Suara Rukmini Buchori terdengar serak. Walikota Probolinggo itu sempat menghentikan orasinya. Diam beberapa saat, kemudian dia melanjutkan lagi kata-katanya. Walau masih terdengar serak, dia tetap melanjutkan pidatonya. Usai itu, deklarasi pun diucapkan dengan lantang.
“Dengan ini menyatakan kota Probolinggo sebagai kota inklusi. Karena pendidikan adalah hak setiap anak. Pendidikan mengajarkan anak untuk menghagai dan mengelola perbedaan. Pemkot akan mewujudkan hal itu,” ujar Rukmini, Senin(27/10) lalu di GOR Kota Probolinggo. Tepat di hadapan ratusan guru se Kota Probolinggo yang memadati GOR.
Suara serak walikota itu memang jadi bagian warna yang menghiasi deklarasi kota Probolinggo sebagai kota inklusi. Hari bersejarah bagi kota Probolinggo. Deklarasi terbuka pemerintah kota untuk menyelenggarakan pendidikan ramah inklusi. Simbol dukungan atas deklarasi ini diwujudkan dengan hadirnya ratusan guru mulai dari tingkat TK, SD, hingga SMA-SMK. Sebab para pengajar ini lah ujung tombak pelayanan bagi para siswa inklusi.
Rukmini mengungkapkan pemkot memilih untuk terjun langsung menyukseskan program ramah inklusi ini. Dia meyakini para anak inklusi memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan layak. Tidak boleh malah didiskriminasi. Pemerintah siap menfasilitasi dan mengulurkan tangan untuk mengangkat para anak inklusi ini berdaya di dunia pendidikan.
“Sudah ada 11 sekolah reguler yang ditunjuk untuk menjadi pelopor sekolah inklusi. Targetnya, tahun depan bisa lebih banyak lagi sekolah reguler yang menfasilitasi anak inklusi ini. Mereka juga anak-anak yang masuk usia wajib pendidikan,” tandas mantan anggota komisi VII DPR RI tersebut.
Anak inklusi sendiri dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus. Yakni secara mental dan fisik mengalami keterbatasan atau bahkan lebih superior dibandingkan yang lain. Pendidikan sekolah diharapkan mampu membuat mereka berbaur dengan teman-teman lainnya. Sehingga meminimalisir kemungkinan mereka mengalami masalah antisosial.
Ada pun direktur pembinaan pendidikan khusus dan layanan khusus pendidikan dasar kementerian budaya, pendidikan dasar dan menengah (sesuai nomenklatur baru pemerintahan Jokowi JK), Sri Renani Pantjastuti, mengatakan anak inklusi yang bersekolah total mengalami kenaikan sejak tahun 2012. Data terbarunya, jika 2012 ada 80.131 anak, maka 2014 jumlahnya menjadi 141.192 anak. Penambahan jumlah ini menurut Sri merupakan keberhasilan sosialisasi pemerintah pada masyarakat.
“Sekarang itu anak inklusi diberikan kesempatan seluas mungkin untuk mendapatkan akses pendidikan. Mulai pendidikan dasar hingga tinggi. Meski tidak semua lembaga pendidikan bisa memastikan itu. Di Jawa Timur itu bahkan sudah ada Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dan Universitas Brawijaya (UB) yang membuka pendaftaran khusus bagi anak inklusi,” jelas dia.
Seorang anak berkebutuhan khusus, Jamiatuzzahra, dalam nyanyiannya saat deklarasi, Senin (27/10) lalu, meminta agar semua pihak tidak membedakan dan mendiskriminasi anak inklusi. Walau pun berbeda, hakikatnya tetap sesama warga Indonesia.”Aku juga ingin bahagia,” itu lah yang diucapkan Zahra dalam pertunjukan kecilnya di hadapan ratusan guru se Kota Probolinggo. (ziq)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI