Rencana pemerintah untuk membatasi impor susu dengan tujuan mendukung produksi dalam negeri mendapat beragam reaksi. Kebijakan ini dapat memberikan manfaat bagi peternak lokal, namun tanpa persiapan yang matang, dampak negatifnya terhadap perekonomian dan kesejahteraan konsumen bisa sangat besar.
Keterbatasan Pasokan dan Permintaan Domestik Dengan kebutuhan susu yang diperkirakan lebih dari 4,4 juta ton per tahun, sementara produksi lokal hanya mampu memenuhi sekitar 23%-25%, pembatasan impor berpotensi menyebabkan kekurangan pasokan. Hal ini akan sangat berdampak pada industri makanan dan minuman yang bergantung pada susu bubuk.
Lonjakan Harga Produk Susu. Indonesia mengimpor sebagian besar susu dari negara-negara seperti Selandia Baru, yang menyuplai lebih dari 50% susu yang masuk. Jika impor dibatasi tanpa adanya peningkatan produksi lokal, harga susu, baik segar maupun olahan, diprediksi dapat melonjak hingga 20%-30%. Dampaknya akan sangat terasa pada konsumen, terutama yang berada di kalangan menengah ke bawah.
Gangguan pada Industri Pengolahan Susu. Industri pengolahan susu Indonesia sangat bergantung pada bahan baku impor, dengan proporsi mencapai 70%-80%. Pabrik-pabrik besar seperti Cimory dan Ultrajaya telah menyatakan kekhawatiran akan gangguan pasokan bahan baku yang bisa berdampak pada kelancaran produksi mereka.
Risiko Pengangguran di Sektor Industri. Keterbatasan pasokan bahan baku dapat mengurangi kapasitas produksi pabrik, yang berpotensi menyebabkan pemutusan hubungan kerja di berbagai sektor industri, termasuk distribusi dan pemasaran.
Kerugian dalam Neraca Perdagangan. Jika produksi lokal gagal mencukupi kebutuhan domestik, kebijakan ini justru dapat memperburuk defisit neraca perdagangan. Selain itu, pembatasan impor dapat memicu respons negatif dari negara mitra dagang seperti Selandia Baru dan Amerika Serikat, yang mungkin melakukan retaliasi dagang.
Krisis Kepercayaan Konsumen. Pembatasan impor juga berisiko menurunkan variasi produk susu yang tersedia di pasar, yang dapat memengaruhi daya saing produk lokal dan mengurangi kepercayaan konsumen terhadap kualitas susu domestik.
Meskipun bertujuan untuk meningkatkan kemandirian pangan dan mendukung peternak lokal, kebijakan pembatasan impor susu memerlukan strategi yang lebih komprehensif. Pemerintah harus memastikan bahwa sektor peternakan lokal dapat memenuhi permintaan, dengan meningkatkan produktivitas, memperbaiki infrastruktur, serta memberikan insentif bagi industri untuk menjaga pasokan, kestabilan harga, dan daya saing produk susu lokal. Tanpa langkah-langkah pendukung ini, dampak negatif pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat bisa lebih besar.Â
Strategi pembatasan impor susu di Indonesia memiliki potensi keuntungan dan kerugian yang perlu dipertimbangkan secara matang. Di satu sisi, pembatasan ini bisa memberikan dukungan pada peternak susu lokal dengan meningkatkan penyerapan produk dalam negeri, sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor dan membantu mengurangi defisit neraca perdagangan. Namun, strategi ini juga menimbulkan risiko besar, terutama terkait dengan kekurangan pasokan.
Produksi susu lokal yang hanya mencakup 23%-25% dari total kebutuhan nasional membuat pembatasan impor berpotensi mengakibatkan kelangkaan, terutama untuk susu bubuk yang digunakan dalam industri makanan dan minuman.
Selain itu, dengan terbatasnya pasokan lokal, harga susu berpotensi melonjak 20%-30%, yang akan membebani konsumen, terutama yang berada di kalangan menengah ke bawah. Industri pengolahan susu juga akan menghadapi kesulitan karena ketergantungan pada bahan baku impor yang mencapai 70%-80%, yang bisa mengganggu produksi dan mempengaruhi sektor makanan dan minuman yang menyumbang lebih dari 30% terhadap PDB industri pengolahan.