Kondisi pendidikan di Indonesia menunjukkan berbagai tantangan dan kelemahan yang perlu diperbaiki. Pendidikan belum merata di seluruh wilayah, dengan beberapa daerah memiliki akses terbatas ke pendidikan berkualitas. Kualitas guru dan fasilitas pendidikan masih rendah, mempengaruhi mutu pendidikan yang diterima siswa.
Selain itu, kurikulum sering kali tidak relevan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa, menghasilkan lulusan yang kurang siap berkontribusi pada masyarakat. Berdasarkan laporan World Development Report (2007), Indonesia menempati peringkat ke-39 dari 41 negara dalam kualitas pendidikan, dan dalam survei PISA (2019), Indonesia berada di peringkat ke-72 dari 77 negara. Meskipun ada kemajuan seperti peningkatan akses dan kualitas pendidikan, banyak siswa di wilayah kurang berkembang masih menghadapi keterbatasan akses.Â
Pendidikan tinggi di Indonesia terdiri dari berbagai jenis lembaga seperti universitas, sekolah tinggi, institut, akademi, dan politeknik, dengan jenjang pendidikan mulai dari Diploma 3 hingga Strata 3. Pemerintah dan masyarakat terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan, namun banyak tantangan yang masih perlu diatasi untuk mencapai pendidikan yang berkualitas dan merata di seluruh wilayah.
Hingga saat ini terdapat banyak sekali kebijakan-kebijakan pendidikan yang ada, oleh karena itu dalam menguukur efektivitas kebijakan-kebijakan pendidikan tersebut, diperlukan adanya evaluasi kebijakan pendidikan yang merupakan prosedur penting yang digunakan untuk menilai seberapa efektif suatu kebijakan pendidikan dengan membandingkan tujuan dan target dengan hasil yang diperoleh. Proses ini dilakukan selama implementasi kebijakan untuk memahami apakah kebijakan berjalan dengan baik, menghadapi kendala, dan apakah perlu ada perubahan atau perbaikan.Â
Tujuan evaluasi kebijakan pendidikan mencakup mengetahui kelebihan dan kekurangan kebijakan yang diterapkan, serta dampak yang ditimbulkan, apakah memberikan manfaat atau malah menyebabkan kerugian dan kekacauan. Selain itu, evaluasi ini bertujuan mengukur sejauh mana pelaksanaan kebijakan berjalan dengan baik dan mengidentifikasi kendala yang dihadapi untuk dilakukan perbaikan.
Dalam melakukan evaluasi kebijakan pendidikan, penting untuk mengukur keberhasilan kebijakan secara akuntabel sebagai bentuk pertanggungjawaban publik. Evaluasi harus dilakukan secara objektif, memperhatikan berbagai aspek seperti biaya, manfaat, responsivitas, ketepatan, dan kesenjangan. Secara keseluruhan, evaluasi kebijakan pendidikan sangat penting karena membantu mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan kebijakan, mengukur dampaknya, serta menyediakan informasi yang digunakan untuk menyempurnakan kebijakan pendidikan.
Pemerintah Indonesia telah mengerluarkan banyak kebijakan dalam bidang pendidikan, beberapa diantaranya yang cukup populer dalam program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan wajib belajar 12 tahun.
Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) meningkatkan akses ke pendidikan dasar dengan menyediakan fasilitas pendidikan, memberikan bantuan dana khusus untuk siswa dari keluarga miskin, dan mendukung penyelenggaraan pendidikan dasar. BOS menyediakan sarana dan prasarana pendidikan, membantu siswa miskin dengan mengurangi beban biaya, dan memastikan ketersediaan fasilitas sekolah yang memadai. Dengan demikian, dana BOS berperan penting dalam meningkatkan akses dan kualitas pendidikan dasar, terutama bagi siswa dari keluarga miskin.
Sementara itu, program wajib belajar 12 Tahun di Indonesia memiliki beberapa dampak signifikan, termasuk meningkatkan pemerataan pendidikan dengan mengurangi kesenjangan capaian pendidikan menengah antar kelompok masyarakat, serta meningkatkan kualitas dan daya saing bangsa. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pendidikan minimal hingga jenjang menengah, yang diharapkan dapat mempersiapkan anak untuk pendidikan tinggi. Selain itu, program ini berupaya mengurangi kesenjangan pendidikan, memberikan kesempatan pendidikan yang lebih merata bagi semua warga negara, terutama di daerah dengan akses pendidikan yang sebelumnya terbatas.Â
Disisi lain, kebijakan lainnya dapat ditinjau dari kebijakan inovasi kurikulum di Indonesia telah mengalami perubahan dari Kurikulum 2013 (K-13) hingga Kurikulum Merdeka. Kurikulum 2013 diterapkan sejak tahun 2013 untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Fokus utama kurikulum ini adalah pengembangan karakter siswa, seperti moral, etika, dan kepemimpinan, serta penggunaan metode pembelajaran yang lebih interaktif seperti pembelajaran berbasis proyek dan cooperative learning. Dampak dari Kurikulum 2013 termasuk membantu siswa mengembangkan karakter yang lebih baik, seperti kejujuran, disiplin, dan rasa peduli terhadap lingkungan sekitar, serta meningkatkan kualitas pembelajaran dengan metode yang lebih interaktif dan berbasis kompetensi.
Berbeda dengan K-13, Kurikulum Merdeka adalah konsep yang memberikan kebebasan kepada sekolah untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa setempat. Kurikulum ini menekankan pengembangan kemampuan siswa secara lebih luas dan fleksibel. Dampak Kurikulum Merdeka mencakup peningkatan kualitas pembelajaran, dengan memungkinkan sekolah mengembangkan kurikulum yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa, serta membantu siswa mengembangkan kemampuan yang lebih beragam dan fleksibel untuk menyesuaikan diri dengan berbagai situasi.