Mohon tunggu...
Zainal Muttaqin
Zainal Muttaqin Mohon Tunggu... Lainnya - Pena adalah senjata

Anggota KPU Kabupaten Serang Periode 2018-2023

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sekulerkah Negara Ini?

30 Maret 2017   09:15 Diperbarui: 30 Maret 2017   09:53 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi | Istana Presiden adalah simbol kekuasaan Kepala negara"][/caption]Dalam KBBI Sekuler berarti bersifat duniawi/kebendaan (tidak berdasarkan keagamaan atau spiritualisme). Dalam berbagai pembahasan juga sering diarikan terpisah/berdiri sendiri. Selanjutnya menyinggung pluralisme, dapat diartikan membaur ataupun keragaman. Seperti pluralisme budaya, sosial, politik.

Nah, jika kita ibaratkan pada secangkir kopi terdiri dari bubuk kopi, gula dan air. Sebelum kita aduk unsur-unsur dalam kopi ini berdiri sendiri baik dari fisik maupun rasa (artikan : sekuler) ketika diaduk maka terjadi semua zat/unsur didalamnya bercampur/menyatu (plural). Rasanya pun berubah menjadi rasa secangkir kopi.

Dilihat dari filsafat secangkir kopi tersebut, konteksnya bisa kita dapat seperti keadaan keberagaman di sebuah negara, katakanlah jika itu Indonesia. Tiliklah bagaimana Pancasila itu terbentuk yang akhirnya menjadi sebuah konsensus bersama. Dimana Sukarno memandang bahwa perlu adanya dasar spiritual yang kuat untuk mendirikan sebuah negara, akan tetapi bukanlah sebuah negara theokrasi, melainkan sebuah negara yang dibangun asas dasar keinginan bersama bagi rakyatnya untuk merdeka, sebuah negara yang berdasarkan Nasionalisme. Prinsipnya yang digunakan adalah demokrasi/atas kepentingan bersama.

Dari tinjauan historis atas Pancasila itu, kemudian kita kontekskan seperti secangkir kopi tadi, bisa kita katakan Politik, Agama, Sosial, Budaya adalah unsur-unsur di dalamnya. Sedangkan cangkirnya adalah Negara merdeka, kemudian sendoknya ialah Pancasila. Pancasila lah yang mengaduk, sehingga aroma dan rasanya ialah Indonesia.

Beberapa waktu lalu Presiden Indonesia berpidato mengatakan "politik dan agama harus dipisahkan betul", dalam konteks ini haruslah kita berpandangan objektif, tidak cepat mengambil kesimpulan atas yang disampaikan. Kita harus sadar agama memiliki dimensi dan politik juga memiliki dimensi. Negara merupakan sebuah entitas terluas dari dimensi yang ada karena mengcover semua dimensi kepentingan yang ada termasuk agama dan politik.

Agama memiliki dimensi kesalehan, sedangkan politik memiliki dimensi kepentingan. Prinsip kesalehan dapat diartikan kebutuhan setiap orang (individu) dalam menjalankan aktifitas spiritualnya. Sedangkan dimensi politik adalah kepentingan, maka segala upayanya adalah keinginan agar kepentingannya tercapai (bisa bersifat individu maupun bersama/kelompok). Apabila disesuaikan dengan konteks saat ini, dimana politik Indonesia sedang bergejolak antara pemahaman kelompok agamais dengan nasionalis sekuler yang memiliki kepentingan yang sama-sama kuat. Analisanya adalah jika dimensi kesalehan merupakan hakikat individu dan kepentingan adalah tujuan bersama, maka kedua hal ini adalah entitas yang berbeda. Maka wajar-wajar saja jika seorang Presiden mengatakan hal yang dimaksud diatas.

Kedua sisi ini (Agama & Politik) akan bertemu pada irisan kehidupan bermasyarakat yang menerapkan asas kebersamaan sebagaimana hakekat pancasila. Tugas negara hanyalah memfasilitasi kepentingan & melindungi seluruh rakyatnya dalam menjalankan perintah agamanya masing-masing.

Akhir dari tulisan ini ialah menyimpulkan, pertama bahwa agama dan politik merupakan entitas yang berdiri sendiri karena memiliki dimensi yang berbeda.

Kedua, Agama dan Politik dapat menyatu dalam aspek bermasyarakat, karena agama mengatur kehidupan sosial penganutnya, begitupula negara mengatur warga negaranya dalam kehidupan kemasyarakatan.

Ketiga, Indonesia bukanlah negara Agama, tapi Agama menjiwai negara, untuk itulah adanya Ketuhanan Yang Maha Esa pada falsafah negara ini.

Keempat, sekuler yang dimaknai berdiri sendiri/terpisah/matrealistik, jika digabungkan akan jadi pluralisme (kedua teori ini dibawa dari barat). Memang secara histori, negara kita dibangun oleh pengetahuan Barat.
Demikianlah saya memandang sekulerisme yang menjadi isu kuat saat ini, terutama isi pidato kepala Negara yang baru-baru ini ramai dibincangkan terkait pemisahan agama dan politik. Semoga menambah khasanah pengetahuan kita sebagai warga negara yang baik. Segala kebenaran hanyalah milik Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun