Tepat satu tahun, merantau ke kota Manado, ibu kota provinsi Sulawesi Utara. Manado adalah satu kota impian sejak lama yang diidam-idamkan. Pernah satu waktu,Â
Ketika tahun 2014 aku memilih Sulawesi Utara dan menuliskan sebuah surat yang ditujukan ke anak-anak terhebat yang bersekolah di sana, aku memilih lokasi itu bukan tanpa alasan, karena berawal dari melihat letak geografis yang sangat unik menurutku, berada di posisi paling utara Indonesia berbatasan langsung dengan Filipina.Â
Penasaran dengan apa yang ada di sana, mulai dari lingkungannya, budayanya, sampai keindahan alamnya. Menurutku, Sulawesi Utara ini menyuguhkan hal yang luar biasa dengan keindahan pantai, bawah laut, pegunungan dan eksotisme kepulauannya.
Sulawesi Utara dengan ibu kota yang terletak di kota Manado, sangat strategis, bagaimana tidak? Manado dekat dengan destinasi wisata terkenal se-Indonesia bahkan dunia yaitu Taman Nasional Laut Bunaken, selain itu ditopang dengan infrastruktur yang membuat kota Manado semakin maju, dengan adanya Bandara, Pelabuhan, hingga akses jalan tol.
Berawal dari tugas kerja yang mengharuskan aku untuk memimpin sebuah project di Sulawesi Utara, dengan berkesempatan keliling ke 101 titik dari 15 kota/kabupaten se-Provinsi Sulawesi Utara dan banyak belajar dan mendapatkan pengalaman baru yang berharga.Â
Sebagai perantau baru, tentu sempat merasakan namanya culture shock yang menjadikan aku untuk lebih mengerti, pahami dan mengontrol diri dengan bisa memposisikan peran di manapun aku berada, salah satu culture shock, dari segi Bahasa, ya Bahasa Manado, dari bahasanya dan logatnya, satu contoh : saat pertama kali berkesempatan negosiasi dengan orang Manado dan menggunakan full Bahasa Manado, saat bertanya kepadaku, "gimana depe barang ?", ku jawab saat itu "DP-nya 30%", padahal yang dimaksud adalah "gimana barang-nya?", kata 'depe' di sini bisa diartikan sebagai imbuhan 'nya'. Dari situ aku paham kalau Bahasa Manado itu susah-susah gampang.
Ada satu culture shock yang pernah membuatku sedikit heran soal 'menyetel' musik dengan suara keras menggunakan speaker, ya konteksnya di sini, mulai dari rumah, angkot (di sini disebut mikro), pinggir jalan dan di mana-mana. Apalagi ketika ada sebuah perayaan, perayaan ulang tahun, kedukaan, syukuran, keagamaan, hiburan bisa sampai tengah malam atau bahkan dini hari. Unik sih.
Terlepas dari culture shock tersebut, Manado adalah satu kota pilihan untuk menikmati hidup, terbukti dengan survei yang dilakukan oleh GoodStat, Manado menjadi salah satu kota pilihan masyarakat untuk menikmati masa tua dengan besaran 17%. Ya, memang harus diakui kota manado memang nyaman.
Kita bisa urai kenapa Manado menjadi kota pilihan untuk menikmati hidup.