Dibuat dan di-posting untuk zilbest.comÂ
Beberapa waktu yang lalu, jejaring sosial sempat heboh dengan dua orang wanita yang dijadikan Duta Pancasila dan Duta Anti-Narkoba oleh sekelompok golongan, meski keduanya sebenarnya tidak ada rekam jejak advokasi kedua hal tersebut sebelumnya.
Belum lama ini, laman Facebook saya juga sempat banjir kabar seorang selebriti yang jadi Brand Ambassador beberapa merek tertentu melakukan blunder terhadap brand yang membayarnya tadi, dengan tanpa sadar melakukan hal-hal yang merugikan brand-nya sendiri.
Maaf jika Anda adalah salah satu yang beruntung dan terhindar dari berita-berita tadi dan tidak tahu apa yang saya maksudkan. Namun saya menolak memberikan tambahan publikasi gratis terhadap orang-orang tersebut.
Tak sedikit juga orang-orang mempertanyakan mengapa mereka bisa menjadi duta dan Brand Ambassador meski sebenarnya tak punya kapasitas untuk itu?
Rekam jejak dan prestasi seseorang jadi seakan tidak berarti dibanding jumlah follower atau angka-angka metrik (pageviews, click rate, engagement, reach, dan kawan-kawannya). Menyedihkan memang, namun itu faktanya.
Saya pribadi sebenarnya tidak ada masalah dengan hal tersebut karena faktanya memang marketing itu tak jarang membutuhkan dan menggunakan jalan pintas untuk meraih brand awareness ataupun meningkatkan penjualan – dan popularitas adalah jalan pintas tercepat untuk meraih dua tujuan tadi.
Oh iya, hal ini juga tidak hanya terjadi di Indonesia saja – maaf saya paling terganggu dengan ungkapan 'Cuma Ada di Indonesia'. Faktanya, tidak ada fenomena sosial yang hanya terjadi di satu negara saja. Selebriti-selebriti luar negeri pun banyak yang populer tanpa prestasi dan kapasitas. Kim Kardashian dan Paris Hilton misalnya yang terkenal hanya karena film porno-nya...
Maaf, saya terpaksa harus sebut nama karena saya ingin memberikan contoh. Tentunya masih banyak selebriti-selebriti lain di luar negeri yang populer hanya karena hal-hal sepele lainnya. Anda bisa mencarinya sendiri jika berminat.