Piring-piring sudah diangkut, kursi sudah dirapikan, dan meja sudah dibersihkan. Tapi sampah-sampahnya disembunyikan di bawah kolong meja. Begitulah kira-kira melihat permainan laga Indonesia vs Uzbekistan malam ini. Indonesia hampir berhasil memecahkan rekor gawang besi Uzbekistan, kalau saja wasit memutuskan tidak offside.Â
Akhirnya, Squad Garuda harus menerima kekalahan 2-0 dari Uzbekistan. Sebetulnya Indonesia patut berbangga karena mampu melaju ke semifinal AFC Asia Cup dan menghadapi lawan dengan peringkat 100 ke atas, sementara Indonesia masih berada di peringkat 134. Bayangkan saja, Uzbekistan di peringkat 64, Iraq di peringkat 58, dan Jepang di peringkat 18. Setelah ini, Indonesia masih memiliki harapan untuk berdiri di podium juara ketiga, atau menang melawan perwakilan konfederasi.
Kembali ke sampah di kolong meja. Hampir di sepanjang permainan sepak bola di belahan dunia ini diwarnai dengan drama, siasat, dan obrolan belakang panggung. Tidak perlu dipungkiri bahwa sepak bola juga termasuk kategori ShowBiz. Pun dalam laga Indonesia vs Uzbekistan malam ini (29 April 2024). Dari mulai drama kartu kuning bertubi-tubi untuk Indonesia, dan sepak bola tidur yang dimainkan oleh Uzbekistan. Ditambah lagi, kecenderungan wasit Shen Yinhao pada Uzbekistan yang merugikan Indonesia. Lah? Kok bisa? Buktinya apa?
Oke. Kita bahas satu-persatu. Pertama, checking VAR. Jelas VAR alat yang membantu wasit membuat keputusan, juga melihat lebih jelas bagaimana kejadian di momen krusial tersebut. Akan tetapi, keputusan tetap berada di tangan wasit. Ada dua keputusan wasit terhadap checking VAR ini.Â
Pertama adalah keputusan apakah akan dilakukan VAR atau tidak, dan kedua adalah keputusan setelah melihat VAR tersebut. Nah, keputusan apakah akan dilakukan VAR atau tidak inilah yang sepenuhnya ada di tangan wasit. Masalahnya adalah, beberapa kali keputusan melakukan VAR ini lebih banyak ditujukan untuk Indonesia.Â
Misalnya ketika terjadi gol oleh Ferrari dan hasilnya dianulir oleh wasit setelah melakukan VAR. Ketika terjadi pelanggaran oleh Ridho pada menit 84 setelah wasit melakukan VAR, dan hal-hal lainnya. Sementara ketika dari Uzbekistan melakukan pelanggaran, wasit (tanpa melihat VAR) memutuskan bahwa itu adalah pelanggaran ringan yang bahkan tidak menghentikan permainan. Misalnya ketika Arhan terjatuh di lapangan, dan beberapa pelanggaran lainnya. Ini sampah pertama yang ada di kolong meja laga malam ini.
Kedua, timing atau momen penetapan pelanggaran oleh wasit. Dari data statistik permainan, terdapat 18 jumlah pelanggaran yang dilakukan oleh Indonesia dan 9 jumlah pelanggaran yang dilakukan oleh Uzbekistan. Tentu jumlah ini di luar pelanggaran "ringan" yang dilakukan oleh Uzbekistan yang tidak dihitung oleh wasit.Â
Anggap saja memang segitu jumlahnya. Masalahnya adalah timing penetapan pelanggaran yang dilakukan oleh wasit, seringkali dilakukan ketika Indonesia membangun serangan balik, atau bahkan momen ketika Indonesia mendapatkan kesempatan emas untuk mencetak gol. Momen emas tersebut tiba-tiba dihentikan oleh wasit dengan dalih pelanggaran atau diving yang dilakukan oleh pemain Uzbekistan (tidak terhitung berapa kali para pemain Uzbekistan melakukan diving alias sepak bola tidur sepanjang permainan malam ini).Â
Sementara itu, ketika Uzbekistan membangun serangan, wasit cenderung mengabaikan pelanggaran yang mereka lakukan, atau misal diving yang dilakukan oleh Indonesia. Dari sini terbaca bagaimana campur tangan wasit, meskipun tidak terlihat kasat mata, tapi orang-orang yang melihat pertandingan tersebut pasti bisa merasakan bahwa momen emas Indonesia seringkali dihancurkan oleh keputusan wasit. Mungkin ini yang membuat pelatih STY protes dan sampai diganjar kartu kuning. Itulah sampah kedua yang masih ada di kolong meja AFC Asia Cup.
Mungkin masih banyak sampah-sampah lain yang berserakan, saya yakin kalian memiliki pemikiran sendiri-sendiri melihat laga malam ini. Bahkan mungkin melihat lebih banyak sampah yang berada di kolong meja tersebut daripada saya. Akan tetapi terlepas dari sampah-sampah tersebut, kita patut bersyukur bahwa akhirnya Timnas Garuda mampu menginjakkan kaki di semifinal tingkat Asia ini.Â
Jika dulu kita berpikir bahwa Indonesia masuk ke piala dunia hanyalah khayalan semata, akan tetapi sekarang khayalan tersebut berubah menjadi harapan. Harapan untuk Indonesia bisa berdiri di lapangan kelas dunia sudah di depan mata. Tugas kita sebagai penggemar hanyalah memberikan dukungan dan doa, bukan menghujat mereka meskipun jika pada akhirnya mereka pulang tanpa piala. Bagaimanapun, mereka adalah putra-putra terbaik bangsa ini (ya meskipun ada yang naturalisasi, it's okay).