Dunia akan berhenti maju, jika kaum muda bungkam melihat keadaan!
Tepat pada tanggal 21 Mei 2014, rakyat Indonesia mengenang kekuatan massa yang berhasil menggulingkan rezim dikatator Soeharto dari pangku kekuasaannya. Kelaparan, pengangguran, kebebasan direbut senjata, para ibu terkurung di rumah, menjadi alasan bagi kaum muda, mempelopori perlawanan rakyat dengan gagah berani memaksa Soeharto membacakan surat pengunduran diri dari presiden. 16 tahun kita telah meninggalkan sistem biadap Orde Baru, namun apakah para setan sudah lenyap? Tidak! mereka masih duduk bereratan dengan para reformis gadungan, Kemiskinan masih merajalela, tak ada kebebasan berideologi, perlawanan rakyat selalu direpresif dengan penculikan, penjara, pembunuhan, sumber daya alam dikeruk, manusianya dipekerjakan murah, tanah tani dirampas, menjadi bukti Orde Baru belum musnah!
Jutaan rakyat bergelimpangan tak berdaya! Investor bergembira.
Malapetaka 30 September 1965-1966 (Peristiwa G 30 S PKI), pembataian massal yang dilakukan Soeharto terhadap rakyat Indonesia, jutaan rakyat dibunuh, puluhan ribu dipenjara tanpa sidang, demokrasi dibungkam, menjadi titik awal kebangkitan sistem Orde Baru yang dibangun Soeharto, setelah berhasil menggulingkan presiden Soekarno. Menurut Bertrand Russel, “Dalam empat bulan saja, lima kali lebih banyak orang telah mati di Indonesia daripada di Vietnam selama 12 tahun.”
Lahirnya Orde Baru dapat ditelusuri dari sebuah peristiwa pada dini hari 1 Oktober, ketika beberapa orang jenderal diculik, dibunuh, dan dibawa ke Lubang Buaya, Jakarta Timur. Paginya, Mayor Jenderal Soeharto sebagai Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat (KOSTRAD) sudah mengambil ahli militer dan merebut serta meguasai kota Jakarta.
Angkatan darat di bawah komando Soeharto berkonslidasi, kemudian diikuti konslidasi mahasiswa yang diwadahi di dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada tanggal 25 Oktober 1966, didirikan melalui hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, (Militer). PMKRI, HMI,PMII, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi- organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Kemudian berujung dengan aksi-aksi mahasiswa dengan tuntutan Tritura: menuntut pembubaran PKI, Retool kabinet Dwikora, dan turunkan harga barang. Dideklarasikan pada 10 Juni 1966 (Baca:http://pembebasanjogja.blogspot.com/2014/03/angkatan-66-dalam-pelukkan-militer.html).
Kekuatan Angkatan Darat mengawali politik pembersihan terhadap PKI (Partai Komunis Indonesia) dan organisasi-organisasi massanya melalui propaganda lewat media cetak dan eletronik dengan rekayasa! Penculikan para Jenderal serta kampanye hitam yang menuduh PKI dan simpatisannya membenci agama. Setelah kampanye hitam itu berhasil menipu rakyat, dimulailah operasi pembersihan lawan politiknya yaitu: PKI dan Soekarnois. Milisi-milisi sipil atau organisasi preman dan militer beraksi di desa dan kota, menculik, menyiksa, membunuh yang mereka anggap pendukung PKI. Puluhan ribu orang ditangkap, disiksa, ditahan dipenjara atau di kamp konsentrasi Pulau Buru tanpa melewati persidangan di pengadilan serta tanpa mengetahui kesalahannya, para tahanan politik dikurung tak berdaya. Anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) ditangkap, diperkosa ditahan di berbagai tempat penahanan, setelah militer menghembuskan isu melalui pers dengan rekayasa bahwa terjadi upacara penyiksaan secara keji (menyilet alat kelamin para jenderal) di Lubang Buaya. Dan dituduhkan Gerwani melakukannya, tuduhan itu kemudian dijadikan landasan oleh militer, agar dapat bertindak melebihi setan: memperkosa, dan membunuh.
Terjadinya peristiwa ini masih meninggalkan tanda tanya besar, dan perdebatan sengit, tentang siapa sebenarnya yang memicu terjadi peristiwa tersebut, namun yang pasti militer beserta kroninya harus bertanggung jawab atas jutaan nyawa manusia yang hilang. Menurut penelitian dan studi beberapa ahli mengatakan tidak kurang dari 250.000 hingga satu juta orang tewas.
Carmel Budiardjo, Direktur Tapol, organisasi hak asasi manusia yang berbasis di London mengatakan, “Kejahatan Soeharto yang terbesar bukanlah begitu banyak orang telah terbunuh atas perintahnya dalam waktu enam bulan setelah ia merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno, bukan karena begitu banyak organisasi dinyatakan ilegal dan berjuta-juta orang telah dianiaya, melainkan bahwa ia telah menggunakan kebohongan-kebohongan untuk menciptakan kekuasaan teror dan mendirikan sistem represif yang mencengkram Indonesia.”
Setelah berhasil merebut kekuasaan, Soeharto membuka lebar-lebar pintu gerbang Indonesia untuk menyambut para investor. Keseriusan Soeharto menerapkan sistem kapitalisme di Indonesia, terlihat dengan tindakannya mengirim satu tim ekonomi yang terdiri dari Prof. Sadli, Prof. Soemitro Djoyohadikusumoh, dan sejumlah profesor ekonomi lulusan Berkeley University AS-sebab itu tim ekonomi ini juga disebut sebagai ‘Berkeley Mafia'-ke Swiss. Mereka menggelar pertemuan dengan sejumlah konglomerat pengusaha internasional yang dipimpin Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel, ICI, Leman Brothers, Asian Development Bank, Chase Manhattan, dan sebagainya."
Di Swiss, sebagaimana bisa dilihat dari film dokumenter karya John Pilger berjudul"The New Ruler of the World' yang bisa didownload di situs youtube, tim ekonomi suruhan Jenderal Suharto ini menggadaikan seluruh kekayaan alam negeri ini ke hadapan kapitalis internasional. Dengan seenak perutnya, mereka mengkavling-kavling bumi Nusantara dan memberikannya kepada pengusaha-pengusaha tersebut. Gunung emas di Papua diserahkan kepada Freeport, ladang minyak di Aceh kepada Exxon, dan sebagainya. Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) tahun 1967 pun dirancang di Swiss.
Melalui UU No.1 tahun 1967. tentang Penanaman Modal Asing, Soeharto membuka pintu masuk investasi asing di sektor pertambangan. Dalam pasal 8 UU No. 1 tahun 1967 tersebut, dijelaskan bahwa; “Penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku”.