Oleh Zidni Dinia Anugrah (Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung)
Seminar/Workshop Tentang Penyuntingan Dalam Penerjemahan
Hari, tanggal: Selasa, 5 November 2024
Tempat: Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Jakarta
Narasumber: Bapak Setyo Untoro
Topik: "Bahasa Indonesia dalam Penyuntingan Naskah Terjemahan"
Diikuti oleh: Mahasiswa/i Sastra Inggris UIN Sunan Gunung Djati Bandung Semester 3
"Bahasa menunjukkan bangsa" begitu ucap pepatah Melayu yang mengartikan bahwa bahasa yang digunakan seseorang dapat mencerminkan identitas dari mana orang itu berasal. Indonesia dengan 17.000 pulau dan 718 bahasa daerah, kekurangan apalagi negara kita ini? Masyarakat Pun mulai dituntut untuk mempelajari bahasa internasional agar dapat bersaing di kancah global. Oleh karena itu, budaya sastra di Indonesia semakin berkembang dan maju. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya penerjemah serta penutur bahasa asing maupun bahasa daerah yang turut berkontribusi dalam kemajuan budaya dan komunikasi lintas budaya sehingga bahasa Indonesia dapat dikenal di dunia Internasional. Tapi apakah keselamatan bahasa daerah di Indonesia begitu aman? Nyatanya tidak, generasi sekarang dikatakan lebih nyaman menggunakan bahasa Indonesia dan asing ketimbang bahasa daerahnya. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan bahasa daerah punah dan tidak terpakai lagi. Maka dari itu, seminar ini dilaksanakan untuk memberikan edukasi kepada Mahasiswa Sastra Inggris semester 3 tentang bagaimana cara menyeimbangkan ketika kita menjadi dwibahasa serta fokus kepada proses penyuntingan terjemahan.
Acara seminar ini dibuka oleh  Bapak Ganjar Harimansyah. Beliau menyampaikan terkait tentang apa itu BPPB dan tugas lembaga tersebut. BPPB memiliki singkatan yaitu Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang dibangun pertama kali pada tahun 1930. Tugas utama lembaga ini adalah untuk menstandarisasikan bahasa Indonesia atau bahkan bahasa daerah, menstandarkan tata tulis, pedoman umum (EYD), revitalisasi bahasa yaitu menghidupkan kembali bahasa, serta melindungi bahasa daerah.
Beliau juga menegaskan bahwa sebelum lembaga BPPB ini dilahirkan, lembaga Balai Pustaka di dunia yang dibentuk oleh Belanda menjadi pusat pengumpulan bahasa Melayu di Indonesia pada 1920. Tujuannya untuk mengontrol bahasa melalui standar untuk penerbitan buku di Hindia Belanda, termasuk bahasa Melayu.