Sebuah sesuatu yang luar biasa ketika awal kepemerintahan Joko Widodo mengusung kembali revolusi mental. Sebuah program yanh sudah lama tak terdengar setelah lengsernya Presiden Ir. Soekarno yang beganti ke Orde Baru Soeharto.
Setelah hampir 40 tahun kita tidak mendengar revolusi mental, akhirnya kembali menggaung di bumi pertiwi setelah pemilihan umum tahun 2014. Artinya harus ada perubahan yang mendasar di berbagai bidang (ekonomi, politik, budaya, pangan, pendidikan, dll), merupakan angin segar bagi rakyat Indonesia dalam upaya perbaikan nasib. Seperti apa yang disampaikan proklamator kemerdekaan "setelah kita berhasil mengusir penjajah, kemudian dibangunlah mentalnya (mental sebagai bangsa yang merdeka/tidak ingin dijajah), selanjutnya adalah membangun fisiknya. Maka keadilan sosial akan terwujud".
Pembangunan nasional bukanlah melulu berbicara infrastruktur, lapangan kerja dan kemajuan teknologi. Tapi juga berbicara pembangunan mental bangsa Indonesia secara keseluruhan, penanaman Nasionalisme sebagai bagian teramat penting dalam membangun bangsa itu sendiri. Inilah kemudian sebagai "nation character building". Selanjutnya bung karno juga berpandangan tidak akan mungkin suatu bangsa merdeka jika didalamnya terdapat penghisapan dan penindasan (imprialisme), karena itu adalah musuh dari nasionlisme yang berperikemanusiaan, seperti gandi berkata "nasionalismeku adalah perikemanusiaan".
Dipandanag dari pendahulu kita di atas, maka patutlah kita cermati keadaan negeri kita saat ini. Awal tahun telah terjadi perubahan kebijakan yang cukup mencengangkan, prosesnya begitu cepat. Pertama dimulai sari pajak kendaraan bermotor, memang bukan pajaknya yang dinaikan, tapi PNBPnya (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dalam hal ini adalah biaya administrasi, awalnya untuk kendaraan roda dua gratis menjadi bertarif Rp. 50.000 jika tidak salah, sedanagkan untuk kendaraan roda 4 Rp. 200.000 (mohon jika salah nominalnya dikoreksi). Adapula kenaikan-kenaikan lainnya, seperti biaya TNKB, balik nama dan mutasi wilayah.
Kedua ialah kebijakan kenaikan BBM berkisar Rp. 300-900 untuk masing-masing jenis bahan bakar.
Ketiga kenaikan tarif dasar listrik untuk yang berdaya 900 VA, yang awalnya bertarif 601/kWh menjadi 940/kWh. Kenaikan tarif listrik itu pun tentu sangat erat kaitannya dengan harga BBM baru.
Keempat melonjaknya harga-harga kebutuhan pangan, tentu juga tidak bisa dinapikan akibat kenaikan harga BBM lah faktor utamanya. Seperti harga cabai yang begitu fantastis melampaui harga daging sekalipun.
Diatas adalah bagian kecil kebijakan yang perlu kita kritisi. Dari berbagai media tentunya kita dapat melihat perkembangan-perkembangan terkini tersebut, bahkan sempat terjadi kesimpang siuran akan opini yang berkembang. Mulai dari ungkapan kapolri terkait kenaikan tarif baru untuk pajak kendaraan bermotor, sampai kepada presiden yang tidak mengintruksikan kenaikan BBM, nah lantas siapa yg bertanggung jawab atas semua kejadian ini?. Pandangan saya justru tokoh yang paling bertanggung jawab adalah Presiden, kenapa? Itu menunjukkan ketidakpatuhan anak buahnya terhadap kepala negara, yang justru akan menghambat pembangunan revolusi mental yang diusung. Mental pejabatnya dulu yang harus di revolusi agar tidak mengkhianati keinginan dan penderitaan rakyatnya.
Banyak solusi tentunya yang sebenarnya bisa dilakukan selain menaikkan pungutan untuk rakyat, apalagi menyangkut rakyat kecil. Saya akan amat setuju BBM dinaikkan bahkan memang harus dinaikkan harganya apabila unsur transportasi yang memadai terpenuhi. Bagaimana unsur transportasi memadai terpenuhi? Pertama pemerintah harus dapat mengambil alih semua peranan perusahaan transportasi, diperbaiki sarana dan prasarananya secara menyeluruh, kemudian perusahaan swasta transportasi harus masuk kepada bagian perusahaan negara, sehingga transportasi dikuasai negara, selanjutnya adalah akses transportasi harus menyentuh semua lapisan (dari perdesaan ke kota, antar perdesaan, dari tempat tinggal ke lokasi kerja) yang tentu saja harus diteliti dengan cermat agar pemerataan itu terjadi.
Nah, bahan bakar untuk transportasi inilah yang harus di subsidi secara penuh, karena dapat membantu masyarakat dalam beraktifitas. Jika semua unsur tersebut barulah apabila BBM dinaikan, bahkan apabila dinaikkan sepuluh kali lipat pun saya akan setuju, karena sebagai alternatif masyarakat Indonesia memiliki akses transportasi alternatif yanh murah dan dapat menjangkau semua lokasi. Jadi tidak akan ada orang yang berdesak-desakan di jalan raya. Untuk saat ini saya kira belum saatnya pemerintah menaikan tarif tersebut karena tidak logis dengan perkembangan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Dampak dari kenaikan BBM adalah naiknya tarif listrik, seperti yang kita tahu yang dinaikkan tarifnya ialah listrik bersubsidi bagi masyarakat yang kurang sejahtera (900VA), yang akhirnya menimbulkan kegaduhan. Hal tersebut tidak lagi mewujudkan perlindungan negara terhadap masyarakat miskin.