Mohon tunggu...
Zidna Farhana
Zidna Farhana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN K.H Abdurrahman Wahid

Sedang mendalami kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

PART I : Cerita di Balik Senja

12 September 2024   22:07 Diperbarui: 13 September 2024   14:14 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

 Senja selalu bikin candu tak kala keindahan warna mulai beradu, Suasana yang penuh makna seakan berbicara tanpa mengucapkan sepatah kata. Gradasi warna jingga, merah dan ungu yang terlukis selalu mampu menghipnotis. Senja bukan hanya tentang keindahan namun juga perjuangan. Senja bukan hanya tentang penghujung hari, melainkan pengingat tentang mimpi yang terus menanti. Setiap senja tiba, Syifa seorang mahasiswi tahun ketiga mulai bergegas dari aktivitas kampusnya, buku-buku ia rapikan dengan cepat begitu juga laptop kesayangannya, yang telah menjadi sahabat baik dalam menemani tugas kuliahnya, laptop itu penuh dengan jejak perjuangan, mulai dari catatan kuliah, esai hingga berbagai laporan penelitian. Laptop selalu menjadi barang terakhir yang di masukan ke dalam ranselnya seolah-olah tidak ingin terpisah terlalu lama. "kita akan segera bertemu nanti malam sayang" batinnya dalam hati, sambil tersenyum lelah namun penuh harapan, laptop itu merupakan saksi bisu Syifa dalam melewati tantangan setiap hari.

Setelah merapikan semua barangnya, Syifa bergegas menuju parkiran untuk perjalanan pulang dari kampus menuju tempat bekerja. Walaupun Syifa dalam keadaan kelelahan ia selalu menemukan kekuatan baru di dalam dirinya. Perjalanan menuju tempat kerja yang panjang dengan melewati jalanan kota di bawah langit senja sering kali Syifa di suguhkan dengan pemandangan beberapa orang tua dan anak kecil duduk dengan tangan terulur, meminta belas kasihan dari orang yang berlalu lalang, membuat Syifa sadar betapa beruntung dirinya, walaupun dengan tertatih tatih dia tetap bisa melanjutkan mimpinya mengejar pendidikan. melihat kondisi tersebut Syifa merasa bersyukur atas kesempatan yang ia miliki namun dia juga simpati mendalam kepada mereka.

Dalam batin Syifa "setidaknya aku masih bisa kuliah"  setiap kali ia melewati tempat di mana orang-orang kurang beruntung itu berada. Perjuangan dalam membagi waktu antara berkuliah dan bekerja tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan mereka yang harus mengorbankan pendidikan demi bertahan hidup. 

Pemandangan ini selalu menambah semangat dalam diri Syifa. Meskipun ia harus bekerja lebih keras dari teman-temanya, Syifa tahu bahwa kesempatan yang ia dapatkan bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh. Bisa makan dua kali setiap harinya walaupun dengan lauk  seadanya saja sudah menjadi anugerah baginya, apalagi bisa duduk dikelas, belajar tentang dunia yang lebih luas menjadi nikmat yang patut ia syukuri. Syifa sering kali merenung tentang teman-teman lamanya yang tidak bisa melanjutkan pendidikan karena terpaksa bekerja sejak muda, bahkan sebagian dari mereka menjalani hidup dengan ketidakpastian. 

Di perjalanan panjang menuju tempat kerja, Syifa merasa lebih teguh dalam menjalani rutinitas yang penuh tantangan. Setiap kali rasa lelah menghampiri, ia diingatkan oleh pemandangan di luar sana---bahwa pendidikan adalah hak istimewa, dan mimpi yang ia kejar adalah sesuatu yang layak diperjuangkan dengan kerja keras.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun