Ageratum conyzoides L. dikenal di masyarakat sebagai babadotan (Jawa Barat) atau bandotan (Jawa Tengah) dan di China dikenal dengan sebutan sheng hong ji. Dinamakan babadotan karena memiliki bau khas seperti bau kambing.Â
Tumbuhan yang banyak dianggap gulma pertanian ini merupakan jenis tumbuhan bawah dari famili Asteraceae. Masih satu famili dengan bunga seruni (Chrysanthemum indicum L.). Kebanyakan famili Asteraceae memiliki struktur perbungaan majemuk.Â
Babadotan memiliki habitus berupa herba dengan batang yang tegak dan terkadang tumbuh rebah. Tinggi batang mencapai 90 cm hingga 120 cm, batang gilig dan sedikit berbulu serta bercabang-cabang.Â
Banyak dijumpai tumbuh di lokasi persawahan, tegalan, ladang, irigasi, lantai hutan, pekarangan, dan pinggir jalan sehingga banyak dianggap sebagai tumbuhan pengganggu atau gulma oleh sebagian petani dan masyarakat.Â
Tumbuhan ini memiliki perakaran tunggang dimana akar tumbuh dengan banyak membentuk cabang-cabang dan berbulu. Seperti yang kita ketahui, babadotan yang termasuk famili Asteraceae memiliki bunga majemuk yang terletak diujung dan mampu menghasilkan hingga 40.000 biji tiap individu tumbuhannya.Â
Bunga babadotan memiliki bulu-bulu halus dan bunganya berkelompok tiga atau lebih dan berwarna putih atau lembayung. Dalam satu kelompok terdiri atas tiga hingga empat kepala bunga. Masing-masing kepala bunga memiliki tangkai sendiri.Â
Daun babadotan berbentuk bulat telur hingga berbentuk belah ketupat dengan tepi daun bergelombang. Pangkal daun ada yang membulat dan tidak jarang juga meruncing. Tata letak daun babadotan saling berhadapan atau disebut sebagai tata letak daun opposite decussate.
Persebaran dan ekologi tumbuhan babadotan
Persebaran dan ekologi tumbuhan ini sangat merata, dari wilayah tropis hingga subtropis. Awalnya babadotan datang dari negara Brazil dan didistribusikan ke Jawa tahun 1860 saat zaman kolonial dulu. Babadotan merupakan jenis tumbuhan bawah yang mampu bertahan hidup di ketinggian 3.000 m, makanya tidak jarang kita menemukan babadotan yang tumbuh liar di jalur-jalur pendakian gunung.
Tidak hanya di Indonesia, di daerah Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara, dan Australia, babadotan juga dianggap sebagai tumbuhan pengganggu dan banyak disepelekan keberadaannya.