Mohon tunggu...
Zoel Z'anwar
Zoel Z'anwar Mohon Tunggu... profesional -

dulce et utile

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Nyanyian Preman di Republik Preman

17 September 2013   21:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:45 1382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13794292061886666436

biji yang mendompleng di pantatnya lama-lama jadi kepala. turun melurus menjadi sebidang dada di atas bulat garba dari sana ampas-ampas mengaliri dan menjadi seinduk bala di dalamnya, cacing rakus berkejaran dengan belatung tua lalu setelah tangan, kaki ongkang-ongkang tumbuh pula enggan menggamit lelah, bosan menginjaki luka-luka di kepala itu tumbuh satu mata, besar seperti api menyala menggusari sedikit bening lalu gelap melihat segalanya di dadanya tak ada setangkup hati penimbang berat rasa-rasa dari jantung mengalir cuka ke kepala hingga ke merah mata dia lari ke kota, mengasah nyali dari pongah di dua kepala angin dan debu membuatnya lupa: otak tersisa ada dimana?

awas, dari matanya keluar lagi api yang menyala awas, menuntut ampas si cacing dan belatung tua awas, dia pontang-panting mencari sisa warasnya awas, satu raib: tertinggal di pantat satu kepalanya

hampir buta di bakar api yang nyala--dia pakai mata gila di bawah jalan layang sisa warasnya akhirnya sangkut juga emak-emak di seretnya, di satu bedeng usang di sekapnya dia masih mencari juga, cuka masih mengalir di kepalanya lalu terdengar raung-raung ampas pemuas nafsu belatung tua api dari matanya menjalari plastik yang netes di kulit yang luka emak-emak kopi, telanjang meronta-ronta dengan sisa tenaga dari ribuan mata dan telinga dia mohon doa dan secarik suaka

awas, telinga-telinga tiba-tiba semua tuli setulitulinya awas, mata-mata terbuka tiba-tiba buta sebutabutanya awas, rumah-rumah terbuka tiba-tiba dihuni boneka awas, matanya menyala--di sini si induk bala adalah raja

pongah, setelah kenyang, dia menganga ke angkasa dari mulutnya, di kepala yang lahir dari satu biji di pantatnya dia teriak sejadijadinya, "Aku Sang Preman kotaaaaaaaaaa!!" lalu hanya ada aku, yang bersyair sesuai bahasanya jauh. lirih. sedih. di hati, ku dengar ada pilu. _________________________________________ sumber gambar: mushlihin.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun