Diskusi siang ini menarik sekali dengan berbagai kompleksitas problema yang dihadapi oleh mahasiswa IAIN Jember semester tujuh yang notabennya akan menyelesaikan tugas akhir atau Skripsi.
Mereka (para mahasiswa) dengan susah payah mencari judul dengan berbagai problem yang berbeda, objek, dan fenomena. Kemudian mereka (para mahasiswa) dengan wajah semringah membawa judul tersebut kebagian staf masing-masing fakultas yang katanya bagian penyeleksi judul. Namun sesampainya dibagian staf penyeleksi judul, ada pertanyaan aneh yang terkadang muncul dari sang staf "udah berapa kali ngajukan judul mas?, tanya sang staf, kemudian mahasiswa menjawab "baru satu kali pak" dengan mudahnya judul dicorat coret dan disuruh kembali dikemudian hari oleh sang staf.Â
Belum lagi ketidaksingkronan antara staf fakultas tarbiyah yang katanya penyeleksi judul dengan Kaprodi. ditangan staf mahasiswa diminta mencari judul yang belum pernah diteliti sebelumnya dan terkesan aneh-aneh bahkan menjauh dari prodi mahasiswa yang digeluti. Dengan polosnya mahasiswa mencari dan observasi judul baru yang tidak sesuai dengan prodinya (taruhlah PAI), setelah mendapatkan judul yang aneh tersebut barulah judul itu di ACC oleh staf Fakultas Tarbiyah.
Selanjut mahasiswa melanjutkan pengajuan judulnya ke Kaprodi, namun ternyata di Kaprodi tidak diterima judul skripsi tersebut bahkan harus ganti judul lain dan harus melakukan observasi lagi. Nah kalo sudah begini sudah bisa diprediksi bahwa staf dan ka prodi tidak sesuai pemikirannya dan tidak satu visi.
Sebenarnya fungsi staf dan kaprodi itu apa? Mengubah judul skripsi? Atau pembuat skripsi? Bukankah yang buat skripsi adalah mahasiswa sendiri. Mengarahkan boleh pak/bu Kaprodi tapi bukan berarti nenggati judul baru.
Tau tidak kalian para staf dan kaprodi, kalian telah membuat para mahasiswa kalian stres dan frustasi untuk mengajukan judul lagi. Merekan menjadi enggan dan malas untuk mengurus judul lagi. Bukankah berubah dan tidaknya judul itu bergantung pada pembimbing tho?
Jangan buat emosi para mahasiswa itu memuncak dan tidak terkendali oleh keinginan kalian, karena yang akan melaksanakan penelitian adalah mahasiswa sendiri bukan staf ataupun kaprodi.Â
Belum lagi problem mahasiswa yang akan melakukan konsultasi harus sms dulu dan harus nunggu jam giliran dan lain sebagainya. Apa memang ada aturuan dan kebijakan tertulis seperti itu.
Jangan menganggap mahasiswa itu bodoh pak/bu staf dan kaprodi biar mereka tidak merasa dikerdilkan. Para mahasiswa hanya butuh pengarahan saja bukan didikte.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H