Depresi merupakan penyakit yang dapat mengganggu kehidupan. Saat ini, diperkirakan ratusan juta orang di seluruh dunia menderita depresi. Depresi bisa terjadi pada semua usia, termasuk remaja. Gangguan depresi ini dapat menyebabkan penderitaan yang parah. Depresi adalah masalah kesehatan masyarakat. Biaya pengobatannya sangat mahal dan jika tidak ditangani, hal buruk dapat terjadi karena dapat menyebabkan gangguan parah pada fungsi sosial, bahkan kematian akibat bunuh diri.
Data Indeks Kesehatan Jiwa Masyarakat Indonesia tahun 2023 di Indonesia menunjukkan terdapat 9.162.886 kasus depresi dengan tingkat prevalensi 3,7%. Di sisi lain, jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya bisa bertambah lebih dari 3 juta jiwa, sehingga saat ini totalnya mencapai 278.16.661 jiwa. Pada Januari hingga 18 Oktober 2023, jumlah kasus bunuh diri sebanyak 971. Penderita gangguan depresi akan mengalami gejala seperti perasaan sedih yang berkepanjangan, suka menyendiri, sering melamun di kelas ata di rumah, kehilangan nafsu makan atau makan berlebihan, sulit tidur atau tidur terlalu lama, merasa lelah, lesu atau kurang tenaga, rendah diri, sulit berkonsentrasi dan mengambil keputusan. Selain itu, ada perasaan putus asa, berkurangnya minat belajar, kurang inisiatif, tidak kompeten atau hiperaktif. Remaja dengan gejala depresi akan menunjukkan penurunan kreativitas, inisiatif, dan motivasi belajar sehingga menimbulkan kesulitan belajar yang berujung pada menurunnya prestasi akademik anak.
Pada zaman sekarang ini yang saya lihat dari media sosial banyak sekali remaja dan Mahasiswa melakukan percobaan bunuh diri seperti berita yang saya kutip dari Video Tiktok yang sempat viral, seorang Mahasiswa Uness berinisial (NJ) bunuh diri, setelah melompat dari lantai 4 Paragon Mall, Semarang. Seorang juru parkir di dekatnya bernama Rukiman (56 tahun) mendengar banyak orang berteriak keras saat menyaksikan kejadian tersebut. Saat polisi melakukan olah TKP, polisi menemukan secarik kertas mirip surat yang ditujukan kepada keluarga yang merupakan ibu korban (NZ). Dalam surat tersebut, korban (NZ) mengaku bunuh diri karena tidak sanggup dan merasa telah mengecewakan orang tuanya. Sebelum korban bunuh diri, teman (NZ) curiga dengan sikap (NZ) karena temannya merasa ada yang aneh dengan (NZ), hal mencurigakan seperti beberapa hari terakhir yang dimaksud seperti beberapa hari belakangan, perilaku NZ tidak seperti biasanya, NZ terkesan sering melamun dan tatapan mata yang kosong ciri-ciri itu bisa disimpulkan bahwa korban mengalami depresi.
Teori yang saya gunakan sebagai gambaran sebagai faktor penyebab depresi:
Menurut teori Freud  potensi depresi bisa muncul Pada fase oral kemungkinan besar fase oral anak kurang atau terlalu terpenuhi kebutuhannya, seperti anak pada fase oral ini anak mempunyai rangsang pada mulut, jika pada masa oralnya tidak terpenuhi maka berdampak saat dewasa. Sehingga ia mengakibatkan individu dependen, low self esteem.
Hasil kedua dari kajian teori bunuh diri Freud adalah adanya pembalikan agresi terhadap diri sendiri akibat perasaan kehilangan objek cinta. menunjukkan bahwa upaya bunuh diri dilakukan karena adanya rasa kehilangan dan sebagai sarana untuk mengungkapkan emosi negatif yang dirasakan, hal ini dikarenakan depresi muncul dan ego tidak dapat direduksi.
Saya mengambil Teori dari Piaget yang tidak secara spesifik membahas tentang bunuh diri atau depresi namun lebih fokus pada perkembangan kognitif dan pemahaman terhadap dunia. Namun, memahami perkembangan kognitif, emosional, dan sosial berarti memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang, termasuk risiko bunuh diri. Misalnya, tahapan perkembangan moral dalam teori Piaget dapat memberikan wawasan tentang bagaimana individu menginternalisasikan norma-norma sosial dan nilai-nilai moral, yang mungkin berperan dalam pemikiran bunuh diri mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H