[caption caption="Al-Qur'an adalah kitab suci yang digunakan ummat Islam dalam memahami ajarannya dan sebagai tuntunan hidup"][/caption]Islam jika kita artikan secara bebas bisa berarti ketenangan, ketentraman, kemenangan, cinta dan kasih sayang. Secara harfiah berarti agama yang suci, diturunkan untuk memberikan ketenangan hati melalui Utusan (Rasul) Nya. Hal tersebut menandakan Islam memang dipersiapkan untuk menjaga manusia dari segala kehancuran.
Di tanah kelahirannya (Makkah), islam datang dengan keterasingannya. Rassul pun pernah bersabda islam datang dalam keadaan asing, dan akan kembali dalam keadaan yang asing pula, maka berbahagialah orang-orang yang merasa asing tersebut (H.R Muslim)
Islam berkembang dari segala tantangan zaman, terbukti mampu melewatinya dan satu-satunya agama yang progressifitasnya paling tinggi di dunia dari semua agama yang ada. Untuk itulah kehadirannya sering dianggap menjadi sebuah ancaman, sehingga akhirnya banyak upaya yang dilakukan oleh pihak yang tidak senang dengan Islam (terutama dengan konspirasi terorisme). Namun segala upaya untuk menghalau islam tersebut malah membuat Islam semakin tumbuh besar.
Akhir-akhir ini kita sering dibiaskan dengan isu Pemimpin muslim atau non muslim, A lebih baik daripada B, mazhab ini lebih unggul dari mazhab itu, pertentangan syiah denhan suni, dsb yang isunya sudah terbangun sejak lama (semua fenomena sosial keagamaan di Indonesia).
Referensi-referensi tentunya sering kita baca bagaimana perkembangan islam dalam perspektif kajian sejarah kebudayaan islam, namun tetap saja sebagian kita seakan lupa bagaimana kita mempelajari studi tersebut. Setiap kita seorang muslim yang pernah mengenyam pendidikan Islam, pasti pula sangat akrab dengan sejarah kebudayaan Islam.
Islam juga dikenal melahirkan penemu/ilmuwan yang sangat hebat, seperti Aljabar (dalam teori matematikanya), kemudian ibnu batutah (berhasil mengelilingi dunia) ataupun nama-nama besar lainnya.
Tapi dari sekian kegemilangan masa lampau itu, tentu saja banyak hal gelap yg menyelimuti. Setelah Rasulullah mangkat maka ummat Islam pun terpecah-pecah menjadi banyak golongan. Sehingga golongan-golongan tersebut menganggap golongan yang dianut adalah golongan paling benar, sedang golongan lain salah. Itulah kenapa sekarang kita terbagi banyak faksi, dan faksi-faksi ini cenderung besar berbenturan.
Benar kata Syeikh Jamaludin Al-Afghani (pembaharu Islam di Mesir) yang mengatakan Islam itu tertutup oleh ummatnya. Dimana dia menjelaskan dalam beberapa jurnal bahwa Islam melarang Zinah, namun banyak orang Islam bahkan petinggi (pejabat) beragama Islam sering Berzinah. Islam melarang mencuri, tapi banyak orang islam mencuri, bahkan diantara pejabat ada yang korupsi. Islam melarang ummatnya memfitnah, tapi banyak orang malah senang menggunjing orang, tak jarang gunjingannya membuat kemudhorotan bagi orang yang digunjingkannya. Dan masih banyak lagi larangan dalam islam yang justru lebih banyak dilanggar. Disinilah bagaimana dikatakan Islam tertutup oleh umatnya.
Penjabaran ini hanya sebuah pandangan singkat atas fenomena yang terjadi. Bahkan kita lupa sebetulnya Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, sebuah agama yang berdasarkan kasih sayang dan tidak membeda-bedakan. Tidak asa kelas sosial dalam Islam. Tapi kita lah ummat islam yang sering mengkelas-kelas, mengkasta-kasta. Padahal Allah memandang semuanya sama, kecuali dari ketaqwaannya. Lantas pertanyaannya kenapa masalah pemimpin (muslim/bukan) dalam kasus di Indonesia menjadi polemik?. Apakah ini sebuah fanatisme ataukah idealisme?.
Menjadi polemik mungkin saja dikarenakan kurang dalamnya kita mengkaji agama dan regulasi dalam menentukan pilihan. Dalam konteks politik, jelas ini merupakan sebuah konsekuensi dari proses demokratisasi yang dijalankan. Karena negeri demokrasi selalu menyuguhkan pertentangan (sebagaimana dijelaskan oleh teori politik modern). Bahkan di Indonesia sendiri pertumbuhan civil society begitu pesat dan massif, sehingga mendorong akan adanya pertentangan/tekanan dari massa rakyat (atas ketidak adilam yang terjadi) baik yang berlatar agama maupun bukan.
Jika sebuah keinginan memilih seorang pemimpin bukan lagi dari kemampuan dan keahliannya, melainkan hanya berlatar agamanya saja, jelas ini tidak bisa kita katakan sebagai idealisme. Seperti kita ketahui idealisme Islam adalah perikemanusiaan, keadilan sosial dan ukhuwah (persatuan). Saya jauh memandang apabila kita melakukan penyaringan pemimpin hanya berdasar agamanya ini jauh lebih dinamakan Fanatisme. K.H. Ahmad Dahlan mengatakan kita boleh memiliki prinsip (idealisme) tapi tidak boleh fanatik, karena fanatik merupakan ciri orang bodoh.
Rasulullah SAW dalam riwayatnya pun pernah mengutus orang untuk datang ke negeri Habasyi (sekarang Ethiopia) meminta perlindungan kala Mekkah dikepung oleh Kafir Quraisy yang hendak menghancurkan Islam. Rasul mengatakan disana seorang raja nasrani, didalamnya kalian akan terlindung dan bebas berjalan di siang dan malam hari, serta diberikan kebebasan beribadah. Seorang raja yang adil, sehingga membawa negerinya kepada kemakmuran.