan untuk meningkatkan literasi politik masyarakat, agar mereka lebih mengutamakan kemampuan calon dalam menyelesaikan masalah daripada hanya memilih karena ketenaran.
Untuk mengatasi kecenderungan ini, pendidikan politik bagi masyarakat menjadi sangat penting. Pemilih harus didorong untuk lebih kritis dalam menilai kandidat, tidak hanya dari sisi popularitas, tetapi juga dari program-program nyata yang diusung dan rekam jejak kerja yang relevan. Partisipasi dalam debat publik, penyebaran informasi yang transparan, serta diskusi mendalam tentang isu-isu daerah perlu ditingkatkan, agar masyarakat dapat memilih dengan pertimbangan yang lebih matang.
Kesimpulannya, meskipun popularitas tidak bisa diabaikan, keahlian dan kompetensi calon pemimpin seharusnya menjadi prioritas utama dalam pemilihan kepala daerah. Masyarakat perlu lebih bijak dalam memilih pemimpin yang benar-benar mampu membawa perubahan positif. Dengan demikian, daerah akan dipimpin oleh sosok yang tidak hanya dikenal luas, tetapi juga memiliki kemampuan nyata untuk memajukan dan menyejahterakan masyarakatnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI