Salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yakni pulau Onrustternyata menyimpan secuil cerita tentang sejarah Haji Indonesia. Jaman Belanda dahulu,calhaj yang hendak berhaji menggunakan kapal dagang dari Cina, Timur Tengah,Persia & Arab dan akan mengarungi lautan berbulan-bulan lamanya. Jamaahcalhaj selain menunaikan rukun islam ke-5, mereka juga mendalami ilmu agama danberdagang (untuk menghidupi selama safar). Bagi Belanda ritual perjalanan Hajiini merupakan threat (ancaman)namun juga oppurtunity (peluang)untuk mendapatkan keuntungan. Pemerintah Hindia-Belanda kan yang dipikirinselalu cuan alias untung.
Mengapa ancaman? karena sepulang haji biasanya pengetahuan merekameningkat dan semakin pintar sehingga dikhawatirkan menjadi bibit danmemberontak pada Belanda. Lalu keuntungannya apa? Semakinbanyak yang berhaji maka semakin banyak peluang mendapatkan earning, fee base income alias pendapatan darisetiap setiap calhaj karena setiap calhaj harus membelanjakan uang untuk biayakapal, makan dan jika diperlukan dikenakan biaya/fee dengan nilai tertentu.
Akhirnya, tahun 1825 Belanda membuat Ordonansi Haji dengan tujuan memfilter calonhaji. Isinya mewajibkan calon jemaah haji membayar fee untuk mendapatkan exit permit (semacam passport) agar mendapat izin berangkat haji serta harus menggunakan kapal Belanda. Tahun 1831 peraturan ini ditambah lagi, jika calon jemaah haji ketahuan tidak membayar fee maka akan ditagih dua kali lipat sekembalinya ke tanah air. Tahun 1852 exitpermit/passport tetap diberikan dan tidak dikenakan fee lagi namun calon haji diawasidengan ketat. Pemberontakan di India tahun 1859 membuat Belanda makinmemperketat pelaksanaan ibadah haji, caranya calon haji harus membuktikan bahwamereka memiliki biaya pergi-pulang dan biaya untuk keluarga yangditinggalkan.
Perang Diponegoro (1825-1830) yang meletus dan pemberontakan yang dipelopori oleh pemuka agama dan haji didasari atas Nasionalisme dan keinginan mengaturbangsa sendiri membuat Belanda makin was-was. Pemerintah bukan saja menganggap haji sebagai urusanpenting, melainkan penuh kewaspadaan. Hal ini semakin menakutkan Belanda bahwa mereka yangpulang berhaji semakin shaleh dan bertambah keilmuan serta terbuka wawasannya.
Akhirnya diputuskan, sebelum dikembalikan ke keluarganya jemaah yang pulangberhaji akan dikarantina di pulau Onrust. Pemerintah mengatakan jamaah yangpulang berhaji harus dijaga kesehatannya dari penyakit menular yang mungkindibawa dari luar negeri. Padahal sebenarnya mah Belanda khawatir kalau-kalaujamaah haji yang telah kembali ke Indonesia akan “menularkan ide pembaharuanpemikiran” dan ujungnya bersama-sama menentang Belanda. Hal ini disebabkankarena selain berhaji para calon haji biasanya menetap beberapa lama di ArabSaudi untuk belajar ilmu agama kepada ulama-ulama terkemuka.
Sepulang berhajipemerintah Hindia-Belanda akan mengawasi terus-menerus jamaah haji tersebut.Untuk memudahkan pengawasan pemerintah memberikan gelar “Haji” kepada orangyang baru pulang berhaji. Dengan “tanda” ini Belanda akan gampangmeng-identifikasi Haji yang dianggap membahayakan dan jika diperlukan akan ditangkap, diasingkan dan dipenjarakan. Begitulah asal-muasal 'kepopuleran' gelarhaji di tengah masyarakat Indonesia.
Ibadah haji selain sebagai Rukum Islam ke-5 merupakan cara Allahmemperlihatkan kekuasanyaan pada manusia. Lihatlah perjuangan pendahulu kita ketikahendak berhaji, berbulan-bulan di lautan, menahan hawa nafsu dan menjadikanalam terkembang jadi guru. Di tanah suci, diperlihatkan manusiadengan berbagai rupa, karakter, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa(yang pernah Umroh pasti sudah merasakan nikmat kebesaran Allah ini), bersimpuhmenangis di tanah suci nya. Pada akhirnya Allah berharap agar kitasemakin tawaddu karena kita–manusia- tidak punya daya apa-apa dihadapan Nya.
Wallahualambishawab….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H