Mohon tunggu...
Wanda Fauziah
Wanda Fauziah Mohon Tunggu... Seorang Mahasiswi Akuntansi di Universitas Syiah Kuala

memiliki hobi membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Potensi Transformatif Blockchain Dalam Akuntansi Modern

11 April 2025   03:50 Diperbarui: 11 April 2025   03:50 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Transformasi Blockchain(sumber: Printerest)

Dalam industry digitalisasi yang bsedang berkembang pesat sekarang, terutama dalam dunia ekonomi yang sedang berkembang, ada sebuah inovasi teknologi yang telah muncul dan menarik perhatian, inovasi ini menjadi penyebab perubahan fundamental di berbagai sektor bisnis dan ekonomi. Saat berbagai bidang didunia mengalami perubahan cepat menuju era digitalisasi, blockchain yang merupakan sebuah teknologi yang berkembang di era digitalisasi muncul sebagai pelopor yang menawarkan hal baru dalam mengelola informasi keuangan terutama dalam pencatatan informasi keuangan. Teknologi blockchain ini yang awalnya dikenal sebagai pendiri Bitcoin ini, sekarang menawarkan prospek yang mempelopori untuk mendisrupsi sistem akuntansi konvensional yang telah bertahun-tahun menjadi panduan perekonomian global. Blockchain merupakan sistem pencatatan digital terdesentralisasi yang mencatat transaksi dalam rangkaian blok yang terhubung secara kriptografis. Tidak seperti database terpusat tradisional, blockchain menawarkan transparansi yang belum pernah ada sebelumnya sambil mempertahankan integritas data yang hampir tidak mungkin dikompromikan. Marselita (2024) menjelaskan bahwa "teknologi blockchain memungkinkan transmisi dan penyimpanan data melalui blok-blok yang saling berhubungan yang berkembang seiring waktu. Setiap blok memiliki kode waktu, data transaksi, dan tautan ke blok sebelumnya yang menunjukkan tanggal pembuatannya".

Perubahan pada sistem akuntansi yang ada di era digitalisasi ini, berada pada sebuah momen penting yang merupakan titik balik untuk menentukan sebuah peristiwa yang akan terjadi kedepannya, dengan munculnya konsep "triple-entry accounting." pada era digitalisasi sekarang, ada perbedaan yang dapat dilihat dengan sistem double-entry yang telah menetap dan mendominasi sejak era Renaissance, akuntansi triple-entry memasukkan blockchain sebagai komponen ketiga yang independen (berdiri sendiri) dan tidak dapat dimanipulasi. Adelowotan dan Coetsee yang dikutip dalam penelitian Marselita (2024) menjelaskan bahwa "akuntansi berdasarkan blockchain 'triple-entry bookkeeping' menghasilkan tidak dua tetapi tiga entri---debit, kredit, dan tanda tangan kriptografi untuk mengkonfirmasi legitimasi transaksi".

Dalam penelitian Hartoyo et al. (2021) memberikan sebuah ilustrasi komprehensif mengenai bagaimana blockchain dapat berfungsi sebagai "saksi digital" yang netral dalam transaksi keuangan. Dalam sistem blockchain ini, selain pencatatan oleh kedua belah pihak yang bertransaksi, blockchain bertindak sebagai entitas ketiga yang memverifikasi dan menyimpan catatan transaksi secara permanen, menciptakan jejak audit yang tidak dapat diubah. Mereka menjelaskan bahwa "konsep triple-entry accounting dapat digunakan di Indonesia dengan memanfaatkan blockchain sebagai sistem tambahan untuk mencatat transaksi di platform lain seperti ERP. Penggunaan blockchain di sini bertujuan untuk memberikan timestamp pada setiap transaksi untuk menghindari manipulasi data"

Kehadiran blockchain dalam ekosistem lingkaran akuntansi tidak hanya sekadar evolusi inkremental, tetapi merupakan transformasi fundamental yang menawarkan solusi untuk masalah perennial dalam praktik akuntansi. Transparansi yang menjadi ciri khas teknologi ini berpotensi besar untuk mengurangi asimetri informasi yang kerap menjadi akar dari konflik agensi dalam konteks korporasi. Marselita (2024) menekankan bahwa "distributed recordkeeping yang ditawarkan blockchain secara signifikan meningkatkan transparansi informasi dan memitigasi masalah asimetri informasi" . Dalam bidang keamanan, blockchain menunjukkan sebuah keunggulan yang belum pernah dimiliki oleh teknologi yang ada sebelumnya. Setiap informasi atau transaksi yang dicatat dalam blockchain dilindungi oleh kriptografi canggih yang memastikan bahwa setelah data dimasukkan ke dalam program, tidak akan ada entitas tunggal yang dapat mengubah atau menghapusnya tanpa konsensus dari mayoritas node dalam jaringan. Karakteristik ini membuat blockchain menjadi alat yang sangat efektif dan dipercaya untuk menangkal kecurangan akuntansi dan manipulasi laporan keuangan yang sering dikenal dengan fraud. Al Shanti dan Elessa, yang dikutip dalam penelitian Marselita (2024), menyoroti bagaimana "penggunaan teknologi blockchain memberikan manfaat dalam hal mengurangi biaya penyimpanan data transaksi, sementara risiko kesalahan dan penipuan berkurang". Hal baru lainnya yang dibawa blockchain ke dunia akuntansi adalah smart contracts (kontrak pintar). Hartoyo et al. (2021) menggarisbawahi bahwa "Smart Contract adalah bagian dari blockchain yang memberikan keamanan lebih dari kontrak tradisional dan mengurangi biaya transaksi. Karakteristik Smart Contract adalah bahwa kontennya tidak dapat dimanipulasi dan implementasinya tidak dapat dicegah". Kontrak-kontrak ini beroperasi sebagai program komputer yang secara otomatis mengeksekusi ketika kondisi yang telah ditetapkan terpenuhi, tanpa memerlukan intervensi manual. Dalam akuntansi, smart contracts dapat mengotomatisasi serangkaian proses, mulai dari verifikasi transaksi hingga rekonsiliasi sampai ke pelaporan serta dapat meningkatkan efisiensi operasional secara eksponensial. Dampak transformatif blockchain tidak terbatas pada praktik akuntansi internal, tetapi juga menjangkau domain perpajakan yang lebih luas. Setyowati et al. (2022) mengilustrasikan bagaimana blockchain dapat meningkatkan transparansi dalam pendaftaran Ultimate Beneficial Owner (UBO), yang merupakan pilar penting dalam memerangi praktik-praktik penghindaran pajak. Dengan memanfaatkan blockchain, otoritas pajak dapat melacak kepemilikan aset yang sebenarnya, terutama di kalangan individu kekayaan tinggi (High Net-Worth Individuals), sehingga berpotensi meningkatkan pendapatan negara. Mangoting et al. (2024) juga mengeksplorasi bagaimana teknologi blockchain dapat menjadi instrumen yang ampuh dalam sistem perpajakan digital. Penelitian mereka mengungkapkan bahwa teknologi ini dapat memfasilitasi akses data wajib pajak secara terdesentralisasi dan real-time, mempercepat proses audit, dan secara signifikan meningkatkan kepatuhan pajak. Di negara-negara Uni Eropa, blockchain telah mulai diimplementasikan untuk mengatasi kompleksitas dalam sistem PPN, memungkinkan integrasi faktur elektronik langsung ke dalam sistem pelaporan pajak nasional.

Meskipun potensi transformatifnya sangat besar, adopsi blockchain dalam praktik akuntansi masih menghadapi berbagai tantangan. Mangoting et al. (2024) mengidentifikasi beberapa variabel kunci yang mempengaruhi keinginan wajib pajak untuk mengadopsi teknologi blockchain, termasuk persepsi kegunaan, kemudahan penggunaan, dan faktor kenikmatan yang dirasakan. Resistensi terhadap perubahan, terutama dalam profesi yang sangat mapan seperti akuntansi, merupakan hambatan signifikan yang harus diatasi untuk realisasi penuh potensi blockchain. Harmonisasi regulasi juga merupakan tantangan substantif dalam implementasi blockchain di bidang akuntansi. Hartoyo et al. (2021) mencatat bahwa "di Indonesia, regulasi terkait penggunaan blockchain masih dalam tahap awal pengembangan". Ini mencerminkan situasi global di mana kerangka regulasi untuk teknologi blockchain masih belum sepenuhnya matang, menciptakan ketidakpastian dalam konteks akuntansi dan perpajakan. Blockchain juga menghadapi tantangan teknis, seperti masalah skalabilitas dan konsumsi energi. Setyowati et al. (2022) menggarisbawahi pentingnya mengatasi isu-isu seperti kelangkaan, keamanan, dan konsumsi energi dalam implementasi blockchain. Namun, mereka juga mencatat bahwa penggunaan blockchain privat, sebagai lawan dari blockchain publik, dapat memitigasi beberapa masalah ini, terutama dalam konteks aplikasi akuntansi. Dalam konteks Indonesia, Hartoyo et al. (2021) menunjukkan bahwa "implementasi blockchain di Indonesia dapat diterapkan dengan dua cara. Pertama, pencatatan transaksi dalam blockchain dengan menggunakan token sebagai representasi aset. Kedua, penggunaan blockchain tanpa token atau cryptocurrency". Mereka lebih lanjut menjelaskan bahwa "blockchain akan digunakan sebagai database untuk menyimpan data transaksi atau segala jenis laporan yang dibuat dengan menggunakan platform lain dan disimpan ke dalam blockchain untuk diperiksa dan diberi timestamp oleh node".

Masa depan akuntansi dengan integrasi blockchain tampak sangat menjanjikan. Marselita (2024) menyarankan bahwa "peneliti masa depan dapat melakukan penelitian kuantitatif terkait topik dampak teknologi blockchain terhadap kualitas informasi akuntansi". Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong adopsi teknologi blockchain dan strategi untuk mengatasi hambatan implementasinya. Fenomena blockchain dalam akuntansi bukan sekadar tren teknologi sesaat, tetapi merupakan pergeseran paradigmatik yang berpotensi mendefinisikan ulang fondasi praktik akuntansi. Dengan menawarkan transparansi, keamanan, dan efisiensi yang belum pernah ada sebelumnya, blockchain menjanjikan era baru di mana informasi keuangan tidak hanya lebih akurat dan andal, tetapi juga lebih mudah diakses dan diverifikasi. Hartoyo et al. (2021) menekankan bahwa "blockchain memberikan keuntungan bagi akuntansi, khususnya untuk Sistem Informasi Akuntansi. Pencatatan data transaksi yang sebelumnya divalidasi oleh node dalam jaringan sebelum data dijatuhkan ke blockchain merupakan bentuk peningkatan di masa depan dari Sistem Informasi Akuntansi". Saat profesi akuntansi terus berevolusi di era digital, teknologi blockchain akan memainkan peran sentral dalam membentuk lanskap masa depannya. Meskipun jalan menuju adopsi penuh masih penuh tantangan, potensi transformatif blockchain dalam akuntansi terlalu signifikan untuk diabaikan. Dengan penelitian berkelanjutan, pengembangan regulasi yang tepat, dan peningkatan kesadaran profesional, blockchain dapat diharapkan menjadi integral dalam ekosistem akuntansi masa depan, membawa tingkat integritas dan efisiensi yang belum pernah ada sebelumnya dalam pengelolaan informasi keuangan.

Referensi:

  • Hartoyo, A., Sukoharsono, E. G., & Prihatiningtyas, Y. W. (2021). Analysing the Potential of Blockchain for the Accounting Field in Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 23(2), 51-61. 
  • Mangoting, Y., Widuri, R., Dogi, D. C. P., & Gabronino, R. (2024). Exploring the Potential of Blockchain Technology in Digital Tax Administration to Enhance Tax Compliance. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 26(2), 77-90. 
  • Marselita, O. (2024). Blockchain Technology and Quality of Accounting Information: A Systematic Literature Review. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 26(2), 103-117. 
  • Setyowati, M. S., Adnyani, I. A. R., Saragih, A. H., & Hendrawan, A. (2022). Potential Outcomes of Blockchain Technology Application for Transparency of Ultimate Beneficial Owner Registration Issue. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, 17(1), 102-116. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun