Mohon tunggu...
Zidni Ilman Nafi
Zidni Ilman Nafi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang

Mahasiswa Universitas Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Politik Pendidikan Islam di Indonesia: Perkembangan Dari Masa Pra-Kemerdekaan Hingga Orde Baru

5 Desember 2024   03:57 Diperbarui: 5 Desember 2024   08:19 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.selaparangnews.com/2023/06/relevansi-pemikiran-politik-islam-untuk.html

Pada masa pra-kemerdekaan, kebijakan pemerintah Hindia Belanda terhadap pendidikan agama awalnya bersifat netral, seperti yang tercermin dalam pasal 179 (2) Indische Staatsregeling (I.S.), yang menyatakan bahwa pengajaran harus menghormati keyakinan agama masing-masing. Namun, sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda sangat terbatas dan tidak mampu menampung populasi penduduk Indonesia. Rendahnya tingkat ekonomi masyarakat menjadikan pesantren dan surau sebagai alternatif pendidikan yang merakyat dan egaliter. Sekolah yang dikelola oleh Belanda berjalan terpisah dari pesantren dan surau yang dikelola umat Islam, sehingga menimbulkan dikotomi tajam antara ilmu agama dan ilmu umum. Pada akhir abad ke-19, sistem pendidikan agama dan umum berkembang secara terpisah, menyebabkan pendidikan Islam dipojokkan dan mendapat perlakuan diskriminatif dari pemerintah Belanda. Kebijakan kolonial membatasi pendidikan pribumi, terutama pendidikan Islam, untuk mencetak tenaga kerja yang mendukung kepentingan penjajah.

Diskriminasi terhadap pendidikan Islam oleh Belanda tampak dalam berbagai bentuk, seperti diskriminasi sosial, ras, anggaran, dan agama. Ketakutan Belanda terhadap kebangkitan umat Islam terpelajar mendorong mereka memberlakukan peraturan pembatasan, seperti izin wajib bagi guru yang mengajar agama Islam pada tahun 1905 dan pemberlakuan Ordonansi Sekolah Liar pada tahun 1932 yang menutup madrasah tanpa izin pemerintah. Meski menghadapi diskriminasi, umat Islam secara progresif berusaha mencapai kesetaraan baik dalam kelembagaan maupun kurikulum. Masuknya Belanda juga memperkenalkan sistem pendidikan Barat yang sekuler, yang mendorong umat Islam mengenal pendidikan umum seperti membaca, menulis, dan ilmu pengetahuan lainnya. Ketika Jepang mengusir Belanda pada tahun 1942, kebijakan awal Jepang tampak berpihak kepada umat Islam untuk mendapatkan dukungan mereka dalam Perang Dunia II. Jepang memberikan dana kepada madrasah, mengangkat ulama dalam jabatan penting, dan mengizinkan pendirian Perguruan Tinggi Islam di Jakarta. Meskipun kebijakan ini dilatarbelakangi kepentingan politik, langkah tersebut memberi pengaruh positif terhadap perkembangan dan perluasan pendidikan Islam menjelang awal kemerdekaan.

Masa Orde Lama di Indonesia berlangsung dari tahun 1945 hingga 1966, dengan tujuan utama pendidikan pada periode ini adalah membangun karakter dan kebangsaan. Kendali penyelenggaraan pendidikan nasional dipegang oleh tokoh-tokoh nasionalis. Pada tanggal 3 Januari 1946, Departemen Agama resmi dibentuk dan menjadi lembaga yang aktif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Kebijakan pemerintah terhadap pendidikan Islam pada masa ini lebih baik dibandingkan era pra-kemerdekaan, yang terlihat dari keputusan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) pada 29 Desember 1945. Keputusan ini mengusulkan agar pendidikan agama menjadi bagian dari kurikulum nasional dan diajarkan di Sekolah Menengah Pertama. Pada tahun 1947, pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan Pengajaran Agama (MPPA) yang menetapkan pendidikan agama dimasukkan ke dalam kurikulum pada semua jenjang pendidikan. Selain itu, pemerintah memberikan fasilitas dan sumbangan materiil kepada lembaga pendidikan Islam, yang dimanfaatkan untuk mendirikan berbagai institusi pendidikan Islam.

Kebijakan lainnya meliputi pendirian dan pengembangan Pendidikan Guru Agama (PGA) serta Pendidikan Hakim Islam Negeri, yang bertujuan untuk mencetak tenaga profesional keagamaan dan mendukung pengembangan madrasah. Pada pertengahan dekade 1960-an, jumlah madrasah tingkat rendah mencapai lebih dari 13 juta, dengan Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah masing-masing mencapai 776 dan 1.188 unit. Pada tanggal 20 Juni 1951, pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama antara Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang mengatur berbagai aspek pendidikan agama. Meskipun terdapat upaya signifikan dari pemerintah Orde Lama untuk membenahi kebijakan pendidikan Islam, terdapat beberapa kebijakan yang kurang menguntungkan, seperti pelajaran agama yang tidak memengaruhi kenaikan kelas. Selain itu, suhu politik yang tidak kondusif akibat pertentangan antara kelompok nasionalis, sekuler-komunis, dan Islam turut memengaruhi implementasi kebijakan pendidikan Islam.

Pada tahun 1966, Indonesia memasuki masa Orde Baru yang ditandai dengan perubahan kebijakan di berbagai sektor, termasuk pendidikan. Kurikulum 1968 diperkenalkan untuk menggantikan kurikulum 1964 yang dianggap sebagai produk Orde Lama. Ideologi pembangunan sangat dominan pada masa ini, sehingga seluruh kebijakan diarahkan untuk mendukung pembangunan nasional, dengan fokus pada peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Tujuan pendidikan nasional pada masa ini adalah membentuk manusia Indonesia yang unggul, berilmu pengetahuan, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan mampu bersaing di tingkat global. Pemerintah Orde Baru juga menekankan pentingnya pendidikan untuk mempertinggi moral, kecerdasan, dan fisik yang sehat.

Pemerintah berupaya menyatukan lembaga pendidikan, termasuk madrasah, di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui Keputusan Presiden Nomor 34/1972, meskipun kebijakan ini gagal sepenuhnya karena mendapat penolakan dari kalangan pendidikan Islam. Pada tahun 1989, Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional disahkan, yang memberikan pengakuan resmi terhadap pendidikan agama. Undang-undang ini membuka peluang bagi pendidikan Islam untuk terintegrasi ke dalam sistem pendidikan nasional dan berkembang secara dinamis sesuai kebutuhan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun