Sebelum merdeka, Indonesia berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda dan Jepang. Dalam periode tersebut, pendidikan Islam tetap bertahan melalui usaha masyarakat Muslim yang mengorganisasi sekolah-sekolah swasta dan pusat-pusat pelatihan secara mandiri. Hingga kini, lembaga pendidikan Islam seperti pesantren, sekolah umum berciri khas Islam, dan madrasah tetap eksis dan terus berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam selama ini telah berorientasi pada kebutuhan rakyat, tidak sepenuhnya mengikuti pola formal yang dimiliki negara. Pendidikan Islam mengusung nilai-nilai luhur seperti demokrasi, dengan memberikan akses belajar kepada semua lapisan masyarakat tanpa memandang kemampuan ekonomi, serta nilai kemandirian karena tidak bergantung sepenuhnya pada pemerintah.
Pendidikan Islam sebagai sebuah sistem didasarkan pada teori-teori yang bersumber dari ajaran Islam. Dalam konteks Indonesia, pendidikan Islam juga diajarkan di sekolah dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, sejajar dengan mata pelajaran lain seperti biologi, olahraga, seni, dan bahasa. Pendidikan Islam di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal ini menjadi semakin relevan setelah pembentukan Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama RI) pada 3 Januari 1946, yang secara resmi mengatur pendidikan Islam di sekolah.
Meskipun terdapat semacam dikotomi dalam pengelolaan pendidikan, di mana Kementerian Pendidikan Nasional mengelola pendidikan umum dan Kementerian Agama mengelola pendidikan agama, pendidikan Islam tetap menjadi bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, khususnya pada Bab VI Pasal 30 Ayat 1-5, yang mengakui keberadaan pendidikan keagamaan secara eksplisit. Mengacu pada keistimewaan dan karakteristik pendidikan Islam serta fakta bahwa bangsa Indonesia mayoritas beragama Islam, pendidikan Islam menempati posisi strategis dalam sistem pendidikan nasional. Selain itu, dengan pengakuan terhadap lembaga pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem nasional, pendidikan Islam seharusnya menjadi arus utama dan alternatif unggul dalam sistem pendidikan di negara berfalsafah Pancasila, terutama dengan sila pertama yang menekankan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Prinsip dasar pendidikan Islam adalah fondasi yang menjadi landasan utama dalam membangun konsep dan tujuan pendidikan Islam. Prinsip ini berfungsi sebagai panduan untuk menjalankan kegiatan pendidikan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Para ahli memiliki pandangan yang beragam mengenai prinsip dasar ini, tetapi semuanya saling melengkapi dalam membentuk kerangka pendidikan Islam yang ideal. Maksum, ahli pendidikan Islam, berargumen bahwa pendidikan Islam merupakan bagian dari proses rububiyah Tuhan, bertujuan membentuk manusia seutuhnya, selalu berkaitan dengan agama, dan bersifat terbuka. Pandangan ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam tidak hanya terbatas pada aspek intelektual, tetapi juga mencakup dimensi spiritual dan moral.
Sementara itu, Zulkabir menggarisbawahi prinsip keterbukaan, kasih sayang, keseimbangan, dan integralitas sebagai dasar pendidikan Islam. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan Islam bertujuan menciptakan manusia yang harmonis dalam semua aspek kehidupannya, baik individu maupun sosial. Hasan Langgulung mengidentifikasi prinsip seperti ketuhanan, keterpaduan, kesinambungan, keaslian, ilmiah, praktis, kesetiakawanan, dan keterbukaan, yang memperkaya kerangka prinsip dasar pendidikan Islam. Prinsip-prinsip ini mencerminkan nilai-nilai mendasar yang mengarahkan pendidikan Islam untuk menciptakan manusia yang utuh, baik secara jasmani maupun rohani. Dalam konteks ini, pendidikan Islam mengintegrasikan nilai-nilai agama, kemanusiaan, dan kebudayaan, sehingga menghasilkan pendidikan yang berbeda dari pendidikan umum lainnya. Prinsip-prinsip tersebut memberikan arah yang jelas dan menjadi dasar untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang ideal.
Integrasi dalam konteks pendidikan berarti pembauran berbagai elemen sehingga menjadi satu kesatuan yang harmonis. Dalam hal ini, integrasi pendidikan Islam mengacu pada proses penyesuaian unsur-unsur pendidikan Islam dengan sistem pendidikan nasional untuk mencapai keserasian. Secara historis, pendidikan Islam di Indonesia dimulai dari pengajian di rumah-rumah oleh para penyebar agama, lalu berkembang menjadi pengajian di langgar, masjid, dan pondok pesantren. Pendekatan integratif dianggap penting untuk mendukung perkembangan ini.
Sejak berdirinya Departemen Agama pada 3 Januari 1946, upaya untuk memperjuangkan pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional terus dilakukan, termasuk memperjuangkan pengajaran agama di sekolah dan pengembangan madrasah. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 menjadi tonggak penting yang memungkinkan masuknya pendidikan agama di sekolah umum dan mengakui madrasah sebagai lembaga wajib belajar. Ketetapan MPRS Nomor 2 Tahun 1960 mempertegas peran pendidikan agama di semua jenjang pendidikan dan memberikan pengakuan formal terhadap pesantren dan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Departemen Agama.
Ketetapan MPRS Nomor 27 Tahun 1966 menempatkan agama, pendidikan, dan kebudayaan sebagai elemen penting dalam membangun karakter bangsa, menjadikan pendidikan agama sebagai mata pelajaran wajib sesuai agama masing-masing peserta didik. Selanjutnya, Ketetapan MPR Nomor 2 Tahun 1988 tentang Asas Tunggal memperkuat integrasi lembaga pendidikan keagamaan, seperti pesantren dan madrasah, ke dalam sistem pendidikan nasional.
Berbagai kebijakan dan peraturan ini, termasuk pengesahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, memberikan landasan hukum yang kuat bagi integrasi pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional. Integrasi ini dapat ditelusuri dari tiga aspek utama: konsep penyusunan sistem pendidikan nasional, hakikat pendidikan Islam dan kehidupan beragama umat Islam di Indonesia, serta kedudukan pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional. Upaya integrasi ini mencerminkan komitmen untuk mewujudkan sistem pendidikan yang inklusif dan berlandaskan nilai-nilai keagamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H